Rabu, 06 Desember 2017

Sidang BPUPKI Ke-II

Sidang BPUPKI Ke-II
Selama reses atau jeda masa sidang antara 2 Juni hingga 9 Juli 1945, dibentuklah sebuah panitia kecil dari anggota BPUPKI yang memiliki tugas untuk menampung dan menyelaraskan semua usul-usul dari yang telah masuk dari anggota BPUPKI. Dari Panitia Kecil tersebut kemudian dipilih kembali sembilan orang anggota yang kemudian dikenal dengan nama Panitia Sembilan, untuk menyelenggarakan tugas tersebut. Dalam menentukan hubungan dasar negara dengan agama, terjadi perpecahan diantara anggota BPUPKI yakni golongan nasionalis dan golongan Islam. 
Golongan nasionalis menghendaki bentuk negara skuler yang tidak bertumpu pada satu keyakinan saja, sedangkan golongan Islam menghendaki negara dengan bentuk teokrasi yang bertumpu pada keyakinan agama Islam. Diantara kedua golongan tersebut kemudian didapat sebuah persetujuan seperti yang tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”. Yang kemudian disebut sebagai Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. 
Berikut intisari dari rumusan Piagam Jakarta tersebut yang ditujukan supaya semakin memperjelas persetujuan diantara kedua golongan dalam sidang BPUPKI, sebagaimana berikut:
  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi para pemeluk-pemeluknya
  2. Kemanusiaan yang adil dan beeradap
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesi
Pada 10-17 Juli 1945, BPUPKI melaksanakan sidang pleno yang kedua secara resmi membahas mengenai dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” atau Piagam. Dari dokumen Piagam Jakarta tersebut kemudian dibagi menjadi dua buah dokumen yang berbeda. Dokumen tersebut ialah Declaration of Independence (yang didapat dari perluasan paragraf 1-3 menjadi 12 paragraf), dan Pembukaan Preambule (yang merupakan naskah asli paragraf keempat).

Dalam rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 terdapat hasil yang sedikit berbeda dengan perrumusan Piagam Jakarta. Sebagaimana berikut: “… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar