Rabu, 23 Agustus 2017

Kisah Isra Mi'raj: Peristiwa Dahsyat Yang Melahirkan Teori Relativitas

Kisah Isra Mi'raj: Peristiwa Dahsyat Yang Melahirkan Teori Relativitas

Sebagai umat Islam sudah seharusnya kita mempercayai Kisah Isra Mi'raj
yang dilakukan oleh Muhammad SAW 15 abad silam lalu. Pembahasan kali ini
yang akan diterangkan adalah mengenai Kisah Isra Mi'raj ditinjau dari
sudut ilmiah. Sebelum kita melangkah untuk menuju ke poin-poin yang
penting, Hendaknya kita ketahui dulu arti Isra’ Mi’raj?

Pengertian Isra Mi'raj

Secara etimologi, Isra berasal dari kata ‘sara’ yang berarti perjalanan
di malam hari. Adapun secara terminologi, Isra adalah perjalanan Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama malaikat Jibril dari
Makkah menuju Baitul Maqdis (Palestina), firman Allah SWT:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam
dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha (Al Isra’:1)

Sedangkan Mi'raj dalam bahasa arab artinya semacam alat yang dipakai
untuk naik. Secara istilah, Mi'raj berarti tangga khusus yang digunakan
oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk naik dari bumi
menuju ke sidratul muntaha.

Isra Mi'raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum
Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas
ulama, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu
antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi’raj
terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer.

Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri menolak pendapat
tersebut dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada
bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab.
Dan saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri
menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mi’raj. Tetapi tidak
ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis
kapan tanggal terjadinya Isra Mi’raj.

Kisah Isra Mi'raj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda. Dalam Isra,
Nabi Muhammad “diberangkatkan” dari Masjidil Haram menuju ke Masjidil
Aqsa. Sedangkan dalam Mi'raj Nabi Muhammad dinaikkan ke langit sampai ke
Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi di semua alam. Di
tempat tersebut Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk
menunaikan shalat lima waktu.

Bagi umat Islam, kisah isra mi'raj ini merupakan peristiwa yang
berharga, karena ketika inilah shalat lima waktu diwajibkan, dan tidak
ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha
seperti Nabi Muhammad.

Kapan terjadi Isra` dan Mi’raj?

Sebagian kaum muslimin meyakini bahwa Kisah Isra Mi'raj ini terjadi pada
tanggal 27 Rajab. Namun, para ulama dan ahli sejarah berbeda pendapat
tentang tanggal kejadian kisah ini. Ada beberapa perbedaan pendapat
mengenai penetapan waktu terjadinya Isra’ Mi’raj.

   Imam Ath Thabari berpendapat bahwa kisah Isra Mi'raj terjadi pada
    tahun tatkala Allah memuliakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
    dengan nubuwah (kenabian).
   Imam An Nawawi dan Al Qurthubi mengatakan Kisah Isra Mi'raj terjadi
    lima tahun setelah diutus sebagai rasul.
   Al Manshurfuri berpendapat, Peristiwa Isra Mi'raj tersebut terjadi
    pada malam tanggal dua puluh tujuh Bulan Rajab tahun kesepuluh kenabian.
   Ada yang berpendapat, Isra Mi'raj terjadi enam bulan sebelum hijrah,
    atau pada bulan Muharram tahun ketiga belas setelah kenabian.
   Ada yang berpendapat, Isra Mi'raj tersebut terjadi setahun dua bulan
    sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Muharram tahun ketiga belas
    setelah kenabian.
   Ada yang berpendapat, Isra Mi'raj tersebut terjadi setahun sebelum
    hijrah, atau pada bulan Rabi'ul Awal tahun ketiga belas setelah
    kenabian.

Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri mengatakan:

“Tiga pendapat pertama tentang kapan terjadinya Isra Mi'raj diatas
tertolak. Alasannya karena Khadijah radhiyallahu ‘anha meninggal dunia
pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh setelah kenabian, sementara ketika
beliau meninggal belum ada kewajiban shalat lima waktu. Juga tidak ada
perbedaan pendapat bahwa diwajibkannya shalat lima waktu adalah pada
saat peristiwa Isra Mi’raj. Sedangkan tiga pendapat lainnya, aku tidak
mengetahui mana yang lebih rajih. Namun jika dilihat dari kandungan
surat Al Isra menunjukkan bahwa peristiwa Isra Mi'raj terjadi pada
masa-masa akhir sebelum hijrah.”

Kisah Peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW

Suatu malam Nabi Muhammad SAW sedang berada di Hijr Ismail samping
Ka'bah al Musyarrafah, ketika itu beliau berbaring diantara paman
beliau, Sayyidina Hamzah dan sepupu beliau, Sayyiduna Ja'far bin Abi
Thalib, tiba-tiba Malaikat Jibril, Mikail dan Israfil menghampiri beliau
kemudian membawa beliau menuju ke sumur zamzam yang ada di masjidil
haram, sesampainya di dekat sumur, Para malaikat merebahkan tubuh Nabi
untuk dibelah dadanya dan disucikan menggunakan air zamzam.

Perlu kita ketahui bahwa penyucian ini bukan berarti bahwa hati Nabi
kotor, Tidak, justru Nabi Muhammad diciptakan oleh Allah dengan hati
yang paling suci dan mulia, hal ini dilakukan tidak lain adalah untuk
menambah kebersihan diatas kebersihan, kesucian diatas kesucian, cahaya
diatas cahaya, karena beliau akan melaksanakan suatu perjalanan dan
peristiwa maha dahsyat, yaitu berjumpa langusng dengan Allah SWT.

Malaikat Jibril mengeluarkan hati beliau lalu membasuhnya tiga kali,
Setelah itu didatangkan untuk Baginda Nabi seekor binatang Buraq lengkap
dengan pelana dan kendalinya, Buraq berwarna putih, besarnya melebihi
himar namun lebih rendah dari baghal, Ketika hendak menaikinya, Nabi
Muhammad merasa kesulitan, kemudian Jibril meletakkan tangannya pada
wajah binatang tersebut sambil berkata:

“Wahai buraq, tidakkah kamu merasa malu, demi Allah tak ada Makhluk
Allah yang menaikimu yang lebih mulia daripada beliau (Nabi Muhammad)”

Mendengar teguran Jibril tersebut, buraq merasa malu sehingga sekujur
tubuhnya gemetar dan berkeringat, setelah tenang, Nabi naik keatas
punggungnya.

Dalam peristiwa Isra Mi'raj ini, Jibril menemani Nabi dan berada
disebelah kanan beliau, sedangkan Mikail di sebelah kiri, menurut
riwayat Ibnu Sa'ad, Jibril memegang sanggur di pelana buraq, sedang
Mikail memegang tali kendali.

Di tengah perjalanan Isra, mereka berhenti di suatu tempat yang dipenuhi
pohon kurma, kemudian malaikat Jibril berkata: “Silahkan turun disini
dan sholatlah”, setelah Beliau melakukan sholat, Jibril berkata:
“Tahukah anda di mana Anda sholat sekarang ini?”, “Tidak”, jawab beliau,
Jibril berkata: “Anda telah sholat di Thoybah (Nama lain dari Madinah)
dan di tempat ini anda akan berhijrah”.

Kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan Isra, secepat kilat buraq
melangkahkan kakinya sejauh pandangan matanya, Namun tiba-tiba Jibril
berkata: “berhentilah disini dan turunlah anda serta sholatlah di tempat
ini!”, setelah Nabi melakukan sholat dan kembali ke atas buroq, Jibril
memberitahukan bahwa nabi telah sholat di Madyan, di sisi pohon dimana
dulunya Nabi Musa pernah bernaung dibawahnya dan beristirahat ketika
dikejar-kejar tentara Firaun.

Dalam perjalanan selanjutnya Nabi Muhammad singgah di Thur Sina, sebuah
lembah di Syam, tempat dimana Nabi Musa ingin berbicara dengan Allah
SWT, beliau pun sholat di tempat itu. Kemudian beliau sampai di suatu
daerah yang tampak kepada beliau istana-istana Syam, beliau turun dan
sholat disana. Kemudian Jibril memberitahukan kepada beliau dengan
berkata: “Anda telah sholat di Bait Lahm (Betlehem, Baitul Maqdis),
tempat dilahirkan Nabi Isa bin Maryam”. Di Baitul-Lahmi inipun Beliau
turun dan melakukan solat, kemudian perjalan diteruskan dan tidak lama
sampailah ke Baitul Maqdis. Di Baitul Maqdis ternyata telah berkumpul
para Nabi terdahulu, menantikan kedatangan Beliau. Di Baitul Maqdis
bersolat berjama’ah dengan para Nabi terdahulu sebagai Imam solat.

Seterusnya dalam perjalanan, Beliau menyaksikan dengan sekelompok
manusia yang bercocok tanam dan seketika dapat di tuai (dipetik)
hasilnya. Nabi pun merasa heran lalu bertanya kepada Jibril? Jibril
menjawab: Mereka adalah ibarat umat tuan yang suka menginfaqkan harta
bendanya untuk menegakkan kalimah Allah, mensyi’arkan keagungan Allah
dan beramal solih.

Kemudian dalam perjalanan seterusnya Beliau mencium bau yang sangat
menyusuk hidung, Beliau bertanya pada Jibril?

Jibril menjawab: Ini adalah bau Masyithah (Tukang gunting di istana
Fir’aun) sekeluarga yang merelakan diri mereka di ceburkan ke dalam
belanga yang berisi timah mendidih oleh Fir’aun lantaran keteguhan Iman
mereka kepada Allah dan tidak mengakui Fir’aun sebagai Tuhan.

Selanjutnya dalam perjalanan itu Beliau melihat segulongan manusia yang
memukul-mukul kepalanya sendiri sehingga hancur luluh, akan tetapi
sekejap kemudian kepalanya utuh kembali, lalu dihancurkan semula,
demikianlah seterusnya. Nabi Muhammad lalu bertanya kepada Jibril?..
Jibril menjawab: Mereka adalah perumpamaan segulongan umat tuan yang
suka melengah-lengah (mengulur-ulur) waktu sholat, sampai akhirnya habis
waktu yang di tentukan.

Selanjutnya dalam perjalanan Beliau melihat orang-orang yang memakan
kayu berduri serta batu panas yang membara dari neraka Jahannam. Lalu
Beliaupun bertanya Jibril?..Jibril menjawab: Mereka adalah perumpamaan
orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakatnya. Jelas mereka termasuk
orang yang menganiaya diri sendiri.

Selanjutnya dalam perjalanan Nabi Muhammad melihat segolongan manusia
yang masing-masingnya menghadapi dua buah mangkok, mangkok yang satu
berisi daging yang sudah dimasak dan yang satunya lagi berisi daging
mentah. Akan tetapi anehnya mereka lebih suka memakan daging yang
mentah. Bertanya Nabi Muhammad kepada Jibril?..Jibril menjawab: Mereka
adalah gambaran diantara umat yang senang berbuat zina. Mereka
sebenarnya telah mempunyai isteri yang sah, akan tetapi mereka senang
melepaskan nafsu syahwatnya dengan perempuan lain yani berzina.
Demikianlah pula yang perempuan melacurkan dirinya.

Selanjutnya dalam perjalanan Nabi menyaksikan pula ada kayu yang berduri
melintang di tengah jalan. Sesiapa yang melaluinya pasti akan ditarik
dan dikaitnya sehingga pakaian akan koyak. Nabi Muhammad bertanya kepada
Jibril? Dijawab oleh Jibril: Itulah suatu perumpamaan dari golongan umat
yang suka membuat kekacauan dan suka duduk-duduk ditepi jalan, sehingga
menggangu orang-orang yang melewati jalan itu.

Selanjutnya Nabi Muhammad menyaksikan orang-orang yang berenang dalam
sungai darah, lalu mereka di lempari dengan batu, akan tetapi kemudian
batu-batu itu mereka makan. Nabi Muhammad bertanya kepada Jibril?
Dijawab oleh Jibril: Mereka perumpamaan segolongan manusia yang suka
memakan riba dan duit haram.

Tidak lama kemudian Nabi Muhammad menyaksikan seorang lelaki yang
memikul beban (kayu), tetapi tidak kuat berjalan, anehnya beban itu
semakin bertambah dan begitulah seterusnya sehingga orang itu kepayahan
dan terseksa. Nabi Muhammad bertanya kepada Jibril?..Jawab Jibril:
Dialah gambaran orang yang suka menerima amanat orang lain tetapi tidak
mau menunaikan (menyampaikannya) kepada yang berhak.

Selanjutnya dalam perjalanan itu Nabi menyaksikan orang-orang yang
memotong lidah dan bibirnya dengan gunting besi, seketika itu utuh
kembali, namun segera pula di gunting lagi, begitulah seterusnya,
sehingga mereka merasa penderitaan yang amat berat. Nabi Muhammad
bertanya kepada Jibril?

Jibril menjawab: Mereka adalah perumpamaan dari golongan manusia yang
suka memberi nasihat kepada orang lain untuk membuat baik, tetapi ia
sendiri tidak pernah melakukan kebaikan seperti yang di nasihatkan
kepada orang lain.

Selanjutnya Nabi Muhammad menyaksikan manusia yang tengah mencakar-cakar
wajahnya dan dadanya dengan kukunya sendiri yang telah berubah menjadi
kuku tembaga. Nabi Muhammad bertanya kepada Jibril? Jawab Jibril: Mereka
adalah perumpamaan orang-orang yang suka menceritakan keaibpan
(keburukan), rahsia, kecacatan dan kejelekan orang lain, dengan
membesar-besarkannya kepada orang lain.

Selanjutnya Nabi Muhammad menyaksikan sekelompok manusia yang mempunyai
bibir seperti unta, lalu disuapkan bara kedalam mulutnya. Ini adalah
contoh bagi mereka yang memakan harta anak yatim dengan jalan salah.

Selanjutnya Nabi Muhammad menyaksikan saekor lembu besar keluar dari
lubang yang sangat sempit lalu ia berusaha untuk memasukinya kembali
tetapi tidak berjaya. Itu adalah contoh bagi mereka yang bercakap besar
dan dusta, lalu ia ingin menarik kembali percakapannya itu tetapi tidak
berpeluang lagi.

Menyaksikan sekelompok wanita yang di gantung buah dadanya sambil mereka
menjerit-jerit meminta pertolongan. Ini adalah gambaran wanita yang
menyusukan anak mereka hasil dari berzina dengan lelaki yang bukan suaminya.

Menyaksikan sekelompok wanita yang di gantung rambutnya diatas api
neraka sehingga mendidih otak di kepalanya. Ini adalah gambaran balasan
kerana mereka tidak mahu menutup aurat di kepala dari di pandang lelaki
yang bukan mahramnya.

Menyaksikan sekelompok wanita yang digantung lidahnya diatas api neraka
lalu dituangkan air panas ke dalam mulutnya. Ini adalah gambaran balasan
kerana mereka selalu menyakiti hati suaminya dan bercakap dengan suara
yang kasar serta tinggi.

Itulah sebagian riwayat-riwayat yang sering kita jumpai dalam
kitab-kitab kisah Isra’ Mi’raj, Walaupun bersumber dari keterangan yang
lemah, namun yang jelas isinya sarat akan hikmah dan peringatan agar
kita selalu berhati-hati di dalam kehidupan dunia ini.

KISAH MI'RAJ: PERJALANAN NABI DARI MASJIDIL AQSHA KE SIDRATIL MUNTAHA

Selanjutnya Malaikat Jibril menyediakan tangga Mi'raj yang diambil dari
syurga. tangga Mi’raj itu di perbuat dari emas dan perak berlapis
mutiara. Melalui tangga inilah dengan berkendaraan Buraq Nabi SAW,
bersama Malaikat Jibril lalu naik ke langit pertama yaitu langit dunia.

Ketika Jibril meminta agar dibukakan pintu, kedengaran suara bertanya:
Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril ditanya lagi: Siapakah
bersamamu? Jibril menjawab: Nabi Muhammad. Jibril ditanya lagi: Adakah
Nabi Muhammad telah diutuskan? Jibril menjawab: Ya, Beliau telah
diutuskan. Kemudian pintu langit pun dibuka, Nabi Muhammad bersama
Jibril segera masuk ke langit pertama.

DI LANGIT PERTAMA

Disini Nabi Muhammad bertemu dengan Abul-Basyar (ayahnya ummat manusia),
yaitu Nabi Adam.

فَلَمَّا فَتَحَ عَلَوْنَا السَّمَاءَ الدُّنْيَا فَإِذَا رَجُلٌ قَاعِدٌ عَلَى يَمِينِهِ أَسْوِدَةٌ وَعَلَى يَسَارِهِ
أَسْوِدَةٌ إِذَا نَظَرَ قِبَلَ يَمِينِهِ ضَحِكَ وَإِذَا نَظَرَ قِبَلَ يَسَارِهِ بَكَى فَقَالَ مَرْحَبًا بِالنَّبِيِّ
الصَّالِحِ وَالِابْنِ الصَّالِحِ قُلْتُ لِجِبْرِيلَ مَنْ هَذَا قَال هَذَا آدَمُ وَهَذِهِ الْأَسْوِدَةُ عَنْ يَمِينِهِ
وَشِمَالِهِ نَسَمُ بَنِيهِ فَأَهْلُ الْيَمِينِ مِنْهُمْ أَهْلُ الْجَنَّةِ وَالْأَسْوِدَةُ الَّتِي عَنْ شِمَالِهِ أَهْلُ
النَّارِ فَإِذَا نَظَرَ عَنْ يَمِينِهِ ضَحِكَ وَإِذَا نَظَرَ قِبَلَ شِمَالِهِ بَكَى

“Ketika dibuka, kamipun naik ke langit dunia. Ternyata di sana terdapat
seorang laki-laki sedang duduk, di sebelah kiri dan kanannya ada
kelompok orang dalam jumlah yang besar. Apabila dia melihat ke arah
kanannya, maka ia tertawa; dan apabila melihat ke arah kirinya, dia
menangis. Laki-laki itu berkata: ”Selamat datang hai Nabi yang sholeh
dan anak yang sholeh.” Aku bertanya kepada Jibril: ”Siapakah ini?”
Jibril berkata: ”Ini ialah Adam. Sedangkan kelompok yang ada di sebelah
kanan dan kirinya ialah ruh anak keturunannnya. Kelompok yang ada di
sebelah kanan ialah penghuni surga, sedangkan kelompok yang ada di
sebelah kirinya ialah penghuni neraka. Apabila ia melihat ke arah
kanannya ia tertawa, dan apabila melihat ke arah kirinya ia menangis.”
(HR Bukhari 280)

Saat itu Nabi shollallahu ’alaih wa sallam disambut oleh Nabi Adam
’alahis salam dengan ucapan: ”Selamat datang hai Nabi yang sholeh dan
anak yang sholeh.” Tampak sekali betapa gembira dan bangganya Nabi Adam
’alahis salam melihat keturunannya itu yang ditunjuk Allah ta’aala
sebagai Penghulu para Nabi dan Rasul, yaitu Rasulullah Muhammad
shollallahu ’alaih wa sallam.

Saat itu Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam melihat Nabi Adam
’alahis salam sambil duduk tertawa saat memandang ke sekumpulan orang di
arah sebelah kanannya, lalu menangis saat memandang ke sekumpulan orang
di arah sebelah kirinya. Maka ketika Nabi shollallahu ’alaih wa sallam
meminta klarifikasi Malaikat Jibril ’alahis salam mengenai kejadian aneh
tersebut, maka beliau mengatakan bahwa saat memandang ke kanan Nabi Adam
’alahis salam tertawa sebab gembira melihat anak keturunannya yang
berada di surga. Sedangkan saat beliau memandang ke kiri menangis sebab
sedih melihat anak keturunannya yang masuk neraka.

Menurut penulis kitab Fathul Baari, yaitu Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani
rahimahullah bahwa boleh jadi yang diperlihatkan kepada Nabi Adam
’alahis salam ialah kumpulan ruh anak keturunannya sebelum ditiupkan ke
dalam jasadnya masing-masing namun sudah ditetapkan terlebih dahulu oleh
Allah ta’aala bakal menjadi penghuni surga atau penghuni neraka. Itulah
yang disaksikan oleh Nabi Adam ’alahis salam sehingga ia tertawa dan
menangis. Persisnya inilah yang ditulis oleh Imam Ibnu hajar Al-Asqalani
rahimahullah: ”Ada pula kemungkinan bahwa ruh yang ditampakkan ialah ruh
yang belum masuk ke dalam jasad, di mana ruh-ruh tersebut telah
diciptakan sebelum adanya jasad dan tempatnya berada di arah kanan dan
kiri Adam ’alahis salam. Lalu Adam ’alahis salam mengetahui akhir
perjalanan ruh-ruh itu. Oleh karena itu beliau merasa gembira bila
melihat ke arah kanan dan bersedih jika melihat ke arah kiri. Dengan
demikian yang dimaksud bukanlah ruh yang ada dalam jasad atau ruh yang
telah berpisah dengan raga dan kembali ke tempatnya, baik di surga
ataupun neraka.”

Hadist di atas selaras dengan hadits lainnya di mana Nabi Muhammad
shollallahu ’alaih wa sallam menerangkan bahwa saat Allah ta’aala
tetapkan taqdir pada janin dalam rahim ibunya maka salah satu perkara
yang Allah ta’aala tetapkan berkenaan dengan apakah ujung akhir
perjalanan calon anak manusia tersebut sengsara (masuk neraka) ataukah
bahagia (masuk surga).

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ إِنَّ
أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ
ذَلِكَ ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكًا بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ فَيُكْتَبُ عَمَلُهُ وَأَجَلُهُ وَرِزْقُهُ وَشَقِيٌّ أَوْ
سَعِيدٌ ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوحُ فَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ
وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ وَإِنَّ
الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ
الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُ النَّارَ

Dari Abdullah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shollallahu ’alaih wa
sallam menceritakan kepada kami: Sesungguhnya salah seorang di antara
kamu dikumpulkan pada perut ibunya selama 40 hari, kemudian ia menjadi
segumpal darah sama seperti itu (selama 40 hari), kemudian ia menjadi
segumpal daging sama seperti itu (selama 40 hari), kemudian Allah
ta’aala mengutus malaikat kepadanya dengan membawa empat kalimat:
ditulis amalnya, ajalnya, rezekinya, apakah ia sengsara atau bahagia.
Kemudian dihembuskan kepadanya ruh. Maka sesungguhnya seseorang
melakukan amalan penghuni neraka hingga tak ada antara dirinya dan
neraka kecuali satu hasta namun tulisan telah mendahuluinya, maka ia
melakukan amalan penghuni surga lalu masuk surga. Dan sesungguhnya
seseorang melakukan amalan penghuni surga hingga tak ada antara dirinya
dan surga kecuali satu hasta namun tulisan telah mendahuluinya, maka ia
melakukan amalan penghuni neraka lalu masuk neraka. (HR Bukhari 11113)

Pertemuan Nabi Muhammad dengan Nabi Adam, di langit pertama ini
sebenarnya merupakan suatu i’tibar, apabila kita berniat akan memulakan
pekerjaan atau perjalanan, hendaklah terlebih dahulu kita datang kepada
orang tua, yakni ayah dan ibu untuk memohon do’a restu keduanya agar
pekerjaan dan perjalanan kita berbuah kesuksesan serta mendapat
keselamatan. Kemudian perjalanan di teruskan, naiklah Nabi Muhammad
bersama Jibril ke langit kedua.

DI LANGIT KEDUA

Dengan iringan penghormatan serta sambutan yang baik dari penjaga langit
kedua, masuklah Nabi Muhammad, bersama Jibril. Di langit yang kedua Nabi
Muhammad bertemu dengan Nabi ‘Isa dan Nabi Yahya. Kedua orang Nabi ini
kemudian memberikan do’a restunya untuk keselamatan Nabi Muhammad.
Kemudian naiklah Nabi Muhammad bersama Jibril ke langit yang ke tiga.

DI LANGIT KETIGA

Sebagaimana di langit pertama dan kedua, begitu juga sampai didepan
langit ketiga. Setelah selesai terjawab semua pertanyaan, di bukalah
pintunya di sertai penghormatan oleh penjaga langit itu kepada Nabi
Muhammad. Di langit yang ketiga, Nabi Muhammadbertemu dengan Nabi Yusuf,
yaitu seorang hamba Allah yang memperolehi kurnia kecantikan paras
wajahnya. Pertemuan antara Nabi Muhammad, dengan Nabi Yusuf, di langit
yang ketiga ini tidak ubahnya seperti pertemuan dua saudara. Selanjutnya
Nabi Muhammad bersama Jibril naik ke langit yang ke empat.

DI LANGIT KEEMPAT

Di sini Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Idris yang telah memperolehi
kurnia tempat yang tinggi dari Allah s.w.t. Pertemuan ini pun tak
ubahnya seperti pertemuan dua orang saudara yang telah lama berpisah.
Perjalananpun di teruskan, Nabi Muhammad bersama Jibril terus naik ke
langit yang ke lima.

DI LANGIT KELIMA

Dengan iringan penghormatan serta sambutan yang baik dari penjaga langit
kelima, masuklah Nabi Muhammad, bersama Jibril. Di langit yang kelima,
Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Harun. dengan penuh penghormatan.
Pertemuan inipun tidak ubah seperti pertemuan dua orang saudara, penuh
mesra dan saling hormat. Seterusnya Nabi Muhammad bersama Jibril naik ke
langit yang ke enam.

DI LANGIT KEENAM

Di langit ke enam ini Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Musa. Disini
Nabi Muhammad menyaksikan suatu keanehan, sebab tiba-tiba saja Nabi Musa
menangis tersedu-sedu. Apabila di tanyakan kepada Beliau..Beliaupun
menjawab: Kerana aku tidak mengira ada seorang Nabi yang di utus Allah
sesudahku, ummatnya akan lebih banyak yang masuk surga dari ummatku.
Kemudian perjalanan di teruskan ke langit ketujuh.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah telah menceritakan
tentang perjalanan Isra nya. Baginda bersabda: Nabi Musa berkulit sawo
matang dan tinggi seperti seorang lelaki dari Kabilah Syanu’ah. Manakala
Nabi Isa pula berbadan gempal, tingginya sederhana. Selain dari itu
baginda juga menceritakan tentang Malik penjaga Neraka Jahanam dan Dajjal.

DI LANGIT KE TUJUH

Di sini Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Ibrahim, disaat itu Nabi
Ibrahim sedang bersandar di Baitul Ma’mur. Nabi Muhammad di sambut
dengan baik, penuh penghormatan seperti menyambut anak sendiri. Nabi
Ibrahim sempat memberikan nasihat kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
berikut: Wahai Muhammad, aku nasehatkan agar engkau menyuruh umatmu
untuk memperbanyak tanaman surga. Nabi SAW bertanya: Apakah yang tuan
maksud dengan tanaman surga itu?. Jawab Nabi Ibrahim. Tanaman surga
ialah ucapan : LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAAHIL ‘ALIYYIL ‘ADZIIM
atau ucapan SUBHAANALLAAHI WAL HAMDULILLAAHI WALAA ILAAHA ILLALLAAHU
HUWALLAAHU AKBAR.

Perlu diketahui bahawasanya Baitul Ma’mur adalah ka'bah para Malaikat
yang setiap harinya tidak kurang dari 70,000 malaikat masuk kedalamnya
dan apabila telah keluar, tidaklah mereka mengulanginya lagi.

Tidak lama kemudian Jibril menghidangkan tiga buah gelas, masing-masing
berisi arak, air susu dan madu, supaya Nabi Muhammad memilihnya manakah
yang lebih disukainya. Beliaupun memilih air susu, lalu di minumnya.
Berkatalah Jibril: Benarlah engkau ya Muhammad. Itulah lambang kesucian
engkau. Demikian malaikat Jibril mengatakan.

NAIK KE SIDRATIL MUNTAHA

Di Sidratil Muntaha ini Nabi Muhammad menyaksikan keindahan panorama
yang tiada bandingannya dan tidak terdapat di tempat manapun apa lagi di
dunia ini. Dalam satu kesempatan di Sidratul Mutaha, Nabi Muhammad
sempat melihat, rupa Malaikat Jibril yang asli. Di sebut dalam satu
hadis yang di riwayat Bukhari dan Muslim bahawasanya Jibril mempunyai
enam ratus sayap. Selanjutnya Nabi Muhammad diajak oleh Malaikat Jibril
menyaksikan keindahan bengawan Al-Kautsar, sampai ke depan pintu gerbang
surga kemudian Beliau masuk ke surga, di dalam surga Beliau menyaksikan
hal-hal yang mengherankan, yang belum pernah Beliau saksikan sebelumnya,
juga mendengar suara-suara yang belum pernah Beliau mendengarnya, bahkan
apa saja yang menjadi kehendak hati seketika wujud. Kesemuanya itu
disaksikan oleh Nabi Muhammad di dalam surga, bahkan Beliau sempat
membaca tulisan yang terpampang di pintu surga sebagai berikut, yang
artinya:

SEDEKAH MEMPEROLEH PAHALA SEPULUH KALI LIPAT DAN MENGHUTANGI MEMPEROLEHI
PAHALA DELAPAN BELAS KALI LIPAT.

Bertanyalah Nabi Muhammad kepada Jibril: Mengapakah pahala orang yang
memberi hutang lebih besar dari pada pahala orang bersedekah?. Jibril
menjawab: Benar, sebab orang yang di beri sedekah terkadang masih
mempunyai persediaan hidup, sedangkan orang yang berhutang sudah barang
tentu dia sangat memerlukan, yakni tidak mempunyai persediaan, sedangkan
ia tidak sudi berbuat meminta-minta. Untuk kesempurnaan pengetahuan Nabi
Muhammad, diajak melihat keadaan melihat neraka, di sisi Beliau
meyaksikan bermacam-macam penyiksaan dan sebagainya. setelah menyaksikan
keadaan syurga dan neraka, kemudian Nabi Muhammad meneruskan perjalanan
naik ke Sidratul Muntaha sendirian tampa ditemani oleh Malaikat Jibril,
lantaran Jibril merasa berat untuk melangkah lebih tinggi lagi. Di
Sidratul Muntaha Beliau mendengar suara goresan pena penulis, yaitu
Qalam yang menulis hukum-hukum Allah di Lauhul-Mahfuzh.

Seterusnya Nabi Muhammad diangkat naik setingkat lagi sampai ke ‘Arasy
disinilah Nabi Muhammad menerima perintah solat yang wajib di laksanakan
oleh Nabi Muhammad dan segenap ummatnya sebanyak lima puluh kali sehari
semalam. Dan akhirnya hanya tinggal lima waktu sehari malam setelah
dinasihati oleh Nabi Musa dan diperkenankan oleh Allah.

Juga di ‘Arasy, Nabi Muhammad, menerima beberapa khushushiyyah yang
belum pernah diberikan kepada para Nabi terdahulu. Mengenai beberapa
khushushiyyah, yang disebut antara lain sebagi berikut:

Nabi Muhammad diberi oleh Allah : Surah Al-Fatihah dan akhir Surah
Al-Baqarah dari ayat AAMANAR RASUULU sampai kepada firmanNya FAN SHURNAA
‘ALAL-QAUMIL KAAFIRIIN.

Dalam Peristiwa Kisah Isra Mi'raj ini, Nabi Muhammad menerima Ilmu tentang:

1. Islam

2. Hijrah

3. Jihad

4. Sedekah

5. Puasa Ramadhan

6. Amar Ma’ruf

7. Nahi Munkar

8. Sholat

Nabi Muhammad memperoleh derajat yang tertinggi, yaitu Asma Allah di
sebutkan bersamaan dengan nama Muhammad (LAA-ILAAHA ILLALLAAHU,
MUHAMMADUR-RASUULULLAAH) di dalam azan, tasyahhud dan ibadah yang lain.

Dalam Peristiwa Isra Mi'raj ini Nabi Muhammad juga menerima gelar
HABIBULLAH dan SAYYIDUL ANBIYA' WAL MURSALIN.

Subhanallah.. Allahu Akbar..

“Maha suci Allah yang menjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari
Masjidil Haram ke Majidil Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya agar
Kami memperlihatkan kepadanya sebahagian tanda-tanda (kebesaran) Kami.
(QS. 17.Al-Isra’ :1)

“Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu
(dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di
dekat (Sidratul Muntaha) ada syurga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril)
ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya
tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan)
Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm:13-18)

Kisah Isra Mi'raj: Peristiwa Dahsyat Yang Melahirkan Teori Relativitas

Peristiwa Isra Mi'raj merupakan sebuah kejadian gaib (metafisika) yang
berada diluar nalar dan logika manusia. Hukum dan ibadah tidak musti
dibuktikan secara logika, Valid atau tidaknya kebenaran sebuah peristiwa
yang tidak bisa dinalar, bukanlah menjadi soal selagi ia diimani.

Banyak non muslim yang meragukan kebenaran peristiwa Isra` Mi`raj; “Apa
iya manusia mampu melakukan perjalanan sejauh itu hanya dalam waktu
kurang dari semalam?”

Kaum kafirpun telah menantang Rasulullah seperti diberitakan dalam Al
Quran dalam surat Al-Isra: 93.

“Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit.
Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu
turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca”. Katakanlah: “Maha Suci
Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?”

“Ketika orang-orang Quraisy tak mempercayaiku (kata Nabi Muhammad SAW),
Aku kemudian berdiri di Hijir Ismail (untuk menjawab berbagai pertanyaan
mereka). Lalu Allah menampakkan kepadaku Baitul Maqdis, Aku peroleh apa
yang kuinginkan dan kejelaskan kepada mereka tanda-tandanya,” (HR.
Bukhari dan Muslim)

Peristiwa perjalanan Isra’ Mi’raj dan teori relativitas.

Antara keduanya terdapat faktor persamaan dan perbedaan didalam proses
kejadian,

persamaan kedua kisah antara lain:

   Keduanya membahas tentang suatu perjalanan atau journey dari bumi ke
    luar angkasa kemudian kembali ke bumi
   Keduanya membahas penggunaan faktor “Speed” atau “kecepatan” cahaya
   Konsep mengenai perpisahan antara dua manusia (atau lebih) digunakan
    sebagai bahan pokok atau object pembahasan didalam kedua cerita

Dalam Kisah Isra Mi'raj, Rasulullah meninggalkan kaumnya di bumi untuk
bepergian ke ke Masjidil Aqsha lalu ke Langit ketujuh, dalam kasus teori
relativitas menceritakan tentang dua saudara kembar A dan B, dimana
saudara kembar B bepergian keluar angkasa.

Sampai disini dari hal hal tersebut diatas, kita sudah dapat mengambil
kesimpulan secara gamblang, bahwa peristiwa Isra Miraj adalah benar.
Bagaimana mungkin seorang manusia yang ummi di 15 Abad yang silam dapat
membuat sebuah cerita atau teori yang dapat dibuktikan didalam abad ke
20 dengan sedemikian detailnya. Dengan kata lain tidak mungkin
Rasulullah SAW mencontoh teori Albert Einstein yang lahir sesudahnya (?)

Teori Relativitas

Teori Relativitas membahas mengenai Struktur Ruang dan Waktu serta
mengenai hal hal yang berhubungan dengan Gravitasi. Theori relativtas
terdiri dari dua teori fisika, relativitas umum dan relativitas khusus.
Theori relativitas khusus menggambarkan perilaku ruang dan waktu dari
perspektif pengamat yang bergerak relatif terhadap satu sama lain, dan
fenomena terkait. Artikel ini hanya dibahas theori relativitas khusus
dan Efek yang disebut dilatasi waktu (dari bahasa Latin: dilatare
“tersebar”, “delay”).

Einstein merumuskan teorinya dalam sebuah persamaan mathematik:

t’ = waktu benda yang bergerak

t = waktu benda yang diam

v = kecepatan benda

c = kecepatan cahaya

Diterangkan bahwa perbandingan nilai kecepatan suatu benda dengan
kecepatan cahaya, akan berpengaruh pada keadaan benda tersebut. Semakin
dekat nilai kecepatan suatu benda (v) dengan kecepatan cahaya (c),
semakin besar pula efek yang dialaminya (t`): perlambatan waktu. Hingga
ketika kecepatan benda menyamai kecepatan cahaya (v=c), benda itu pun
sampai pada satu keadaan nol. Demikian, namun jika kecepatan benda dapat
melampaui kecepatan cahaya (v>c), keadaan pun berubah. Efek yang dialami
bukan lagi perlambatan waktu, namun sebaliknya waktu menjadi mundur (-t’).

Kisah perjalanan Si Kembar atau dilatasi waktu

Twin Paradox adalah suatu theori hasil pemikiran (Gedanken experiment
atau thought experiment) oleh Albert Einstein berbasis theori
relativitas khusus yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan para
pakar fisika. Theori tersebut secara keseluruhan menggambarkan kisah
perjalanan dua saudara kembar yang berpisah. Salah seorang dari saudara
kembar
(A) tersebut tinggal di Bumi dan saudara kembar lainnya
(si traveler(B)) terbang keluar angkasa kesebuah planet di tata surya yang
jauh dengan kecepatan cahaya dan kembali kebumi dengan kecepatan yang
sama. Setelah mereka bertemu kembali dibumi mereka menemukan fakta bahwa
umur si kembar yang mengadakan perjalanan (si traveler) lebih muda
daripada umur saudaranya
(A) yang tetap tinggal dibumi, disebabkan si
traveler mengalami phenomenon time dilation atau fenomena dilatasi waktu
dalam perjalanannya.

Time dilation (dilatasi waktu) adalah fenomena, dimana seorang Observer
disatu titik melihat, bahwa jam dari orang yang bergerak dengan cepat
menjadi lebih lambat (atau cepat), sebenarnya hal tersebut tergantung
dari frame of reference dimana dia berada. Time dilation dapat di
ketahui hanya apabila kecepatan mengarah kepada kecepatan cahaya dan
sudah dibuktin secara akurat dengan unstable subatomic particle dan
precise timing of atomic clocks.

Pembuktian teori relativitas

Studi tentang sinar kosmis merupakan satu pembuktian teori ini. Didapati
bahwa di antara partikel-partikel yang dihasilkan dari persingungan
partikel-partikel sinar kosmis yang utama dengan inti-inti atom Nitrogen
dan Oksigen di lapisan Atmosfer atas, jauh ribuan meter di atas
permukaan bumi, yaitu partikel Mu Meson (Muon), itu dapat mencapai
permukaan bumi. Padahal partikel Muon ini mempunyai paruh waktu
(half-life) sebesar dua mikro detik yang artinya dalam dua perjuta
detik, setengah dari massa Muon tersebut akan meleleh menjadi elektron.
Dan dalam jangka waktu dua perjuta detik, satu partikel yang bergerak
dengan kecepatan cahaya (± 300.000 kmdt) sekalipun paling-paling hanya
dapat mencapai jarak 600 m. padahal jarak ketinggian Atmosfer di mana
Muon terbentuk, dari permukaan bumi, adalah 20.000 m yang mana dengan
kecepatan cahaya hanya dapat dicapai dalam jangka minimal 66
mikro-detik. Lalu, bagaimana Muon dapat melewati kemustahilan itu?
Ternyata, selama bergerak dengan kecepatannya yang tinggi—mendekati
kecepatan cahaya, partikel Muon mengalami efek sebagaimana diterangkan
teori Relativitas, yaitu perlambatan waktu.

Pembuktian selanjutnya terjadi pada tahun 1971, perbedaan waktu (time
dilation) di twin paradox theori tersebut telah dibuktikan melalui
“Hafele-Keating-Experiment” dengan menggunakan 2 buah jam yang
berketepatan tinggi (High precision Cesium Atom clocks) yang di set awal
pada waktu yang sama.

Eksperimen tersebut menghasilkan perbedaan waktu pada kedua jam
tersebut, antara jam yang diletakkan di pesawat Intercontinental yang
bergerak terbang kearah timur  barat dengan jam referensi yang
diletakkan di U.S. Naval Observatory di Washington, waktu jam di pesawat
berkurangbertambah tergantung dari arah penerbangan.

Twin paradox experiment

Relativ terhadap jam di Naval Observatory, jam dipesawat berkurang waktu
59+-10 nanoseconds dalam penerbangan ketimur, dan mengalami pertambahan
waktu 273+-7 nanosecond pada penerbangan ke barat. Hasil empiris
tersebut membuktikan theori twin paradox dalam tingkatan jam macroskopik.

Dengan adanya pembuktian pembukatian tersebut, berarti Albert Einstein
dengan teori relativitasnya secara langsung atau tidak langsung telah
membuktikan bahwa kisah Al Quran tentang kisah “perjalanan Rasulullah
SAW kelangit ketujuh dan kembali dalam satu malam” adalah benar.
Terutama dalam segi dimensi WAKTU, dalam perhitungannya memungkinkan.

Salah satu aplikasi teori tersebut adalah alat GPS – Global Postioning
System di Handphone anda merupakan applikasi hasil dari teori
relativitas umum dan relativitas khusus. Dalam hal ini jam satellite di
orbit di bandingkan dengan jam di darat sebagai faktor koreksi
pengiriman signal.

Benarkah Einstein pencetus teori relativitas pertama? Di Barat sendiri
ada yang meragukan bahwa teori relativitas pertama kali ditemukan
Einstein. Sebab, Ada yang berpendapat bahwa Teori relativitas pertama
kali diungkapkan oleh Galileo Galilei dalam karyanya bertajuk Dialogue
Concerning the World’s Two Chief Systems pada tahun 1632.

Kita semua tahu bahwa Teori relativitas merupakan revolusi dari ilmu
matematika dan fisika. Sejatinya, 1.100 tahun sebelum Einstein
mencetuskan teori relativitas, ilmuwan Muslim di abad ke-9 M telah
meletakkan dasar-dasar teori relativitas. Adalah saintis dan filosof
legendaris bernama Al-Kindi yang mencetuskan teori itu.

Sesungguhnya tak mengejutkan jika ilmuwan besar sekaliber Al-Kindi telah
mencetuskan teori itu pada abad ke-9 M. Apalagi, ilmuwan kelahiran Kufah
tahun 801 M itu pasti sangat menguasai kitab suci Al Quran. Sebab, tak
diragukan lagi jika ayat-ayat Al Quran mengandung pengetahuan yang
absolut dan selalu menjadi kunci tabir misteri yang meliputi alam
semesta raya ini.

Ayat-ayat Al Quran yang begitu menakjubkan inilah yang mendorong para
saintis Muslim di era keemasan mampu meletakkan dasar-dasar sains
modern. Sayangnya, karya-karya serta pemikiran para saintis Muslim dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditutup-tutupi dengan
cara-cara yang sangat jahat.

Dalam Al-Falsafa al-Ula, ilmuwan bernama lengkap Yusuf Ibnu Ishaq
Al-Kindi itu telah mengungkapkan dasar-dasar teori relativitas.
Sayangnya, sangat sedikit umat Islam yang mengetahuinya. Sehingga, hasil
pemikiran yang brilian dari era kekhalifahan Islam itu seperti tenggelam
ditelan zaman.

Menurut Al-Kindi, fisik bumi dan seluruh fenomena fisik adalah relatif.
Relativitas, kata dia, adalah esensi dari hukum eksistensi. “Waktu,
ruang, gerakan, benda semuanya relatif dan tak absolut,” cetus Al-Kindi.
Namun, ilmuwan Barat seperti Galileo, Descartes dan Newton menganggap
semua fenomena itu sebagai sesuatu yang absolut. Hanya Einstein yang
sepaham dengan Al-Kindi.

“Waktu hanya eksis dengan gerakan; benda, dengan gerakan; gerakan,
dengan benda,” papar Al-Kindi. Selanjutnya, Al-Kindi berkata,” … jika
ada gerakan, di sana perlu benda; jika ada sebuah benda, di sana perlu
gerakan.”

Pernyataan Al-Kindi itu menegaskan bahwa seluruh fenomena fisik adalah
relatif satu sama lain. Mereka tak independen dan tak juga absolut.

Gagasan yang dilontarkan Al-Kindi itu sangat sama dengan apa yang
diungkapkan Einstein dalam teori relativitas umum.

“Sebelum teori relativitas dicetuskan, fisika klasik selalu menganggap
bahwa waktu adalah absolute,” papar Einstein dalam bukunya La Relativite.

Menurut Einstein, kenyataannya pendapat yang dilontarkan oleh Galileo,
Descartes dan Newton itu tak sesuai dengan definisi waktu yang sebenarnya.

Menurut Al-Kindi, benda, waktu, gerakan dan ruang tak hanya relatif
terhadap satu sama lain, namun juga ke obyek lainnya dan pengamat yang
memantau mereka. Pendapat Al-Kindi itu sama dengan apa yang diungkapkan
Einstein.

Dalam Al-Falsafa al-Ula, Al-Kindi mencontohkan seseorang yang melihat
sebuah obyek yang ukurannya lebih kecil atau lebih besar menurut
pergerakan vertikal antara bumi dan langit. Jika orang itu naik ke atas
langit , dia melihat pohon-pohon lebih kecil, jika dia bergerak ke bumi,
dia melihat pohon-pohon itu jadi lebih besar.

“Kita tak dapat mengatakan bahwa sesuatu itu kecil atau besar secara
absolut. Tetapi kita dapat mengatakan itu lebih kecil atau lebih besar
dalam hubungan kepada obyek yang lain,” tutur Al-Kindi.

Kesimpulan yang sama juga diungkapkan Einsten sekitar 11 abad setelah
Al-Kindi wafat.

Relativitas dalam Alquran

Alam semesta raya ini selalu diselimuti misteri. Kitab suci Alquran yang
diturunkan kepada umat manusia merupakan kuncinya. Allah SWT telah
menjanjikan bahwa Alquran merupakan petunjuk hidup bagi orang-orang yang
bertakwa. Untuk membuka selimut misteri alam semesta itu, Sang Khalik
memerintahkan agar manusia berpikir.

Inilah beberapa ayat Al Quran yang membuktikan teori relativitas itu:

“…. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun
dari tahun-tahun yang kamu hitung.” (QS: Al-Hajj:47)

“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik
kepadanya-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu
tahun menurut perhitunganmu.” (Qs: As-Sajdah:5)

“Yang datang dari Allah, yang mempunyai tempat-tempat naik.
Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari
yang kadarnya limapuluh ribu tahun.” (QS:70:3-4)

“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya.
Padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan. (Begitulah) perbuatan
Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS: An-Naml:88)

“Allah bertanya: ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka
menjawab: ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka
tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.’ Allah berfirman: ‘Kamu
tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya
mengetahui’.” (QS: 23:122-114)

Karena kebenaran Al Quran itu, konon diakhir hayatnya Einsten secara
diam-diam juga telah memeluk agama Islam.

Dalam sebuah tulisan, Einstein mengakui kebenaran Al Quran. Saat
Mengetahui Kecepatan Cahaya Sudah diperhitungkan di Dalam Al-Qur'an dan
membaca ayat tentang Isra Mi'raj, hati dan jiwanya bergetar hebat.

“Al Qur'an bukanlah buku seperti aljabar atau geometri. Namun, Alquran
adalah kumpulan aturan yang menuntun umat manusia ke jalan yang benar.
Jalan yang tak dapat ditolak para filosof besar,” ungkap Einstein.
Wallahualam…

Akhirul kalam, saya menganggap bahwa pengetahuan akan adanya dilatasi
waktu antar galaksi adalah suatu fenomena menarik bagi kaum muslimin.
Fenomena inipun banyak terjadi pada peristiwa sehari-hari dan bahkan
dipelajari oleh ilmuwan barat untuk mempelajari peristiwa di alam raya.
Dan mestinya bukanlah sesuatu yang dilarang atau berlebihan untuk lebih
memahami fenomena di jagad raya ini.

Semoga tulisan ini bisa meningkatkan ketakwaan kita dihadapan sang Pencipta.
===============================
  Kisah Isra Miraj Nabi Muhammad Saw

Kisah  Miraj Sejarah Dan Makna Serta Hikmah Isra Miraj
Isra Mi’raj merupakan dua bagian dari perjalanan yang dilakukan oleh
Muhammad SAW. dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah
satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapat perintah untuk menunaikan
salat lima waktu sehari semalam.

Isra Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Menurut
al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama
sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah
al-Manshurfuri, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10
kenabian, dan inilah yang populer.

Peristiwa Isra Mi’raj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda. Dalam
Isra, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam “diberangkatkan” oleh
Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj
Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang
merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung
dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu.

Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga,
karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi
lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini.
Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal
yang membuat Rasullullah SAW sedih.

Peristiwa tersebut hanya dianugerahkan Allah kepada baginda, Nabi Besar
Muhammad saw. Tentunya dalam perjalanan itu banyak sekali pelajaran dan
hikmah yang dapat kita petik.

Jika dalam perjalanan keluar kota saja kita dapat memetik banyak
pelajaran, bagaimana kiranya dalam perjalanan menjelajah alam semesta
yang tujuan utamanya adalah untuk bertemu dengan Allah?
Isra Miraj

   
    BERIKUT INILAH RINGKASAAN SEJARAH KISAH ISRA MI'RAJ NABI MUHAMMAD
    SAW :
   

Pada suatu malam Nabi Muhammad SAW berada di Hijir Ismail dekat Ka'bah
al Musyarrofah, saat itu beliau berbaring diantara paman beliau,
Sayyiduna Hamzah dan sepupu beliau, Sayyiduna Jakfar bin Abi Thalib,
tiba-tiba Malaikat Jibril, Mikail dan Israfil menghampiri beliau lalu
membawa beliau ke arah sumur zamzam, setibanya di sana kemudian mereka
merebahkan tubuh Rasulullah yang kemudian Jibril as membelah dada beliau
yang mulya sampai di bawah perut beliau, lalu Jibril berkata kepada Mikail:

"Datangkan kepadaku nampan dengan air zam-zam agar aku bersihkan hatinya
dan aku lapangkan dadanya".

Pembedahan menjelang Isra ini merupakan pembedahan keempat kalinya; yang
pertama ketika beliau masih menyusu pada Siti Halimah Sa’diyah, yang
kedua ketika usia baligh, yang ketiga ketika diangkat menjadi utusan
(rasul), dan keempat ketika akan diisrakan.

Kemudian Jibril AS mengeluarkan hati beliau yang mulya lalu menyucinya
tiga kali, kemudian didatangkan satu nampan emas dipenuhi hikmah dan
keimanan, kemudian dituangkan ke dalam hati beliau, maka penuhlah hati
itu dengan kesabaran, keyakinan, ilmu dan kepasrahan penuh kepada Allah,
lalu ditutup kembali oleh Jibril AS.

Dan perlu diketahui bahwa penyucian ini bukan berarti hati Nabi kotor,
tidak, justru Nabi sudah diciptakan oleh Allah dengan hati yang paling
suci dan mulya, hal ini tidak lain untuk menambah kebersihan diatas
kebersihan, kesucian diatas kesucian, dan untuk lebih memantapkan dan
menguatkan hati beliau, karena akan melakukan suatu perjalanan maha
dahsyat dan penuh hikmah serta sebagai kesiapan untuk berjumpa dengan
Allah SWT. Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi mengatakan di dalam kitab
Simtudduror:

    Mereka membaringkannya dengan hati-hati
    Lalu membelah dadanya dengan lemah lembut
    Dan mengeluarkan apa yang mereka keluarkan
    Lalu menyimpankan rahasia ilmu dan hikmah ke
    dalamnya
    “Tiada suatu kotoran menganggu
    yang dikeluarkan malaikat dari hatinya,
    Tapi mereka hanya menambahkan
    Kesucian di atas kesucian…”

Dalam syarahannya mengenai hadis Isra dan Mi’raj pada kitab At-Taajul
Jaami’lil ushuul fi ahaadiitsir rasuul, Syeikh Manshur Ali Nashif
menulis: Sesudah itu mereka (para malaikat) mendatangkan kepada
Rasululah seekor hewan putih lebih kecil dari baghal tetapi lebih besar
dari keledai, yaitu hewan buraq.

Buroq tersebut dahulunya sering dinaiki oleh para nabi sebelum Nabi
Muhammad saw. Buroq adalah hewan yang besarnya lebih tinggi dari keledai
tetapi lebih rendah dari baghal; warna kulitnya putih dan mempunyai dua
sayap yang ada di sebelah kanan dan kirinya.

Sekali lompat dapat mencapai sejauh matanya memandang; apabila turun
kedua kaki depannya memanjang, dan apabila naik kedua kaki belakangnya
memanjang, sehingga punggungnya tetap stabil. Nabi saw menaikinya lalu
terbang dengan diiringi oleh Malaikat Jibril dan Malaikat Mikail.

Mereka terus melaju, mengarungi alam ciptaan Allah SWT yang penuh
keajaiban dan hikmah dengan Inayah dan Rahmat-Nya.
Saudaraku, jika kita perhatikan dengan baik Isra Mi’raj Nabi Muhammad
saw, maka tampaklah sebuah kenyataan bahwa perjalanan itu merupakan
perjalanan menuju tempat-tempat yang berkah, menemui manusia-manusia
yang berkah dan kemudian bertemu dengan sumber segala keberkahan, yaitu
Allah yang Maha Kuasa. Secara jelas Allah mewahyukan:
Allah berfirman:

    سُبْحَانَ الَّذِيْ أَسْـرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِنَ الْمَسْــجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْـجِدِ الأَقْصى
    الَّــذِيْ بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ .
    Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
    malam dari Al Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami
    BERKAHI sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
    tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar
    lagi Maha Melihat. (Al-Isra, 17:1)

Nabi saw berangkat dari Mekah, kota yang penuh berkah, menuju Masjidil
Aqsha yang penuh berkah dan sebelumnya juga singgah di tempat-tempat
yang berkah. Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i,
Rasulullah saw bersabda:

    “Aku diberi seekor hewan yang lebih tinggi dari keledai dan lebih
    rendah dari baghal. Langkah hewan itu sejauh pandangannya. Aku
    menungganginya, dan Jibril Alaihissalam mendampingiku. Aku pun
    pergi. Di sebuah tempat Jibril berkata, “Turunlah, shalatlah di
    sini.” Aku pun turun dan shalat. Setelah itu Jibril berkata,
    “Tahukah di mana engkau tadi shalat?” Engkau tadi shalat di Thaibah
    (Madinah), di sanalah tempat hijrahmu.” (Setelah melanjutkan
    perjalanan) Jibril berkata, “Turunlah di sini dan shalatlah.” Aku
    pun melaksanakan permintaannya. Setelah itu Jibril berkata, “Tahukah
    di mana engkau tadi shalat? Engkau shalat di Thursina, di mana Allah
    ‘Azza wa Jalla berbicara kepada Musa ‘Alaihissalam.” (Setelah
    melanjutkan perjalanan) Jibril berkata, “Turunlah di sini dan
    shalatlah.” Aku pun turun dan shalat. Setelah itu Jibril berkata,
    “Tahukah di mana engkau tadi shalat? Engkau shalat di Bethlehem,
    tempat kelahiran Isa Alaihissalam.” Setelah itu aku memasuki Baitul
    Maqdis, di sana semua Nabi ‘Alaihissalam dikumpulkan untuk (bertemu
    dengan)ku. Jibril kemudian membawaku ke depan (untuk menjadi imam).
    Aku pun lalu mengimami mereka…” (HR Nasa’i)

Coba anda perhatikan, ternyata Nabi saw diajak untuk singgah di
tempat-tempat yang penuh berkah. Beliau saw singgah di Madinah, dan
shalat di sana, singgah di bukit Thursina, tempat di mana Nabi Musa as
diangkat menjadi Rasul, dan beliau shalat di sana. Kemudian beliau
singgah di Bethlehem, tempat kelahiran Nabi Isa as, dan shalat di sana.
Perjalanan ini berawal dari Makkah di mana terdapat Kabah yang DIBERKAHI
dan merupakan pusat ibadah umat islam.

Ia merupakan rumah pertama yang dibangun di muka bumi. Usia kabah setara
dengan usia bumi ini. Allah mewahyukan:

    “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah)
    manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang DIBERKAHI dan
    menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (Ali Imran, 3:96)

Siapapun yang berkunjung ke sana akan mendapatkan banyak manfaat, ia
akan bertemu manusia dari segala bangsa, mendapat percikan cahaya iman
mereka, dapat pula memperoleh keuntungan duniawi, memberikan rasa aman
(3:97), dan pahala ibadah yang kita lakukan di sekitar kabah berlipat
ganda dibandingkan di tempat lain.

Persinggahan Isra’ Rasulullah diantaranya adalah Thaibah yakni Kota
Madinah yang memiliki banyak keberkahan. Kota inilah pelabuhan hijrah
Nabi Muhammad saw beserta para sahabat. Dari kota inilah cahaya Islam
menyebar ke seluruh penjuru dunia. Dari sekian banyak keberkahan,
keberkahan terbesar Madinah adalah bersemayamnya Nabi Muhammad saw di sana.

Tidak ada tanah yang lebih mulia dari tanah yang di dalamnya terdapat
tubuh manusai yang paling bertakwa, yang paling mulia, yang paling
dicintai Allah yaitu baginda Rasulullah saw. Ingatkah Anda ketika pemuda
Anshar kurang puas dengan pembagian hasil perang, di mana Nabi saw lebih
banyak memberi warga Mekah yang baru memeluk Islam untuk menarik hati
mereka?

Apa sabda Nabi saw kepada Anshar, warga Madinah, coba Anda simak:

    “Tidak senangkah kalian, jika mereka pulang ke rumahnya membawa
    harta rampasan perang, sedangkan kalian pulang membawa Rasulullah
    saw ke rumah-rumah kalian? Andaikata kaum anshar melewati sebuah
    lembah atau lereng, maka aku akan melewati lembah atau lereng yang
    dilewati Anshar.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Ahmad)

    Dalam kesempatan lain baginda Muhammad saw bersabda:
    “Barangsiapa mampu untuk meninggal dunia di kota Madinah, maka
    hendaknya dia lakukan hal itu, sebab aku akan memberikan syafaat
    kepada orang yang meninggal di Madinah. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah
    dan Ahmad)

Karena itulah para ulama dan segenap umat Islam dari zaman ke zaman
memuliakan kota Madinah dan mengharapkan keberkahannya. Imam Syafi’i
bercerita: Didepan pintu rumah Imam Malik kulihat tertambat seekor kuda
Mesir yang sangat indah. Aku belum pernah melihat kuda sebaik itu.
“Betapa indah kuda itu,” ucapku kepada beliau. “Wahai Abu Abdillah,
kuhadiahkan kuda itu kepadamu.”
“Simpanlah seekor hewan sebagai tungganganmu,” ujarku.
“Aku malu kepada Allah untuk menginjak tanah yang di dalamnya terdapat
Nabi Muhammad saw dengan kaki hewan tungganganku,” jawab imam Malik ra.
Kemudian beliau saw singgah di bukit Thursina ini yang mana
keberkahannya tertulis di dalam Al Quran, Allah mewahyukan:

    “Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari
    (arah) pinggir LEMBAH YANG DIBERKAHI, dari sebatang pohon kayu,
    yaitu: “Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam.”
    (Al-Qashash, 28: 30)

Kemudian persinggahan Isra berikutny adalah Bethlehem tempat dimana
Nabiyallah Isa as dilahirkan. Dimana pun Nabi Isa as berada, senantiasa
membawa keberkahan bagi penduduk sekitarnya. Nabi Isa sendiri telah
menyatakan bahwa diri beliau diberkati, Allah mewahyukan:

    “Dan DIA menjadikan Aku seorang yang DIBERKATI di mana pun aku
    berada.” (Maryam, 19:31)

Ketika menjelaskan ayat ini, Syeikh Abdulqadir Al-Jailani ra berkata: Di
antara keberkahan Nabi Isa as adalah berbuahnya pohon kurma untuk ibu
beliau Ash-Shiddiqiyyah Maryam as. Kemudian, munculnya air dari bawah
pohon kurma itu. Kejadian ini tiada lain adalah di Bethlehem tempat di
mana Nabi Isa as dilahirkan.

Allah Azza Wa jalla mewahyukan:

    Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu
    bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di
    bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya
    pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka
    makan, minum dan bersenang hatilah kamu.” (Maryam, 19:24-26)

Setelah singgah di tempat-tempat yang berkah, barulah Nabi saw berangkat
menuju Masjidil Aqsha yang disekelilingnya diberkati Allah.
Para ulama menjelaskan bahwa daerah sekitar masjidil Aqsha dikatakan
berkah karena dua hal, pertama adalah karena tanahnya subur dan kaya
akan hasil bumi. Kedua, karena begitu banyak Nabi dan orang-orang saleh
yang dimakamkan di sana.

Saudaraku, kita semua tahu, bahwa inti Isra Mi’raj adalah pertemuan Nabi
Muhammad dengan Allah. Pertanyaannya, mengapa sebelum pertemuan itu
Allah memerintahkan Nabi saw untuk singgah di tempat-tempat yang
bersejarah tersebut? Semua itu tiada lain adalah sebuah bentuk
pembelajaran.

Allah ingin memberitahukan kepada kita bahwa napak tilas para Nabi,
rasul dan kaum sholihin adalah tempat-tempat yang mulia, kita tidak
boleh melupakannya begitu saja. Di sana terdapat banyak keberkahan yang
dapat kita peroleh. Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw dalam
Isra Mi’raj di atas, maka seyogyanya kita juga melakukan perjalanan
ibadah ke tempat-tempat bersejarah Islam, napak tilas para Nabi dan kaum
sholihin. Semoga sunnah Nabi saw ini dapat kita amalkan dalam kehidupan
sehari-hari.

Demikianlah perjalanan ditempuh oleh beliau SAW dengan ditemani Jibril
dan Mikail, begitu banyak keajaiban dan hikmah yang beliau temui dalam
perjalanan itu sampai akhirnya beliau berhenti di Baitul Maqdis (Masjid
al Aqsho). Beliau turun dari Buraq lalu mengikatnya pada salah satu sisi
pintu masjid, yakni tempat dimana biasanya Para Nabi mengikat buraq di
sana.

Kemudian beliau masuk ke dalam masjid bersama Jibril AS, masing-masing
sholat dua rakaat. Setelah itu sekejab mata tiba-tiba masjid sudah penuh
dengan sekelompok manusia, ternyata mereka adalah para Nabi yang diutus
oleh Allah SWT.

Diantara jamaah para nabi tersebut Nabi saw melihat Nabi Musa as sedang
shalat, yang ternyata ia berbadan kurus dan berambut keriting,
seakan-akan seseorang dari kalangan Bani Syanu’ah. Beliau pun melihat
Nabi Isa Ibnu Maryam as sedang shalat, orang yang paling mirip dengannya
ialah ‘Urwah ibnu Mas’ud Ats-Tsaqafi.

Beliau juga melihat Nabi Ibrahim as sedang shalat dan orang yang paling
mirip dengannya ialah beliau sendiri. Kemudian dikumandangkan adzan dan
iqamah, lantas mereka berdiri bershof-shof menunggu siapakah yang akan
mengimami mereka, kemudian Jibril AS memegang tangan Rasulullah SAW lalu
menyuruh beliau untuk maju, kemudian mereka semua sholat dua rakaat
dengan Rasulullah sebagai imam. Hal ini mengisyaratkan bahwa Nabi
Muhammad saw lebih utama dan lebih mulia daripada mereka di sisi Allah.
Beliaulah Imam (Pemimpin) para Anbiya' dan Mursalin. Ketika beliau saw
selesai dari shalat, tiba-tiba ada seseorang mengatakan, “Hai Muhammad,
ini adalah Malaikat malik penjaga pintu neraka, ucapkanlah salam
kepadanya”. Aku menoleh dan ternyata dialah yang memulai bersalam kepadaku.

Kemudian setelah beliau menyempurnakan segalanya, -- Syeikh Manshur
menjelaskan – lalu dipasang untuk beliau Mi’raj, yaitu berupa tangga
yang memiliki tingkatan-tingkatan sesuai dengan jumlah lapisan langit.
Barangsiapa yang menaiki satu derajat dari Mi’raj itu, maka Mi’raj akan
membawanya naik ke tingkatan yang selanjutnya lebih cepat dari sekejap
mata sampai akhirnya beliau SAW berjumpa dengan Allah dan berbicara
dengan Nya, yang intinya adalah beliau dan umat ini mendapat perintah
sholat lima waktu.

Sungguh merupakan nikmat dan anugerah yang luar biasa bagi umat ini, di
mana Allah SWT memanggil Nabi-Nya secara langsung untuk memberikan dan
menentukan perintah ibadah yang sangat mulya ini. Cukup kiranya hal ini
sebagai kemulyaan ibadah sholat. Sebab ibadah lainnya diperintah hanya
dengan turunnya wahyu kepada beliau, namun tidak dengan ibadah sholat,
Allah memanggil Hamba yang paling dicintainya yakni Nabi Muhammad SAW ke
hadirat Nya untuk menerima perintah ini.

Ketika beliau dan Jibril sampai di depan pintu langit dunia (langit
pertama), ternyata disana berdiri malaikat yang bernama Ismail, malaikat
ini tidak pernah naik ke langit atasnya dan tidak pernah pula turun ke
bumi kecuali disaat wafatnya Rasulullah SAW, dia memimpin 70 ribu
tentara dari malaikat, yang masing-masing malaikat ini membawahi 70 ribu
malaikat pula.

Jibril meminta izin agar pintu langit pertama dibuka, maka malaikat yang
menjaga bertanya:
"Siapakah ini?"
Jibril menjawab: "Aku Jibril."
Malaikat itu bertanya lagi: "Siapakah yang bersamamu?"
Jibril menjawab: "Muhammad saw."
Malaikat bertanya lagi: "Apakah beliau telah diutus (diperintah)?"
Jibril menjawab: "Benar".
Setelah mengetahui kedatangan Rasulullah malaikat yang bermukim disana
menyambut dan memuji beliau dengan berkata:
"Selamat datang, semoga keselamatan menyertai anda wahai saudara dan
pemimpin, andalah sebaik-baik saudara dan pemimpin serta paling utamanya
makhluk yang datang".
Fahamlah kita dari ucapan ini, tidak ada satupun makhluk yang lebih
mulia menginjak langit pertama melebihi Sayyidina Muahmmad shallallahu
'alaihi wasallam
Maka dibukalah pintu langit dunia ini".
Setelah memasukinya beliau bertemu Nabi Adam dengan bentuk dan postur
sebagaimana pertama kali Allah menciptakannya. Nabi saw bersalam
kepadanya, Nabi Adam menjawab salam beliau seraya berkata:
"Selamat datang wahai anakku yang sholeh dan nabi yang sholeh".
Di kedua sisi Nabi Adam terdapat dua kelompok, jika melihat ke arah
kanannya, beliau tersenyum dan berseri-seri, tapi jika memandang
kelompok di sebelah kirinya, beliau menangis dan bersedih.

Kemudian Jibril AS menjelaskan kepada Rasulullah, bahwa kelompok
disebelah kanan Nabi Adam adalah anak cucunya yang bakal menjadi
penghuni surga sedang yang di kirinya adalah calon penghuni neraka.
Kemudian beliau naik ke langit kedua, seperti sebelumnya malaikat
penjaga bertanya seperti pertanyaan di langit pertama.

Akhirnya disambut kedatangan beliau SAW dan Jibril AS seperti sambutan
sebelumnya. Di langit ini beliau berjumpa Nabi Isa bin Maryam dan Nabi
Yahya bin Zakariya, keduanya hampir serupa baju dan gaya rambutnya.
Nabi saw menyifati Nabi Isa bahwa dia berpostur sedang, putih
kemerah-merahan warna kulitnya, rambutnya lepas terurai seakan-akan baru
keluar dari hammam, karena kebersihan tubuhnya.
Nabi bersalam kepada keduanya, dan dijawab salam beliau disertai
sambutan: "Selamat datang wahai saudaraku yang sholeh dan nabi yang
sholeh".

Kemudian tiba saatnya beliau melanjutkan ke langit ketiga, setelah
disambut baik oleh para malaikat, beliau berjumpa dengan Nabi Yusuf bin
Ya'kub. Beliau bersalam kepadanya dan dibalas dengan salam yang sama
seperti salamnya Nabi Isa.

Nabi berkomentar: "Sungguh dia telah diberikan separuh ketampanan".
Dalam riwayat lain, beliau bersabda: "Dialah paling indahnya manusia
yang diciptakan Allah, dia telah mengungguli ketampanan manusia lain
ibarat cahaya bulan purnama mengalahkan cahaya seluruh bintang".

Ketika tiba di langit keempat, beliau berjumpa Nabi Idris AS. Kembali
beliau mendapat jawaban salam dan doa yang sama seperti Nabi-Nabi
sebelumnya.
Di langit kelima, beliau berjumpa Nabi Harun bin ‘Imran AS, separuh
janggutnya hitam dan seperuhnya lagi putih (karena uban), lebat dan
panjang.

Pada tahapan langit keenam inilah beliau berjumpa dengan Nabi Musa AS,
seorang nabi dengan postur tubuh tinggi, putih kemerah-merahan kulit
beliau. Nabi saw bersalam kepadanya dan dijawab oleh beliau disertai
dengan doa. Setelah itu Nabi Musa berkata: "Manusia mengaku bahwa aku
adalah paling mulyanya manusia di sisi Allah, padahal dia (Rasulullah
saw) lebih mulya di sisi Allah daripada aku".
Setelah Rasulullah melewati Nabi Musa, beliau menangis. Kemudian ditanya
akan hal tersebut. Beliau menjawab: "Aku menangis karena seorang pemuda
yang diutus jauh setelah aku, tapi umatnya lebih banyak masuk surga
daripada umatku".

Kemudian Rasulullah saw memasuki langit ketujuh, di sana beliau berjumpa
Nabi Ibrahim AS sedang duduk di atas kursi dari emas di sisi pintu surga
sambil menyandarkan punggungnya pada Baitul Makmur.

Setelah Rasulullah bersalam dan dijawab dengan salam dan doa serta
sambutan yang baik, Nabi Ibrahim berpesan: "Perintahkanlah umatmu untuk
banyak menanam tanaman surga, sungguh tanah surga sangat baik dan sangat
luas". Rasulullah bertanya: "Apakah tanaman surga itu?", Nabi Ibrahim
menjawab: "(Dzikir) Laa haula wa laa quwwata illa billahil ‘aliyyil
‘adziim".

Dalam riwayat lain beliau berkata:
"Sampaikan salamku kepada umatmu, beritakanlah kepada mereka bahwa surga
sungguh sangat indah tanahnya, tawar airnya dan tanaman surgawi adalah
Subhanallah wal hamdu lillah wa laa ilaaha illallah wallahu akbar".

lantas Rasul berkata setelah itu aku di naikkan ke Baitul Ma’mur yang
tempatnya tepat berada diatas Ka’bah, lantas aku berkata pada Jibril,
“apa ini wahai Jibril?”
Jibril berkata :
“ini Baitul Ma’mur, 70 ribu malaikat shalat setiap harinya dan keluar
dari Baitul Ma’mur 70 ribu dan tidak pernah kembali lagi terus keluar 70
ribu tepat diatas ka’bah al Musyarrafah tempatnya”

Hadirin hadirat lantas Rasul saw dinaikan lagi sampai mendengar lauhul
mahfud (ketentuan takdir) sampai ia mendengar yaitu keputusan-keputusan
Allah swt lantas setelah itu diperintah untuk menghadap langsung kepada
Allah swt, Jibril berhenti tidak meneruskan menemani lagi, karena dalam
riwayat yang lainya Jibril berkata: “aku tidak mampu terus menghadap
kepada Allah karena tidak diizinkan untuk menghadap, hanya engkau yang
diizinkan untuk menghadap, kalau aku naik aku akan hancur terbakar
dengan cahaya hijab, dari hijabnya Allah swt, cahaya dari 70 ribu tabir
cahaya yang menutupi makhluk dengan Al Khaliq, jika sampai aku ke hijab
itu aku akan terbakar” kata Jibril.

70 ribu tabir terbuka untuk Sayyidina Muhammad saw, saat itulah beliau
berjumpa dengan Allah subhanahu wata'ala, dan Allah subhanahu wata'ala
telah berfirman :
“Saat itu sangat dekat dia dengan Allah subhanahu wata'ala” (QS Annajm 8-9)

Diantara sekian banyak rahasia didalam mi’raj diantaranya adalah ucapan
para penyair bahwa ketika Nabi Musa a.s menghadap Allah Swt di Bukit
Tursina, maka disaat itu diperintahkan kepada Musa:
“lepas kedua sandal mu wahai Musa kau berada di lembah yang suci” (QS
Thaahaa 12)

Maka disaat Rasulullah saw Mi’raj naik ke hadhratullah tidak diperintah
membuka kedua sandalnya, maka berkata para penyair dalam syairnya
manakah yang lebih mulia sandal atau Jibril as, jibril tidak bisa naik
kehadhratullah tapi sandalnya Rasulullah naik ke hadhratullah swt, tentu
jibril as lebih mulia dari sandal, sandal hanya terbuat dari kulit
kambing tapi karena sandal terikat dengan kaki Sayyidina Muhammad saw
walaupun terbuat dari kulit kambing karena terikat dengan kaki
Rasulullah saw, demikian pakaian Rasulullah saw naik ke hadirat Allah
swt, tidak diperintah membuka kedua sandalnya sebagai tanda bahwa
orang-orang yang terikat hatinya dengan Rasulullah saw sangat dekat
dengan Allah swt, Allah tidak perintahkan semua yang bersama Rasul untuk
berpisah, bahkan sandalnya pun tidak diperintahkan dibuka menunjukkan
lebih lagi hatinya yang terikat cinta pada Sayyidina Muhammad saw,
mereka mendapatkan rahasia kemuliaan isra’ wal mi’raj, seluruh ummat
beliau buktinya, saat kita shalat kita mengulang kembali kalimat
percakapan Allah dengan Nabi Muhammad saw: yaitu : attahiyyatul
Mubaarakaatu….dst.

kalimat itu kalimat percakapan antara Allah dan Nabi Muhammad saw, kau
ucapkan didalam shalat, setiap shalat kita mengucapkannya, rahasia
kemuliyaan isra’ wal mi’raj tumpah pada kita 5 kali setiap harinya,
ingin lebih lakukan lagi, ada shalat dhuha, ada shalat witir, ada shalat
tahajjud, ada shalat shalat lainnya.
Diriwayatkah didalam Assyifa oleh Hujjatul Islam Al Qadhi’iyad rah.
bahwa di saat itu Rasul shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan :
“Saat aku naik menuju Mi’raj aku melihat dilangit itu para malaikat
gemuruh dengan dzikir dan tasbih dan warna dan bentuk yang belum pernah
aku lihat di permukaan bumi ada warna seperti itu dan bentuk seperti itu
dan kulihat hamparan surga itu bentangan tanahnya adalah Misk yang di
keringkan, minyak wangi yang mengering dari indahnya di campur dengan
berlian dan juga mutiara dan kemudian aku sampai ketika menembus
Muntahal khalai’iq (batas akhir seluruh Makhluk) tidak lagi kudengar
satu suarapun, sepi dan senyap, tidak ada lagi bentuk dan warna warni
dan saat itu akupun mendengar satu suara:

“mendekat mendekat wahai Muhammad, tenangkan dirimu dari ketakutanmu
wahai Muhammad”
maka beliau pun bersujud lalu berkata: Attahiyyatul
Mubaarakaatusshalawaatutthayyibaatu lillah“
(Rahasia keluhuran, kebahagiaan, kemuliaan, keberkahan, milik Allah dan
untuk Allah subhanahu wata'ala)

Maka aku mendengar jawaban ucapan Rasul : Assalaamu alaika
ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh”, (Salam sejahtera wahai Nabi
dan Rahmatnya Allah, dan keberkahannya)
Maka aku menjawab : “Assalaamu alaina, wa alaa ibaadillahisshaalihiin”
(Salam sejahtera bagi kami (yaitu aku dan ummatku), dan hamba hamba yg
shalih (yaitu para nabi dan malaikat)

Beliau tidak mau mengambil rahasia salam sejahtera dari Allah sendiri,
tapi ingin menyertakan Ummat Beliau shallallahu 'alaihi wasallam dengan
ucapan :
“salam sejahtera untuk kami dan para hamba Allah yang Shaleh yaitu para
malaikat dan para Rasul dan Nabi”
Demikian sebagian ulama menjelaskan.
Saudaraku, maka di wajibkannya 50 waktu shalat, lantas beliau turun
berjumpa dengan Nabiyallah Musa As,
“apa yang dikatakan Tuhanmu?”
“aku di berikan hadiah untuk membawa shalat 50 waktu”
“baliklah..!, bani Israil tidak mampu melakukan 50 waktu apalagi
ummatmu, Ummatmu lebih pendek usianya, lebih lemah, lebih tidak berdaya,
balik lagi minta kekurangan”
Maka Rasulullah saw kembali, ketika meminta kekurangan seraya berkata :
“Wahai Allah sungguh Ummatku sudah sangat lemah dibanding ummat-ummat
sebelumnya” Maka Allah subhanahu wata'ala menguranginya 10 menjadi 40 waktu,
Dia turun pada Nabiyallah Musa, Musa a.s berkata :
“apa yang kau dapat, di kurangi berapa?”
Rasul saw menjawab : “sepuluh”
“kembalilah lagi, 40 waktu tidak mampu ummatmu, minta dikurangi lagi,
minta keringanan”
Maka Nabi saw balik lagi pada Allah, dikurangkan lagi 10 hingga demikian
sampai 5 waktu yaitu beliau bulak balik demi minta keringanan.

Didalam salah satu riwayat Nabiyallah Musa a.s itu ketika beliau a.s
mendengar firman Allah Swt di bukit Tursina, setelahnya ia turun dari
bukit tersebut sambil menutup telingannya dari semua suara benda dan
hewan karena ia tidak tahan mendengar buruknya suara benda dan hewan
karena ia telah mendengar suara yang sangat begitu lembut dan indah
mewakili firmannya Allah Swt hingga ia tidak kuat mendengar suara air,
suara burung, suara manusia, suara hewan yang semuanya menyakiti telinga
Musa a.s. Hal itu terjadi pada Nabiyallah Musa a.s di dunia. cahaya
terang pun terlihat diwajah Nabiyallah Musa yang dilihat oleh istri dan
anak-anaknya hingga mereka berkata, “Demikian terang benderang wajahmu.”
Nabiyallah Musa As berkata : “Aku tadi mendapat firman Allah Swt.” maka
ketika di malam isra’ wal mi’raj Nabi Musa a.s melihat wajah Rasulullah
Saw sesaat setelah kembali dari hadapan Allah Swt dengan wajah yang
terang benderang bias dari cahaya Rabbul’alamin swt, Nabiyallah Musa a.s
bahkan mencari alasan supaya Muhammad kembali lagi ke atas supaya bisa
balik lagi, jumpa lagi, melihat lagi cahaya keindahan Allah, wajah
Beliau bagaikan cermin yang mencerminkan cahaya keagungan Ilahi, balik
lagi keatas, balik lagi hingga berkali kali Nabi Musa a. bisa menikmati
bias dari cahaya keindahan Rabbul’alamin yang terlihat di wajah
Sayyidina Muhammad Saw dan setelah itu Nabiyallah Musa pun ketika Rasul
berkata :
“sudah cukup 5 waktu tadi sudah di beri pahala 50 waktu oleh Allah
subhanahu wata'ala”
”Kembali lagi”
Rasul berkata : “aku sudah malu, karna Allah Swt sudah berfirman : “ Aku
sudah lewatkan dan sudah jalankan fardhu Ku untuk hamba-hamba Ku”(Shahih
Bukhari)

Yaitu Allah Swt telah menentukannya dan tidak lagi merubahnya 5 waktu,
Allah Maha tahu shalat itu 5 waktu bukan 50 waktu, namun Allah ingin
memberi isyarat kepada sang Nabi dan kepada ummat beliau yaitu kita
berapa besarnya rindu kita kepada Allah Swt, berapa besarnya rindu Allah
pada kita, Allah meminta 50 kali kita menghadap, kita 5 kali saja ada
yang masih malas dan keberatan, berapa cinta Allah kepada kita, berapa
cinta kita kepada Allah, Allah minta 50 kali, karena kita lemah kita
diberi 5 kali tapi sama dengan 50 waktu seakan akan 50 kali menghadap
Allah, inilah cinta nya Rabbul’alamin kepada hamba-Nya.

Rasul saw kembali membawakan kepada kita hadiah Ilahiyah berupa 5 waktu
yang mulya, 5 waktu suci untuk menghadap Ilahi, jiwa dengan jiwa, ruh
dengan ruh.

Walaupun jasad kita di bumi tapi ruh dan jiwa kita dan sanubari kita
saat mulai takbiratul ihram hingga salam saat itu terbuka hijab antara
hamba dengan Allah swt, sebagaimana hadits Rasul saw: “Barang siapa yang
melakukan shalat sungguh ia sedang berbicara dan bercakap cakap dan
menghadap Allah subhanahu wata'ala

    Mendapat Mandat Shalat 5 waktu

Agaknya yang lebih wajar untuk dipertanyakan, bukannya bagaimana Isra’
Mi’raj, tetapi mengapa Isra’ Mi’raj terjadi? Jawaban pertanyaan ini
sebagaimana kita lihat pada ayat 78 surat al-lsra’, Mi’raj itu untuk
menerima mandat melaksanakan shalat Lima waktu. Jadi, shalat inilah yang
menjadi inti peristiwa Isra’Mi’raj tersebut.

Shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan antara seorang hamba
dengan Allah. Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi keseimbangan
tatanan masyarakat yang egaliter, beradab, dan penuh kedamaian. Makanya
tidak berlebihan apabila Alexis Carrel menyatakan : “Apabila pengabdian,
sholat dan do’a yang tulus kepada Sang Maha pencipta disingkirkan dari
tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti kita telah
menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut“. Perlu
diketahui bahwa A. Carrel bukanlah orang yang memiliki latar belakang
pendidikan agama, tetapi dia adalah seorang dokter dan pakar Humaniora
yang telah dua kali menerima nobel atas hasil penelitiannya terhadap
jantung burung gereja dan pencangkokannya. Tanpa pendapat Carrel pun,
Al–Qur’an 15 abad yang lalu telah menyatakan bahwa shalat yang dilakukan
dengan khusu’ akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, sehingga
tercipta tatanan masyarakat yang harmonis, egaliter, dan beretika.

    Hikmah Isra Mi’raj Nabi Besar Muhammad SAW

Perintah sholat dalam perjalanan isra dan mi’raj Nabi Muhammad SAW,
kemudian menjadi ibadah wajib bagi setiap umat Islam dan memiliki
keistimewaan tersendiri dibandingkan ibadah-ibadah wajib lainnya.
Sehingga, dalam konteks spiritual-imaniah maupun perspektif
rasional-ilmiah, Isra’ Mi’raj merupakan kajian yang tak kunjung kering
inspirasi dan hikmahnya bagi kehidupan umat beragama (Islam).

Bersandar pada alasan inilah, Imam Al-Qusyairi yang lahir pada 376
Hijriyah, melalui buku yang berjudul asli ‘Kitab al-Mikraj’ ini,
berupaya memberikan peta yang cukup komprehensif seputar kisah dan
hikmah dari perjalanan agung Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, beserta
telaahnya. Dengan menggunakan sumber primer, berupa ayat-ayat Al-Quran
dan hadist-hadits shahih, Imam al-Qusyairi dengan cukup gamblang
menuturkan peristiwa fenomenal yang dialami Nabi itu dengan runtut.

Selain itu, buku ini juga mencoba mengajak pembaca untuk menyimak dengan
begitu detail dan mendalam kisah sakral Rasulullah SAW, serta rahasia di
balik peristiwa luar biasa ini, termasuk mengenai mengapa mikraj di
malam hari? Mengapa harus menembus langit? Apakah Allah berada di atas?
Mukjizatkah mikraj itu hingga tak bisa dialami orang lain? Ataukah ia
semacam wisata ruhani Rasulullah yang patut kita teladani?

Bagaimana dengan mikraj para Nabi yang lain dan para wali? Bagaimana
dengan mikraj kita sebagai muslim? Serta apa hikmahnya bagi kehidupan
kita? Semua dibahas secara gamblang dalam buku ini.

Dalam pengertiannya, Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan suci, dan bukan
sekadar perjalanan “wisata” biasa bagi Rasul. Sehingga peristiwa ini
menjadi perjalanan bersejarah yang akan menjadi titik balik dari
kebangkitan dakwah Rasulullah SAW. John Renerd dalam buku ”In the
Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience,” seperti
pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Mi’raj adalah satu
dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW,
selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra Mi’raj, menurutnya,
benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan
dunia spiritual.

Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi
permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang
menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj
menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta
(al-Khalik). Isra Mi’raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani
(insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah
perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.

Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf.
Sedangkan menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari
peristiwa Isra Mi’raj yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa” dengan
Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, “Attahiyatul
mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah”; “Segala penghormatan,
kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja”. Allah SWT pun
berfirman, “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”.

Mendengar percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan dua
kalimah syahadat. Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudian bacaan
ini diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat.

Selain itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’
(1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW
saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan
umat islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah mi’raj-nya
orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada
beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.

Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan
kesabaran yang dalam. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah
berupa perjalanan Isra Mi’raj dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat
menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan
merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat
indah dalam salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi “Jadikanlah sabar
dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu
sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu)
orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa
mereka akan kembali kepada-Nya.”

Mengacu pada berbagai aspek diatas, buku setebal 178 halaman ini
setidaknya sangat menarik, karena selain memberikan bingkai yang cukup
lengkap tentang peristiwa Isra’ mikraj Nabi saw, tetapi juga memuat
mi’rajnya beberapa Nabi yang lain serta beberapa wali. Kemudian
kelebihan lain dalam buku ini adalah dipaparkan juga mengenai kisah
Mikrajnya Abu Yazid al-Bisthami. Mikraj bagi ulama kenamaan ini
merupakan rujukan bagi kondisi, kedudukan, dan perjalanan ruhaninya
menuju Allah.

Ia menggambarkan rambu-rambu jalan menuju Allah, kejujuran dan ketulusan
niat menempuh perjalanan spiritual, serta keharusan melepaskan diri dari
segala sesuatu selain Allah. Maka, sampai pada satu kesimpulan, bahwa
jika perjalanan hijrah menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin,
atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas
kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi “puncak” perjalanan seorang
hamba menuju kesempurnaan ruhani.

    Peristiwa Isra’ Mi’raj sangat fenomenal dari segi sejarah,

karena sebelumnya tak pernah terjadi pada manusia. Sebelum Nabi Muhammad
memang pernah terjadi pada benda. Benda tersebut bisa berpindah tempat
dari satu tempat ke tempat yang jauh dalam orde sepersekian detik saja.
Itulah peristiwa berpindahnya singgasana Ratu Balqis dari Kerajaan Saba
ke Kerajaan Nabi Sulaiman. Waktu itu Nabi Sulaiman bertanya kepada para
stafnya yang ketika itu memang sengaja dikumpulkan olehnya. Nabi
Sulaiman mengatakan kepada para stafnya untuk melakukan suatu kejutan
terhadap Ratu Balqis yang ketika itu sedang menuju ke kerajaan Nabi
Sulaiman. Ternyata Nabi Sulaiman ingin memindahkan singgasana Ratu
Balqis ke kerajaannya. Nabi Sulaiman bertanya kepada para stafnya siapa
yang bisa melakukan hal tersebut.

Yang mengajukan diri pertama kali adalah Jin Ifrit. Ditanya oleh Nabi
Sulaiman berapa lama ia bisa memindahkannya. Dijawab oleh Jin Ifrit
bahwa ia bisa melakukannya sebelum Nabi Sulaiman berdiri dari tempat
duduknya dijamin singgasana itu sudah sampai di hadapannya. Tentunya hal
ini sangat cepat, tapi ternyata Nabi Sulaiman belum puas akan hal tersebut.

Kemudian Nabi Sulaiman bertanya lagi kepada para stafnya siapa yang bisa
lebih cepat melakukan hal tersebut. Yang mengajukan diri kemudian
ternyata adalah seorang manusia, yaitu manusia yang menguasai ilmu dari
al-Kitab. Orang itu kemudian ditanya oleh Nabi Sulaiman berapa lama ia
bisa melakukannya. Dijawab oleh orang itu bahwa ia bisa melakukannya
sebelum Nabi Sulaiman berkedip lagi. Ternyata memang benar adanya,
sebelum Nabi Sulaiman berkedip, singgasana Ratu Balqis sudah berada di
hadapannya. Satu kedipan mata berarti waktunya kurang dari satu detik.
Berkaitan dengan Isra’ Mi’raj, ternyata perjalanan Nabi Muhammad
tersebut terjadi dalam waktu tidak sampai satu kedipan mata pun.

Dan Isra’ Mi’raj juga fenomenal dari segi sains. Untuk menjelaskan Isra’
Mi’raj, ternyata kita harus menggali ilmu-ilmu mutakhir. Kalau ilmu-ilmu
lama mungkin tak cukup untuk menjelaskan peristiwa Isra’ Mi’raj.
Sehingga di zaman itu orang memersepsikan bahwa Nabi Muhammad melakukan
perjalanan Isra’ Mi’raj dengan mengendarai Buraq. Buraq itu kemudian ada
yang menggambarkan bentuknya seperti kuda yang bersayap, ada juga yang
menggambarkan bahwa kepala buraq itu menyerupai manusia, bahkan ada juga
yang menggambarkan kepala buraq itu berupa wanita cantik. Pemikiran
seperti ini tentunya khas abad pertengahan, karena perjalanan tercepat
ketika itu adalah dengan mengendarai kuda. Tapi kuda pun tak bisa
secepat itu. Karena itu digambarkanlah kuda itu bersayap.

Dengan pendekatan secara saintifik dapatlah dijelaskan bahwa sebenarnya
perpindahan Rasulullah dari satu tempat ke tempat lain pada peristiwa
Isra’ Mi’raj itu terjadi secara cahaya. Peristiwa Isra’ Mi’raj ini
tentunya kontroversial hampir 1500 tahun di kalangan agamawan maupun
para saintis karena memang sulit menjelaskannya. Selalu ada yang tidak
percaya, ragu-ragu, dan ada juga yang meyakininya sejak masa hidupnya
Rasulullah hingga kini. Yang ragu-ragu sampai sekarang tentunya masih
ada, bahkan di kalangan umat Islam sendiri. Ketika ditanya apakah
perjalanan Nabi Muhammad dari Mekkah ke Palestina itu dengan badannya
atau bukan. Ada yang mengatakan bahwa itu hanya penglihatan saja. Ada
juga yang mengatakan bahwa itu hanya ruh saja. Ada yang mengatakan itu
hanya mimpi. Dan ada yang mengatakan bahwa peristiwa itu memang dialami
Nabi Muhammad dengan badannya.

Yang meyakini bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj itu dialami Nabi Muhammad
dengan badannya adalah mengacu kepada Abu Bakar Shiddiq. Ketika itu Abu
Bakar ditanya apakah dia meyakini peristiwa tersebut. Lalu ditanyakan
oleh Abu Bakar kepada yang bertanya itu siapa yang menceritakan hal
tersebut. Dijawab oleh yang bertanya kepada Abu Bakar itu bahwa yang
menceritakan hal tersebut adalah Nabi Muhammad. Dikatakan oleh Abu
Bakar, bahwa kalau Nabi Muhammad yang menceritakannya, maka ia
meyakininya, karena Nabi Muhammad tak pernah berbohong.

Cara Abu Bakar memersepsi mengenai Isra’ Mi’raj ini oleh sebagian
kalangan dinyatakan bahwa beragama itu tak perlu berpikir. Padahal jika
dicermati bahwa sebenarnya ketika itu Abu Bakar berpikir dahulu, karena
ia menanyakan bahwa siapakah yang menceritakan hal tersebut. Kalau
memang Nabi Muhammad yang menceritakannya, maka ia meyakini kebenaran
yang diceritakan oleh Nabi Muhammad itu. Tapi kalau yang menceritakannya
bukan Nabi Muhammad tentunya Abu Bakar takkan langsung meyakini
kebenaran cerita tersebut. Jadi dalam beragama memang kita harus
berpikir, janganlah ikut-ikutan saja. Perintahnya sangat jelas di dalam
al-Quran: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Q.S. al-Isrâ’ [17]: 36)

    Logika Keputusasaan tentang Isra' mi'raj

Selama ini dalam menceritakan Isra’ Mi’raj kalau kita sudah buntu, maka
kita katakanlah bahwa kalau Allah menghendaki, maka semuanya bisa saja
terjadi. Kita takkan mendapatkan pelajaran apa-apa dengan cara berpikir
seperti ini. Padahal peristiwa apapun yang diturunkan oleh Allah, maka
di dalamnya selalu ada pelajaran untuk kita. Allah berfirman:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(Q.S. Ali ’Imrân [3]: 190)

Kita diperintahkan untuk menjadi ulil albab, yaitu orang yang
menggunakan akalnya memahami segala peristiwa, sehingga ada pelajaran
dari setiap peristiwa tersebut.

    Skenario Isra Mi’raj dan Tafsir Fisik

Perjalanan Isra’ Mi’raj itu terdiri dari dua etape: satu etape mendatar
(horizontal), sedangkan satunya lagi adalah etape vertikal ke langit
ketujuh. Etape mendatarnya diceritakan di dalam surah al-Isrâ’ ayat
pertama:

Maha Suci Allah, yang telah memerjalankan hamba-Nya pada suatu malam
dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi
sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (Q.S. al-Isrâ’ [17]: 1)

Dalam tinjauan Agus Mustofa (2006:11), setidak-tidaknya ada delapan kata
kunci yang menjadi catatan penting dan menuntut pemahaman kita menembus
batas-batas langit untuk menafsir perjalanan kontroversial ini. Baiklah,
jika kita mencoba untuk menguraikan makna kata-kata tersebut, maka akan
menjadi seperti ini:

Pertama, ayat ini dimulai dengan kata “subhânalladzî”. Kata
“subhânallâh” diajarkan kepada kita untuk diucapkan pada saat kita
menemui peristiwa yang menakjubkan, yang memesona, yang hebat, yang luar
biasa. Artinya, dengan memulai cerita itu menggunakan kata
“subhânalladzî” sebenarnya Allah menginformasikan bahwa cerita yang akan
diceritakan tersebut bukanlah cerita yang biasa, melainkan cerita
tersebut adalah cerita yang luar biasa dan menakjubkan.

Kedua, yaitu kata “asrâ”. Penggunaan kata “asrâ” memiliki beberapa
makna. Yang pertama bahwa itu adalah perjalanan berpindah tempat. Jadi
penggunaan kata ini mengcounter pemahaman ataupun kesimpulan yang
menyatakan bahwa pada perjalanan tersebut Rasulullah tidak berpindah
tempat. Yang kedua maknanya bahwa pada perjalanan itu Rasulullah
diperjalankan, bukanlah berjalan sendiri, dan bukan juga atas kehendak
sendiri, karena peristiwa ini terlalu dahsyat untuk bisa dilakukan
sendiri oleh Rasulullah.

Ketiga, yaitu kata “’abdihi” yang artinya adalah hamba Allah. Hamba
terhadap majikan adalah seorang yang tak berani membantah, taat, seluruh
hidupnya diabdikan untuk majikannya, untuk Tuhannya. Yang bisa mengalami
perjalanan hebat ini bukanlah manusia yang kualitasnya sembarangan,
melainkan manusia yang kualitasnya sudah mencapai tingkatan hamba Allah,
yaitu manusia seperti Nabi Muhammad. Karena itulah, kita mungkin tidak
bisa menerima ketika Nabi Muhammad digambarkan mendapat perintah salat
50 waktu, kemudian beliau menawar perintah tersebut kepada Allah.
Anjuran tawar-menawar itu datangnya dari Nabi Musa. Digambarkan bahwa
tawar-menawar itu terjadi hingga sembilan kali Nabi Muhammad bolak-balik
menemui Allah, yang akhirnya perintah salat fardu yang diterima Nabi
Muhammad menjadi lima waktu saja sehari semalam.

Kita mungkin tak sampai hati membayangkan Nabi Muhammad yang begitu taat
kepada Allah yang tak pernah membantah kalau mendapat wahyu dan perintah
dari Allah yang dalam cerita versi ini digambarkan sampai sembilan kali
tawar-menawar dengan Allah untuk mengurangi jumlah salat fardu yang
diperintah-Nya. Digambarkan pada cerita versi ini bahwa Nabi Musa lebih
superior dibandingkan Nabi Muhammad, sehingga Nabi Muhammad dipingpong
oleh Nabi Musa bolak-balik menemui Allah memohon agar jumlah salat fardu
yang diperintahkan Allah itu dikurangi. Tentunya patut pula kita ingat
bahwa Nabi Musa adalah nabinya bani Israil (sebetulnya juga nabinya umat
Islam/umat Nabi Muhammad), tetapi orang-orang bani Israil tidak mau
menerima Nabi Muhammad. Bagi bani Israil, Nabi Musa lebih hebat
dibandingkan Nabi Muhammad, sehingga dalam cerita versi ini Nabi
Muhammad dipingpong saja. Jadi ini indikasinya adalah hadis Israiliyat.

Keempat , yaitu kata “laylan” yang artinya adalah perjalanan malam di
waktu malam. Hal ini menunjukkan sebagai penegasan bahwa perjalanan
malam itu tidak sepanjang malam, melainkan cuma sebagian kecil dari
malam. Sehingga diriwayatkan di beberapa hadis, bahwa ketika Rasulullah
berangkat dari rumah meninggalkan pembaringan, kemudian menuju ke
Masjidil Haram, dan kemudian terjadi peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut.
Ketika Rasulullah kembali lagi ke rumahnya, ternyata pembaringannya
masih hangat. Hal ini menunjukkan bahwa ketika itu beliau tidak lama
meninggalkan rumahnya. Di hadis yang lain juga diceritakan, bahwa ketika
Rasulullah meninggalkan rumahnya, beliau menyenggol tempat minumnya
kemudian tumpah, dan ternyata ketika Rasulullah kembali lagi ke
rumahnya, air dari tempat minum yang disenggolnya itu masih menetes. Hal
ini menunjukkan bahwa sebetulnya Isra’ Mi’raj yang dialami Rasulullah
itu berlangsung dalam waktu yang sebentar dan cepat.

Bayangkanlah, perjalanan semalam saja masih sulit diterima, apalagi
perjalanan yang hanya sekejap yang itu mungkin hanya beberapa menit,
atau mungkin hanya beberapa detik.

Kelima, minal masjidil harâmi ilal masjidil aqsha (dari Masjidil Haram
ke Masjidil Aqsa). Mengapa perjalanan Rasulullah ini dari masjid ke
masjid? Mengapa pula tidak dari rumahnya atau dari Gua Hira ke tujuan
lain yang bukan masjid (dari tempat yang bukan masjid ke tempat lain
yang bukan masjid juga)?

Patut diketahui, bahwa masjid adalah tempat yang menyimpan energi
positif sangat besar. Dengan kamera aura yang bisa memfoto dan
memvideokan sesuatu, jika ada orang yang sedang berzikir ataupun membaca
al-Quran, ternyata orang tersebut memancarkan cahaya yang terang
benderang. Berbeda halnya dengan orang yang sedang marah, depresi,
ataupun stress, maka orang tersebut akan memancarkan cahaya berwarna
merah. Warna aura ini bertingkat, yaitu dari merah, jingga, kuning,
hijau, biru, nila, ungu, sampai warna putih. Setiap kita memancarkan
energi. Akan terpancar energi dari setiap aktivitas yang kita lakukan,
dan energi itu menancap di tempat kita berada ketika itu. Energi itu
membekas, sehingga seluruh aktifitas kita akan terekam. Allah berfirman:

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya
malaikat pengawas yang selalu hadir. (Q.S. Qâf: 18)

Raqib dan Atid kemudian dijadikan sebagai nama malaikat yang mencatat
amal kebaikan dan keburukan. Rekaman tersebut di ruang tiga dimensi, dan
suatu ketika akan diputar lagi. Allah berfirman:

Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami
singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu
pada hari itu amattajam. (Q.S. Qâf: 22)

Di pengadilan akhirat itu, manusia akan bisa melihat seluruh perbuatan
yang dilakukannya di dunia.

Masjid mengandung energi positif sangat besar, terutama masjid yang
sering digunakan sebagai tempat beribadah. Semakin sering, semakin
banyak, dan semakin khusyuk, maka energinya akan semakin besar.
Rasulullah berangkat dari masjid menuju ke masjid. Terminal
keberangkatannya di masjid.

Keenam, bâraknâ hawlahu (yang telah Kami berkahi sekelilingnya). Allah
memberkati sepanjang perjalanan itu, hal ini karena perjalanan itu
memang membahayakan. Dengan keberkahan Allah kondisi Nabi tetap membaik.

Ketujuh, linuriyahû min âyâtinâ (agar Kami perlihatkan kepadanya
sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami). Dalam perjalanan isra’
mi’raj ketika itu Rasulullah ditunjukkan berbagai peristiwa. Mengapakah
bisa seperti itu, sedangkan itu adalah waktu yang sangat singkat. Itulah
yang disebut sebagai relativitas waktu, yaitu ada perbedaan waktu antara
orang yang berkecepatan tinggi dengan orang yang berkecepatan rendah.
Kita mengetahui, bahwa antara orang yang tidur dengan orang yang sadar
(terjaga) itu waktunya berbeda. Misalnya, ada yang tiba-tiba terlelap
tidur yang itu hanya sebentar (mungkin hanya beberapa detik), lalu yang
tertidur itu dibangunkan. Yang tertidur itu pun terbangun, lalu ia
bercerita baru saja ia bermimpi. Ceritanya itu begitu panjang,
seakan-akan mimpinya itu sangat lama, padahal ia hanya tertidur beberapa
detik saja. Begitupun dengan Rasulullah, meskipun perjalanan yang
dialaminya itu hanya berlangsung sepersekian detik, tetapi beliau
ditampakkan berbagai macam peristiwa oleh Allah. Hal ini karena yang
memberjalankan Rasulullah adalah Allah yang tak lain adalah zat Yang
Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Kemahamendengaran dan kemahamelihatan
Allah itu ditularkan kepada Nabi Muhammad, sehingga kemampuan Rasulullah
untuk melihat dan mendengar menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Dan kata kunci yang terakhir ( kedelapan ) adalah innahu huwas samii’ul
bashir, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat. Ini adalah
proses penegasan informasi kalimat sebelumnya. Dengan adanya kalimat
ini, seakan-akan Alalh ingin memberikan jaminan kepada kita bahwa apa
yang telah Dia ceritakan dalam ayat ini adalah benar adanya. Kenapa?
Karena berita ini datang dari Allah, Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. Maka tak perlu ada keraguan tentang kisah fenomenal ini
(Mustofa, 2006:41).

Selanjutnya mengenai Mi’raj diceritakan pada surah an-Najm 14-18:

(14) (yaitu) di Sidratil Muntaha. (15) Di dekatnya ada surga tempat
tinggal, (16) (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi
oleh sesuatu yang meliputinya. (17) Penglihatannya (Muhammad) tidak
berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. (18)
Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan)
Tuhannya yang paling besar. (Q.S. an-Najm: 14-18)

Di dekat Sidratil Muntaha, Rasulullah menyaksikan surga. Tentunya tidak
sembarangan orang yang bisa menyaksikan surga, karena sudut padangnya
harus tertinggi di alam semesta ini. Dari dunia tidak kelihatan,
kalaupun kelihatan hanya sebagian. Jadi, kalau kita merasakan
kebahagiaan, maka hal itu mungkin kita telah mendapatkan kebahagiaan
surga, namun hanya sedikit sekali perbandingannya, mungkin bagaikan
setetes air dibandingkan dengan samudera, itu pun setetes airnya dibagi
lagi tak berhingga. Sebaliknya kalau kita menderita, maka itu adalah
penderitaan neraka, namun skalanya tak berhingga.

Lantas ke manakah Rasulullah melanglang buana? Menyeberangi langit
ataukah beliau langsung masuk ke Sidratil Muntaha yang kita tidak tahu
di mana letaknya.

Betapa besarnya langit angkasa semesta. Apakah langit? Langit adalah
seluruh ruangan alam semesta ini. Matahari dikelilingi oleh
planet-planet, bumi tempat kita tinggal adalah termasuk salah satu
planet yang mengitari matahari. Matahari yang tadinya kelihatan besar,
semakin jauh kita lihat maka semakin kecil. Ketika matahari yang kita
terlihat itu semakin kecil, maka biasanya kita tidak lagi menyebutnya
matahari, melainkan kita menyebutnya bintang.

Matahari itu ternyata demikian banyaknya, seluruh bintang-bintang itu
sebenarnya adalah matahari. Diperkirakan jumlahnya trilyunan.
Matahari-matahari (bintang-bintang) itu bergerombol membentuk galaksi.
Galaksi adalah gerombolan matahari (bintang), di tengahnya ada matahari
yang lebih besar, dan di sekitarnya ada sekitar 100 milyar matahari
(bintang).

Bintang-bintang itu bergerombol mengitari pusatnya membentuk suatu
galaksi. Galaksi tempat bumi dan matahari kita berada adalah galaksi
Bimasakti. Di sebelah galaksi Bimasakti ada galaksi Andromeda yang
isinya diperkirakan juga 100 milyar matahari. Galaksi-galaksi itu
diperkirakan trilyunan jumlahnya. Para ahli astronomi bahkan sampai
kehabisan nama untuk menyebut galaksi karena saking banyaknya.

Galaksi-galaksi itu ternyata bergerombol-gerombol lagi membentuk
gerombolan yang lebih besar yang dinamakan sebagai supercluster. Isinya
diperkirakan 100 milyar galaksi. Apakah supercluster adalah benda
terbesar dan terjauh di alam semesta, hingga kini belum ada yang
mengetahuinya.

Jarak bumi ke matahari adalah 150 juta kilometer. Kalau dilewati cahaya
maka dibutuhkan waktu 8 menit. Jadi, kalau kita melihat matahari terbit
yang sinarnya sampai ke mata kita, maka cahaya yang sampai ke mata kita
itu sebetulnya bukanlah matahari sekarang, melainkan matahari 8 menit
yang lalu. Cahaya matahari itu berjalan selama 8 menit barulah sampai ke
mata kita. Sementara bintang kembar (Alpha Century) jaraknya dari bumi
adalah 4 tahun perjalanan cahaya. Kalau kita melihat bintang kembar pada
malam hari, maka sebetulnya itu bukanlah cahaya bintang kembar saat itu,
melainkan bintang 4 tahun yang lalu. Di belakangnya lagi ada bintang
yang berjarak 10 tahun perjalanan cahaya. Bayangkanlah kalau kita mau
menuju bintang berjarak 10 tahun cahaya menggunakan pesawat tercepat
yang dimiliki manusia, misalnya menggunakan pesawat ulang alik yang
kecepatannya 20 ribu kilometer per jam. Apakah yang kemudian terjadi?
Ternyata dibutuhkan waktu 500 tahun untuk sampai ke bintang tersebut.

Ternyata bumi kita ini bukanlah benda besar di alam semesta, melainkan
benda yang sangat kecil. Di belakang bintang berjarak 10 tahun cahaya
ada bintang berjarak 100 tahun cahaya, di belakangnya lagi ada yang
berjarak 1000 tahun cahaya, yang berjarak 1 juta tahun cahaya, dan juga
yang berjarak 1 milyar tahun cahaya. Yang terjauh diketahui oleh ilmuwan
Jepang yaitu yang berjarak 10 milyar tahun cahaya. Jadi, bumi kita ini
hanyalah sebutir debu di padang pasir alam semesta raya.

Jadi, manusia adalah debunya bumi, bumi debunya tata surya, tata surya
debunya galaksi Bimasakti, galaksi Bimasakti debunya supercluster,
supercluster debunya langit pertama, karena langit itu ada tujuh (sab’a
samawâti). Ilmu astronomi hanya mengetahui langit itu satu, tapi
al-Quran mengatakan langit itu ada tujuh, karena menurut al-Quran bahwa
langit yang kita kenal itu yang banyak bintang-bintangnya barulah langit
dunia (langit pertama). Allah berfirman:Sesungguhnya Kami telah menghias
langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, (Q.S.
ash-Shâffât: 6)

Sudah sedemikian besarnya langit pertama, ternyata langit pertama adalah
debunya langit kedua, karena langit kedua itu besarnya tak berhingga
kali dibandingkan langit pertama. Langit ketiga besarnya tak berhingga
kali dibandingkan langit kedua. Begitu seterusnya setiap naik ke langit
selanjutnya selalu tak berhingga kali besarnya dibandingkan langit
sebelumnya, hingga langit ketujuh tak berhingga kali dibandingkan langit
keenam, serta tak berhingga pangkat tujuh dibandingkan langit pertama.

Jadi, langit pertama adalah debunya langit kedua, langit kedua debunya
langit ketiga, seterusnya hingga langit ketujuh, dan seluruh langit yang
tujuh beserta seluruh isinya hanyalah debu atau lebih kecil lagi di
dalam kebesaran Allah. Beginilah cara al-Quran menggiring pemahaman kita
tentang makna Allahu Akbar. Semestinya menurut al-Quran, bahwa belajar
mengenal Allah itu adalah dari seluruh ciptaan-Nya. Dengan begitu kita
akan mengetahui betapa Maha Besarnya Dia, betapa Maha Menyayangi, Maha
Teliti, Maha Berkuasa, Maha Berkehendak, tak cukup hanya dari lafaznya,
karena kita takkan mendapatkan rasa yang sesungguhnya.

Bayangkanlah betapa Rasulullah melakukan perjalanan menuju langit
ketujuh. Sebetulnya Rasulullah berjalan ke langit ketujuh itu apakah
melintasi ruang angkasa atau tidak?

Kalaupun badan Rasulullah diubah menjadi cahaya, maka dari bumi menuju
bintang Alpha Century yang berjarak 4 tahun cahaya, maka Rasulullah
membutuhkan waktu 4 tahun untuk sampai ke bintang Alpha Century, untuk
menempuh yang berjarak 10 tahun cahaya dibutuhkan waktu 10 tahun, untuk
menempuh yang berjarak 10 milyar tahun cahaya dibutuhkan 10 milyar
tahun. Sepertinya Rasulullah tidak melewati ruang angkasa, melainkan ada
ruangan langsung yang tidak ke sana (tidak ke ruang angkasa) tetapi
memahami semua itu. Di manakah itu?

Ternyata langit kedua terhadap langit pertama tidak bertumpuk seperti
kue lapis (dalam konteks Mi’rajnya Rasulullah). Sering kita berpendapat
dari cerita-cerita klasik bahwa Nabi Muhammad dan malaikat Jibril menuju
ke langit ketujuh dengan cara naik menggunakan tangga, kemudian bertemu
langit yang digambarkan seperti langit-langit, kemudian di situ ada
pintunya dan ada penjaganya. Lalu Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad
ditanya mau ke mana oleh si penjaga langit. Dijawab oleh Malaikat Jibril
dan Nabi Muhammad bahwa akan bertemu dengan Allah. Kalau begitu, berarti
Allah itu jauh sekali. Padahal di dalam al-Quran digambarkan bahwa Allah
itu dekat, dan Nabi Muhammad mengetahui itu. Allah berfirman: Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat
lehernya, (Q.S. Qâf: 16)

Bahkan dinyatakan juga di dalam al-Quran: Dan kepunyaan Allah-lah timur
dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Q.S.
al-Baqarah [2]: 115)

Timur dan Barat milik Allah. Ke manapun kita menghadap, maka kita
berhadapan dengan Allah, karena Allah sedang meliputi kita. Dan
Rasulullah tahu persis akan hal itu. Jadi untuk bertemu Allah tak perlu
ke Sidratil Muntaha. Dan memang Rasulullah ke Sidratil Muntaha bukanlah
untuk menemui Allah, karena Allah sudah meliputi Rasulullah, juga
meliputi kita semua di manaun kita berada.

    Tujuan isra’ mi’raj

Isra’ Mi’raj itu sebetulnya bertujuan membawa Rasulullah ke satu posisi
yang paling tinggi untuk memahami betapa dahsyatnya ciptaan Allah. Untuk
apakah semuanya itu? Yaitu untuk memotivasi Rasulullah. Mengapakah
demikian? Karena sebelum Isra’ Mi’raj, Rasulullah sedang berada pada
titik terendah perjuangannya yang paling sulit, yaitu ketika dijepit
oleh orang kafir dan diembargo secara ekonomi. Di saat-saat itu justru
Allah mewafatkan paman Rasulullah (Abi Thalib) dan mewafatkan istri
Rasulullah (Khadijah). Hal ini bukannya tidak sengaja, melainkan
disengaja oleh Allah, karena memang tak ada yang kebetulan di dalam
kehidupan ini.

Semuanya itu justru terjadi pada saat Rasulullah berada pada titik nadir
perjuangannya. Beliau berharap memindahkan front syi’arnya ke luar kota
(yaitu ke Tha’if). Beliau berharap disambut baik oleh penduduk Tha’if,
tapi malah yang terjadi beliau dilempari batu sampai berdarah-darah.
Maka kemudian Allah memompa kembali semangat beliau, yaitu dengan cara
Isra’ Mi’raj. “Muhammad, engkau adalah utusan Allah,” mungkin seperti
itulah yang ingin disampaikan oleh Allah melalui peristiwa Isra’ Mi’raj
tersebut.

Ketika Rasulullah kembali dari Isra’ Mi’raj, maka setahun kemudian
terjadilah titik balik perjuangannya, yaitu beliau bersama pengikutnya
hijrah ke Madinah, kemudian dari Madinah bisa menaklukkan kota Mekkah.

Peringatan :

   Kisah Isra' dan Mi'raj Nabi adalah benar karena yang memberitakannya
    adalah Al-Quran kitab suci kita.

   Kisah Mi'raj Nabi adalah benar walau tidak kasat oleh logika kita
    sebab dalam agama kebenaran yang dipakai adalah kebenaran wahyu
    bukan akal yang dieksprimen dulu, wahyu lebih tinggi dari logika.

   Kebenaran isra' dan mi'raj nabi wajib di yakini dan adapun caranya
    Nabi muhammad dan bagaimana atau kaifiyyat Nabi keatas langit ke 7
    sampai Sidratul Muntaha tidak menjadi kewajiban mengetahuinya, yang
    penting percaya dan yakin didalam hati adapun cara yang ril dan
    sebenarnya wallahua'lam sebab banyak pendapat dalam hal ini.

   Logikanya Isra' itu benar dan logis. Jika Nabi Muhammad adalah milik
    Allah dan langit serta alam ini milik Allah dan dalam kondisi ini
    Allah yang menghendaki, apa susahnya? Sederhananya seperti ini. Jika
    anda punya HP lalu anda taruh di lantai dan mau anda pindahkan ke
    saku, ke lemari, ke atas rak buku, tidak susah bukan? Karena HP itu
    adalah milik anda. Coba kalau teman anda yang punya? Tidak bisa anda
    taruh sesuka hati anda.

Demikianlah pembahasan Mengenai Isra Miraj yang dapat admin samapaikan
pada kesempatan kali ini, Sebelumnya admin mau minta maaf bila ada
penulisaan atau tutur kata yang salah mohon maaf yang sebesar besar nya.
Semoga bermanfaat dan Tentunya dalam perjalanan isra miraj banyak sekali
pelajaran dan hikmah yang dapat kita petik. dan semoga kita makin sadar
serta makin taat kepada Alloh Swt untuk melaksanakan segala yang di
perintah nya. dan Semoga kita mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat.

Kutipan: Bila menurut sahabat artikel ini sangaat bermanfaat untuk
orang lain jangan lupa untuk membagikannya.
===============================

  Kisah Isra Miraj Nabi Muhammad Saw Lengkap dan Hikmahnya

*Isra Miraj adalah* perjalanan malam hari Rasulullah Nabi Muhammad Saw
dari Masjidil Haram (Mekah) ke Masjidil Al Aqsa
(Yerusalem-Palestina/Israel), kemudian dilanjutkan menuju langit ke
Sidratul Muntaha dengan tujuan menerima wahyu Allah Swt. Ada banyak
arti, makna dan hikmah dari peristiwa Isra Mi'raj. Simak sejarah lengkapnya!

Peristiwa Isra Mi'raj secara singkat bisa diceritakan sebagai berikut.
Suatu malam, Rasulullah Nabi Muhammad Saw didatangi malaikat Jibril,
Mikail, dan Israfil. Lantas, Rasulullah dibawa ke sumur zamzam.

Di sana, malaikat Jibril membelah dada nabi Muhammad Saw dan mensucikan
hatinya menggunakan air zam-zam. Setelah itu, baginda Muhammad Saw
disiapkan kendaraan yang bisa berlari secepat kilat bernama buroq.

Diceritakan, bentuk buroq berwarna putih, lebih besar dari keledai tapi
lebih rendah dari baghal. Kendaraan buraq juga terdapat pelana dan
kendali sebagaimana kuda.

Dalam perjalanan dari Masjidil Haram menuju Masjidil Al-Aqsa, Muhammad
Saw ditemani Malaikat Jibril pada bagian kanan dan Mikail menemaninya di
sebelah kiri. Mereka melaju mengarungi alam indah ciptaan Allah Swt pada
malam hari yang penuh dengan keajaiban dan hikmah.

Banyak peristiwa terjadi sepanjang perjalanan rasulullah Muhammad Saw.
Salah satu kisah yang acapkali diceritakan, antara lain Jin Ifrit yang
berusaha mengejar dan mencelakai nabi.

Ada yang bilang Jin Ifrit membawa obor. Ada pula yang bilang bangsa gaib
itu mengejar nabi dengan semburan api. Lantas Jibril mengajari nabi
untuk membaca doa.

Sontak, Jin Ifrit terjungkal jatuh dan terbakar apinya sendiri. Ada pula
peristiwa nabi melihat sekelompok kaum yang menghantamkan batu besar ke
bagian kepala sendiri hingga hancur dan kejadian itu berulang kali.
Jibril menjelaskan bila mereka adalah manusia yang berat melaksanakan
shalat.

Rasulullah juga melihat sekelompok orang yang memilih makan daging busuk
ketimbang daging masak segar. Malaikat Jibril pun menjawab bahwa mereka
adalah orang-orang yang semasa hidup di dunia melakukan zina, selingkuh.
Padahal, mereka sudah punya suami atau istri yang sah secara agama
maupun negara.

Kisah perjalanan Isra Mi'raj sebetulnya lebih lengkap dengan banyak
peristiwa-peristiwa yang bisa dipetik hikmahnya, tetapi
Islamcendekia.com menyajikannya secara singkat agar mudah dipahami dan
dicerna.

Sesampainya di Baitul Maqdis atau Al Aqsho, beliau turun dari kendaraan
kilat bernama buraq dan mengikatnya di sisi pintu masjid. Rasul pun
masuk untuk menunaikan sholat dua rekaat.

Di sana, ternyata ada para nabi as. Shalat pun akhirnya diimami oleh
rasulullah saw atas bimbingan Jibril. Beliau lah, Kanjeng Nabi Muhammad
Saw adalah imam atau pemimpin para anbiya' dan mursalin.

Setelah itu, Rasulullah saw kehausan dan meminta minum. Malaikat Jibril
memberinya dua wadah berisi susu dan khamr (semacam bir, arak, ciu,
anggur fermentasi yang memabukkan atau miras). Namun, Muhammad Saw
memilih susu.

Jibril berkata, "Sungguh, Engkau memilih fitrah yaitu Islam. Kalau
Engkau pilih Khamar, niscaya umat Engkau akan menyimpang dan sedikit
yang mengikuti syariat."

*Kisah perjalanan menuju langit*
Setelah peristiwa isra selesai, yaitu dari Masjidil Haram ke Masjidil
Aqsa, kini Rasulullah saw harus melanjutkan perjalanan menuju langit
yang disebut dengan mi'raj.

Bisa dikatakan, perjalanan malam (Muhammad's night journey to sky and
heaven) mirip seperti wisata ke angkasa dan semesta yang dihiasi dengan
taburan bintang-bintang, bulan, planet, dan galaksi.

Bedanya, perjalanan malam Muhammad Saw adalah menunaikan tugas spiritual
untuk bertemu dengan Allah Swt untuk kemudian disampaikan kepada
umatnya. Namun benar, perjalanan istimewa nabi menuju langit sampai
lapis tujuh memang hadiah paling istimewa dari Tuhan yang Maha Esa
kepada kekasih-Nya, Muhammad.

*Kisah bertemu para nabi, surga dan neraka*
Peristiwa penting dalam perjalanan di langit sebelum bertemu Allah,
Muhammad Saw bertemu dengan Nabi Adam As di langit pertama, ketemu Nabi
Isa As dan Nabi Yahya As di langit kedua, bertemu Nabi Yusuf As yang
gantengnya seperti bulan di antara bintang-bintang di langit ke tiga.

Selanjutnya, Rasulullah saw bertemu dengan Nabi Idris As pada langit ke
empat, Nabi Harun As di langit kelima, Nabi Musa As di langit ke enam,
dan Nabi Ibrahim As di langit ketujuh.

Perjalanan di langit pertama, Nabi Muhammad Saw melihat sesuatu yang
mengerikan di sebelah kiri dan hal-hal yang bahagia di sebelah kanan.
Itu merupakan gambaran surga dan neraka.

Diceritakan, suatu ketika Kanjeng Nabi Muhammad Saw melihat orang-orang
dengan perut yang besar yang dipenuhi dengan ular. Isi perut bisa
dilihat dari luar. Malaikat Jibril menjelaskan, mereka adalah manusia
yang suka memakan riba.

Riba adalah semacam bunga dalam dunia perbankan modern. Namun, riba
lebih ditekankan pada rentenir yang meminjamkan dengan bunga berlebih
hingga "mencekik leher" orang yang dipinjami uang. Bukan niat membantu
dengan meminjami uang, tetapi justru menjebak dengan bunga untuk
keuntungan pribadi semata yang sebesar-besarnya.

Muhammad Saw juga melihat pemandangan mengerikan sebagai gambaran neraka
di mana ada orang-orang yang dagingnya dipotong-potong lalu diminta
untuk memakannya. Jibril AS pun menjelaskan, mereka adalah orang-orang
yang suka menggunjing, ghibah, menjelek-jelekkan orang lain atau
"ngrasani" yang diibaratkan memakan daging saudara sendiri.

Sampai di langit 7, Nabi Ibrahim berkata. Setidaknya begini,
"Kabarkanlah bahwa surga sungguh sangat indah tanahnya, airnya tawar dan
tanawan surgawi adalah subhanallah walhamdulillah walailahaillallah
wallahuakbar."

Beliau juga berkata, "Perintahkan umatmu untuk banyak-banyak menanam
tanaman surga. Tanaman surga adalah (dzikir) la hawla wala quwwata illa
billah."

*Kisah sidratul muntaha*
Sampai akhirnya perjalanan panjang Muhammad Saw sampai ke Sidratul
Muntaha. Gambaran di sana, terdapat sebuah pohon yang besarnya tiada
terkira.

Di bawahnya, muncul sungai air jernih nan menawan di mana airnya tidak
akan berubah baik bau, warna maupun rasa. Ada pula sungai susu yang
putih bersih dan elok dipandang.

Ada juga sungai madu yang mengalir jernih. Di sana juga dihiasi dengan
permata zamrud (semacam batu akik termahal). Namun, sesungguhnya
gambaran itu tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata maupun deskripsi.
Keindahannya jauh lebih indah dari apa yang ditulis atau dikata-katakan.

Dalam suatu riwayat, setelah Nabi Muhammad Saw melihat surga dan neraka
dalam perjalanan Isra' Mi'raj, maka untuk kedua kalinya beliau diangkat
menuju Sidratul Muntaha. Di sana, malaikat Jibril mundur sehingga
baginda Rasulullah sendirian untuk bertemu, "bertatap muka" atau
berjumpa dengan Sang Maha Pencipta, Allah Swt.

Di sebuah singgasana yang tidak bisa dijelaskan dengan kalimat apapun,
tempat di mana tidak seorang atau makhluk pun bisa berdiri di sana,
Rasulullah Saw dan Tuhan Semesta Alam bertemu. Nabi pun seketika
bersujud di hadapan-Nya.

Dalam Hadits Riwayat Muslim, kemudian Islamcendekia.com secara singkat
menjelaskan, Allah memerintahkan Muhammad Saw dan umatnya untuk
melakukan shalat 50 waktu dalam sehari semalam.

Lantas Rasul turun ke langit keenam untuk bertemu Nabi Musa. Di sana,
Nabi Musa meminta agar Muhammad Saw meminta keringanan. Baginda naik
lagi bertemu Allah dan akhirnya dikurangi 5 menjadi 45. Baginda pun
turun lagi bertemu dengan Nabi Musa AS.

Begitu seterusnya hingga akhirnya sampai sholat lima waktu. Namun, Nabi
Musa masih menyarankan agar dikurangi. Baginda Saw pun malu untuk
bernegosiasi dengan Allah lagi.

Peristiwa itulah yang menjadi cikal bakal, sejarah, asal-usul munculnya
aturan sholat dalam agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad. Setelah itu,
beliau turun kemudian naik kendaraan buraq hingga kembali ke Kota Mekah.
Saat itu, fajar masih belum tiba.

Pagi harinya, beliau memberitahu mukjizat agung tersebut kepada umatnya.
Namun, mereka justru banyak yang mendustakan. Ada pula yang mengatakan
Muhammad sudah gila, tukang sihir atau semacamnya.

Orang pertama kali yang percaya dengan peristiwa Isra' Mi'raj adalah Abu
Bakar sehingga mendapatkan gelar As Shiddiq.

*Makna Isra Miraj dan hikmahnya*
Ada banyak makna dan hikmah yang bisa dipetik dari kisah perjalanan
malam (night journey) Isra Miraj. Pertama, tentu munculnya kewajiban
shalat bagi setiap pemeluk agama Islam atau umat Muslim.

Meski kewajiban, sebaiknya jangan terpaksa menjalankan sholat karena
ujungnya tidak ikhlas. Jalani shalat sebagai sebuah kecintaan kita
kepada Allah Saw dan RasulNya yang sudah mendapatkan perintah untuk
menunaikan sholat.

Hikmah selanjutnya, Nabi Muhammad Saw diberikan gambaran surga dan
neraka sebagai balasan bagi setiap perbuatan manusia yang hidup di
dunia. Orang yang baik, surga adalah balasannya.

Sebaliknya, orang yang jahat, berzina, membenci orang lain, suka
menggunjing, memakan riba, serakah, kejam, dan perbuatan-perbuatan tidak
terpuji lainnya adalah neraka balasannya.

Bagaimana agar kita bisa selamat dari siksa neraka? Muhammad sudah
membawa Islam untuk kita lengkap dengan petunjuknya, Al Quran. Ikutilah
petunjuk itu dengan ilmu dan pengetahuan yang cukup sehingga kita bisa
menikmati indahnya surga dan menghindari siksa neraka.

Namun, sebaiknya kita berbuat baik bukan karena surga dan negara,
melainkan ikhlas dari hati yang paling dalam karena Allah. Dengan hati
dan kesadaran yang ikhlas berbuat baik kepada sesama manusia dan makhluk
itulah, Allah secara otomatis akan menyediakan surganya kepada hamba-Nya.

*Kisah Isra Miraj dalam Alquran*
Peristiwa nyata perjalanan malam Isra' Mi'raj Nabi Muhammad dijelaskan
dalam Alquran Surat Al Isra ayat 1. Tidak dijelaskan secara terperinci
dalam surat tersebut.

Dalam Alquran, sejarah Isra Miraj hanya dituliskan, setidaknya
terjemahan bahasa Indonesia begini, "Maha Suci Allah yang telah
memperjalankan hamba-Nya (baca: Muhammad) pada suatu malam dari Masjidil
Haram menuju Masjidil Aksa yang Kami berkahi sekelilingnya supaya Kami
perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya, Dia adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat."

Itulah sejarah Isra Mi'raj Nabi Muhammad Saw lengkap yang diceritakan
secara singkat, beserta dengan arti, makna dan hikmahnya yang diambil
redaksi Islamcendekia.com dari kitab Al Anwaarul Bahiyyah dan Dzikrayaat
wa Munaasabaat. Wallahu a'lam bishawab. (*)
===============================

  Kisah Isra’ Mi’raj

      Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah salah satu peristiwa yang agung
      dalam perjalanan hidup Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
      sallam. Sebagian orang meyakini kisah yang menakjubkan ini terjadi
      pada Bulan …

Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah salah satu peristiwa yang agung dalam
perjalanan hidup Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian
orang meyakini kisah yang menakjubkan ini terjadi pada Bulan Rajab.
Benarkah demikian? Bagaimanakah cerita kisah ini? Kapan sebenarnya
terjadinya kisah ini? Bagaimana pula hukum merayakan perayaan Isra’
Mi’raj? Simak  pembahasannya dalam tulisan yang ringkas ini.

        PengertianIsra’ Mi’raj

Isra` secara bahasa berasal dari kata ‘saro’ bermakna perjalanan di
malam hari. Adapun secara istilah, Isra` adalah perjalanan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Jibril dari Mekkah ke Baitul
Maqdis (Palestina
<https:muslim.or.idmanhajkami-tidak-tinggal-diam-wahai-palestina.html>),
berdasarkan firman Allah :

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى 

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam
dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha “ (Al Isra’:1)

Mi’raj secara bahasa adalah suatu alat yang dipakai untuk naik. Adapun
secara istilah, Mi’raj bermakna tangga khusus yang digunakan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk naik dari bumi menuju ke atas
langit, berdasarkan firman Allah dalam surat An Najm ayat 1-18.

        Kisah Isra’ Mi’raj

Secara umum, kisah yang menakjubkan ini  disebutkan oleh Allah ‘Azza wa
Jalla dalam Al-Qur`an dalam firman-Nya:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي
بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam
dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi
sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat”. (QS. Al-Isra` : 1)

Juga dalam firman-Nya:

وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى. مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى. وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ
يُوحَى. عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى. ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَى. وَهُوَ بِالْأُفُقِ الْأَعْلَى. ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى.
فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى. فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى. مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى.
أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى. وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى. عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى. عِنْدَهَا جَنَّةُ
الْمَأْوَى. إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى. مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى. لَقَدْ رَأَى مِنْ ءَايَاتِ
رَبِّهِ الْكُبْرَى

“Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak
pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut
kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang
sangat kuat, Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu)
menampakkan diri dengan rupa yang asli. sedang dia berada di ufuk yang
tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah
dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat
(lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah
Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.
Maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang
telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu
(dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil
Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril)
ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan
tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian
tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar”. (QS. An-Najm : 1-18)

Adapun rincian dan urutan kejadiannya banyak terdapat dalam hadits yang
shahih dengan berbagai riwayat. Syaikh Al Albani rahimahullah dalam
kitab beliau yang berjudul Al Isra` wal Mi’raj menyebutkan 16 shahabat
yang meriwayatkan kisah ini. Mereka adalah: Anas bin Malik, Abu Dzar,
Malik bin Sha’sha’ah, Ibnu ‘Abbas, Jabir, Abu Hurairah, Ubay bin Ka’ab,
Buraidah ibnul Hushaib Al-Aslamy, Hudzaifah ibnul Yaman, Syaddad bin
Aus, Shuhaib, Abdurrahman bin Qurath, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’ud, ‘Ali, dan
‘Umar radhiallahu ‘anhum ajma’in.

Di antara hadits shahih yang menyebutkan kisah ini adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya , dari sahabat Anas bin
Malik :Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Didatangkan kepadaku Buraaq – yaitu yaitu hewan putih yang
panjang, lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari baghal, dia
meletakkan telapak kakinya di ujung pandangannya (maksudnya langkahnya
sejauh pandangannya). Maka sayapun menungganginya sampai tiba di
Baitul Maqdis, lalu saya mengikatnya di tempat yang digunakan untuk
mengikat tunggangan para Nabi. Kemudian saya masuk ke masjid dan
shalat 2 rakaat kemudian keluar. Kemudian datang kepadaku Jibril
‘alaihis salaam dengan membawa bejana berisi  khamar dan bejana berisi
air susu. Aku memilih bejana yang berisi air susu. Jibril kemudian
berkata : “ Engkau telah memilih (yang sesuai) fitrah”.

Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit (pertama) dan Jibril meminta
dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia
menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi:“Siapa yang bersamamu?” Dia
menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia
menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit)
dan saya bertemu dengan Adam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan
untukku. Kemudian kami naik ke langit kedua, lalu Jibril ‘alaihis
salaam  meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa
engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi:“Siapa yang
bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah
diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami
(pintu langit kedua) dan saya bertemu dengan Nabi ‘Isa bin Maryam dan
Yahya bin Zakariya shallawatullahi ‘alaihimaa, Beliau berdua menyambutku
dan mendoakan kebaikan untukku.

Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit ketiga dan Jibril meminta
dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia
menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi:“Siapa yang bersamamu?” Dia
menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia
menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit
ketiga) dan saya bertemu dengan Yusuf ‘alaihis salaam yang beliau telah
diberi separuh dari kebagusan(wajah). Beliau menyambutku dan mendoakan
kebaikan untukku. Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit keempat dan
Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa
engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang
bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah
diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami
(pintu langit keempat) dan saya bertemu dengan  Idris alaihis salaam.
Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Allah berfirman yang
artinya : “Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi”
(Maryam:57).

Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit kelima dan Jibril meminta
dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia
menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi:“Siapa yang bersamamu?” Dia
menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia
menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit
kelima) dan saya bertemu dengan  Harun ‘alaihis salaam. Beliau
menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.

Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit keenam dan Jibril meminta
dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia
menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi:“Siapa yang bersamamu?” Dia
menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia
menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit)
dan saya bertemu dengan Musa. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan
untukku. Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit ketujuh dan Jibril
meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?”
Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi:“Siapa yang bersamamu?”
Dia menjawab, “Muhammad” Dikatakan, “Apakah dia telah diutus?” Dia
menjawab, “Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit
ketujuh) dan saya bertemu dengan Ibrahim. Beliausedang menyandarkan
punggunya ke Baitul Ma’muur. Setiap hari masuk ke Baitul
Ma’muur tujuh puluh ribu malaikat yang tidak kembali lagi.
Kemudian Ibrahim pergi bersamaku ke Sidratul Muntaha. Ternyata
daun-daunnya seperti telinga-telinga gajah dan buahnya seperti tempayan
besar. Tatkala dia diliputi oleh perintah Allah, diapun berubah sehingga
tidak ada seorangpun dari makhluk Allah yang sanggup mengambarkan
keindahannya

Lalu Allah mewahyukan kepadaku apa yang Dia wahyukan. Allah mewajibkan
kepadaku50 shalat sehari semalam. Kemudian saya turun
menemuiMusa ’alaihis salam.  Lalu dia bertanya:“Apa yang
diwajibkan Tuhanmu atas ummatmu?”. Saya menjawab:“50 shalat”. Dia
berkata:“Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan, karena
sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu mengerjakannya. Sesungguhnya saya
telah menguji dan mencoba Bani Isra`il”. Beliau bersabda :“Maka sayapun
kembali kepada Tuhanku seraya berkata:“Wahai Tuhanku, ringankanlah
untukummatku”. Maka dikurangi dariku 5 shalat. Kemudian saya kembali
kepada Musa dan berkata:“Allah mengurangi untukku 5 shalat”. Dia
berkata:“Sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu mengerjakannya, maka
kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan”. Maka terus menerus
saya pulang balik antara Tuhanku Tabaraka wa Ta’ala dan Musa ‘alaihis
salaam, sampai pada akhirnya Allah berfirman:“Wahai Muhammad,
sesungguhnya ini adalah 5 shalat sehari semalam, setiap shalat
(pahalanya) 10, maka semuanya 50 shalat. Barangsiapa yang meniatkan
kejelekan lalu dia tidak mengerjakannya, maka tidak ditulis (dosa
baginya) sedikitpun. Jika dia mengerjakannya, maka ditulis(baginya) satu
kejelekan”. Kemudian saya turun sampai saya bertemu dengan Musa’alaihis
salaam seraya aku ceritakan hal ini kepadanya. Dia
berkata:“Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan”, maka
sayapun berkata:“Sungguh saya telah kembali kepada Tuhanku sampai
sayapun malu kepada-Nya”. (H.R Muslim 162)

Untuk lebih lengkapnya, silahkan merujuk ke kitab Shahih Bukhari hadits
nomor 2968 dan 3598 dan Shahih Muslim nomor 162-168 dan juga kitab-kitab
hadits lainnya yang menyebutkan kisah ini. Terdapat pula tambahan
riwayat tentang kisah ini yang tidak disebutkan dalam hadits di atas.

        KapankahIsra`dan Mi’raj?

Sebagian orang meyakini bahwa peristiwa ini terjadi pada tanggal 27
Rajab.
Padahal, para ulama ahli sejarah berbeda pendapat tentang tanggal
kejadian kisah ini. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai penetapan
waktu terjadinya Isra’ Mi’raj , yaitu:

1. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun tatkala Allah memuliakan Nabi
    shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan nubuwah (kenabian). Ini
    adalah pendapat Imam Ath Thabari rahimahullah.
2. Perisitiwa tersebut terjadi lima tahun setelah diutus sebagai rasul.
    Ini adalah pendapat yang dirajihkan oleh Imam An Nawawi dan Al
    Qurthubi rahimahumallah.
3. Peristiwa tersebut terjadi pada malam tanggal dua puluh tujuh Bulan
    Rajab tahun kesepuluh kenabian. Ini adalah pendapat Al Allamah Al
    Manshurfuri rahimahullah.
4. Ada yang berpendapat, peristiwa tersebut terjadi enam bulan sebelum
    hijrah, atau pada bulan Muharram tahun ketiga belas setelah kenabian.
5. Ada yang berpendapat, peristiwa tersebut terjadi setahun dua bulan
    sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Muharram tahun ketiga belas
    setelah kenabian.
6. Ada yang berpendapat, peristiwa tersebut terjadi setahun sebelum
    hijrah, atau pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ketiga belas setelah
    kenabian.

Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri hafidzahullah menjelaskan : “Tiga
pendapat pertama tertolak. Alasannya karena Khadijah radhiyallahu
‘anha meninggal dunia pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh setelah
kenabian, sementara ketika beliau meninggal belum ada kewajiban shalat
lima waktu. Juga tidak ada perbedaan pendapat bahwa diwajibkannya shalat
lima waktu adalah pada saat peristiwa Isra’ Mi’raj. Sedangakan tiga
pendapat lainnya, aku  tidak mengetahui mana yang lebih rajih. Namun
jika dilihat dari kandungan surat Al Isra’ menunjukkan bahwa peristiwa
Isra’ Mi’raj terjadi pada masa-masa akhir sebelum hijrah.”

Dapat kita simpulkan dari penjelasan di atas bahwa Isra` dan Mi’raj
tidak diketahui secara pasti pada kapan waktu terjadinya. Ini
menunjukkan bahwa mengetahui kapan waktu terjadinya Isra’ Mi’raj
bukanlah suatu hal yang penting. Lagipula, tidak terdapat  sedikitpun
faedah keagamaan dengan mengetahuinya. Seandainya ada faidahnya maka
pasti Allah akan menjelaskannya kepada kita. Maka memastikan kejadian
Isra’ Mi’raj terjadi pada Bulan Rajab adalah suatu kekeliruan.
Wallahu ‘alam..

        Sikap Seorang Muslim Terhadap Kisah Isra’ Mi’raj

Berita-berita yang datang dalam kisah Isra’ Miraj seperti sampainya
beliau ke Baitul Maqdis, kemudian berjumpa dengan para nabi dan shalat
mengimami mereka, serta berita-berita lain yang terdapat dalam hadits-
hadits yang shahih merupakan perkara ghaib. Sikap ahlussunnah wal
jama’ah terhadap kisah-kisah seperti ini harus mencakup kaedah berikut :

1. Menerima berita tersebut.
2. Mengimani tentang kebenaran berita tersebut.
3. Tidak menolak berita tersebut atau mengubah berita tersebut sesuai
    dengan kenyataannya.

Kewajiban kita adalah beriman sesuai dengan berita yang datang terhadap
seluruh perkara-perkara ghaib yang Allah Ta’ala kabarkan kepada kita
atau dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hendaknya kita meneladani sifat para sahabt radhiyallahu ‘anhum
terhadap berita dari Allah dan rasul-Nya. Dikisahkan dalam sebuah
riwayat bahwa setelah peristiwa Isra’ Mi’raj, orang-orang musyrikin
datang menemui Abu Bakar As Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.  Mereka
mengatakan : “Lihatlah apa yang telah diucapkan temanmu (yakni Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam)!” Abu Bakar berkata : “Apa yang beliau
ucapkan?”. Orang-orang musyrik berkata : “Dia menyangka bahwasanya dia
telah pergi ke Baitul Maqdis dan kemudian dinaikkan ke langit, dan
peristiwa tersebut hanya berlangsung satu malam”. Abu Bakar berkata :
“Jika memang beliau yang mengucapkan, maka sungguh berita tersebut benar
sesuai yang beliau ucapkan karena sesungguhnya beliau adalah orang yang
jujur”. Orang-orang musyrik kembali bertanya: “Mengapa demikian?”. Abu
Bakar menjawab: “Aku membenarkan seandainya berita tersebut lebih dari
yang kalian kabarkan. Aku membenarkan berita langit yang turun kepada
beliau, bagaimana mungkin aku tidak membenarkan beliau tentang
perjalanan ke Baitul Maqdis ini?” (Hadits diriwayakan oleh Imam Hakim
dalam Al Mustadrak 4407 dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha).

Perhatikan bagaimana sikap Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu terhadap
berita yang datang dari Nabishallallahu ‘alaihi  wa sallam. Beliau
langsung membenarkan dan mempercayai berita tersebut. Beliau tidak
banyak bertanya, meskipun peristiwa tersebut mustahil dilakukan dengan
teknologi pada saat itu. Demikianlah seharusnya sikap seorang muslim
terhadap setiap berita yang shahih dari Allah dan rasul-Nya.

        Hikmah Terjadinya Isra`

Apakah hikmah terjadinya Isra`, kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak Mi’raj langsung dari Mekkah padahal hal tersebut
memungkinkan? Para ulama menyebutkan ada beberapa hikmah terjadinya
peristiwa  Isra`, yaitu:

1. Perjalanan  Isra’ di bumi dari Mekkah ke Baitul Maqdis lebih
    memperkuat hujjah bagi orang-orang musyrik. Jika beliau langsung
    Mi’raj ke langit,  seandainya ditanya oleh orang-orang musyrik
    maka beliau tidak mempunyai alasan yang memperkuat kisah perjalanan
    yang beliau alami.  Oleh karena itu ketika orang-orang musyrik
    datang dan bertanya kepada beliau, beliau menceritakan tentang
    kafilah yang beliau temui selama perjalanan Isra’. Tatkala kafilah
    tersebut pulang dan orang-orang musyrik bertanya kepada mereka,
    orang-orang musyrik baru mengetahui benarlah apa yang disampaikan
    oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Untuk menampakkan hubungan antara Mekkah dan Baitul Maqdis yang
    keduanya merupakan kiblat kaum muslimin. Tidaklah pengikut para nabi
    menghadapkan wajah mereka untuk beribadah keculali ke Baitul Maqdis
    dan Makkah Al Mukarramah. Sekaligus ini menujukkan keutamaan beliau
    melihat kedua kiblat dalam satu malam.
3. Untuk menampakkan keutamaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
    dibandingkan para nabi yang lainnya. Beliau berjumpa dengan mereka
    di Baitul Maqdis lalu beliau shalat mengimami mereka.

        Faedah Kisah

Kisah yang agung ini sarat akan banyak faedah, di antaranya :

1. Kisah Isra’ Mi’raj termasuk tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan
    Allah ‘Azza wa Jalla.
2. Peristiwa ini juga menunjukkan keutamaan Nabi Muhammad shallallahu
    ‘alaihi wa sallam di atas seluruh nabi dan rasul’alaihimus shalatu
    wa salaam
3. Peristiwa yang agung ini menunjukkan keimanan para sahabat
    radhiyallahu’anhum. Mereka meyakini kebenaran berita tentang
    kisah ini, tidak sebagaimana perbuatan orang-orang kafir Quraisy.
4. Isra` dan Mi’raj terjadi dengan jasad dan ruh beliau, dalam
    keadaan terjaga. Ini adalah pendapat jumhur (kebanyakan) ulama,
    muhadditsin, dan fuqaha, serta inilah pendapat yang paling kuat
    di kalangan para ulama Ahlus sunnah. Allah Ta’ala berfirman yang
    artinya :“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada
    suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah
    Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian
    dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
    Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Isra` : 1)

Penyebutan kata ‘hamba’ digunakan untuk ruh dan jasad secara bersamaan.
Inilah yang terdapat dalam hadits-hadits Bukhari dan Muslim dengan
riwayat yang beraneka ragam bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa salaam
melakukan Isra` dan Mi’raj dengan jasad beliau dalam keadaan terjaga.

Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam Lum’atul I’tiqad “…
Contohnya hadits Isra` dan Mi’raj, beliau mengalaminya dalam keadaan
terjaga, bukan dalam keadaan tidur, karena (kafir) Quraisy mengingkari
dan sombong terhadapnya (peristiwa itu), padahal mereka tidak
mengingkari mimpi”

Imam Ath Thahawi rahimahullah berkata : “Mi’raj adalah benar. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa salaam telah melakukan Isra` dan Mi’raj
dengan tubuh beliau dalam keadaan terjaga ke atas langit…”

1. Penetapan akan ketinggian Allah Ta’ala dengan ketinggian zat-Nya
    dengan sebenar-benarnya sesuai dengan keagungan Allah, yakni Allah
    tinggi berada di atas langit ketujuh, di atas
    ‘arsy-Nya. Ini merupakan akidah kaum muslimin seluruhnya dari dahulu
    hingga sekarang.
2. Mengimani perkara-perkara ghaib yang disebutkan dalam hadits di
    atas, seperti: Buraaq, Mi’raj, para malaikat penjaga langit,
    adanya pintu-pintu langit, Baitul Ma’mur, Sidratul Muntaha
    beserta sifat-sifatnya, surga, dan selainnya.
3. Penetapan tentang hidupnya para Nabi ‘alaihimus salaam di
    kubur-kubur mereka, akan tetapi dengan kehidupan barzakhiah, bukan
    seperti kehidupan mereka di dunia. Oleh karena itulah, di sini tidak
    ada dalil yang membolehkan seseorang untuk berdoa, bertawasul, atau
    meminta syafa’at kepada para Nabi dengan alasan mereka masih hidup.
    Syaikh Shalih Alu Syaikh rahimahullah menjelaskan  bahwa Nabi
    Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salaam dalam Mi’raj menemui ruh
    para Nabi kecuali Nabi Isa ‘alaihis salaam. Nabi menemui jasad
    Nabi Isa  karena jasad dan ruh beliau dibawa ke langit dan beliau
    belum wafat.
4. Banyaknya jumlah para malaikat dan tidak ada yang mengetahui jumlah
    mereka kecuali Allah.
5. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga adalah kalimur
    Rahman (orang yang diajak bicara langsung oleh Ar Rahman).
6. Allah Ta’ala memiliki sifat kalam (berbicara) dengan pembicaraan
    yang sebenar-benarnya.
7. Tingginya kedudukan shalat wajib dalam Islam, karena Allah langsung
    yang memerintahkan kewajiban ini.
8. Kasih sayang dan perhatian Nabi Musa’alaihis salaam terhadap umat
    Islam, ketika beliau menyuruh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
    untuk diringankan kewajiban shalat.
9. Penetapan adanya nasakh (penghapusan hukum) dalam syariat Islam,
    serta bolehnya me-nasakh suatu perintah walaupun belum sempat
    dikerjakan sebelumnya, yakni tentang kewajiban shalat yang awalnya
    lima puluh rakaat menjadi lima rakaat.
10. Surga dan neraka sudah ada sekarang, karena Nabi shallallahu
    ‘alaihi wa sallam telah melihat keduanya ketika Mi’raj.
11. Para ulama berbeda pendapat apakah Nabi melihat Allah pada saat
    Mi’raj. Ada tiga pendapat yang populer : Nabi melihat Allah dengan
    penglihatan, Nabi melihat Allah dengan hati, dan Nabi tidak melihat
    Allah namun hanya mendengar kalam Allah.
12. Pendapat yang benar bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj hanya berlangusng
    satu kali saja dan tidak berulang.
13. Barangsiapa yang mengingkari Isra`, maka dia telah kafir, karena
    dia berarti menganggap Allah berdusta. Barangsiapa yang mengingkari
    Mi’raj maka tidak dikafirkan kecuali setelah ditegakkan padanya
    hujjah serta dijelaskan padanya kebenaran.

        Hukum Mengadakan Perayaan Isra` Mi’raj

Bagaimana hukum mengadakan perayaan Isra’ Mi’raj? Berdasarkan dari
penjelasan di atas, nampak jelas bagi kita bahwa perayaan Isra` Mi’raj
tidak boleh dikerjakan, bahkan merupakan perkara bid’ah, karena dua
alasan :

1. Malam Isra` Mi’raj tidak diketahui secara pasti kapan terjadinya.
    Banyaknya perselisihan di kalangan para ulama, bahkan para sahabat
    dalam penentuan kapan terjadinya Isra` dan Mi’raj, merupakan
    dalil yang sangat jelas menunjukkan bahwa mereka tidaklah menaruh
    perhatian yang besar tentang waktu terjadinya. Jika waktu terjadinya
    saja tidak disepakati, bagaimana mungkin bisa dilakukan perayaan
    Isra’ Mi’raj?
2. Dari sisi syari’at, perayaan ini juga tidak memiliki landasan.
    Seandainya perayaan tersebut adalah bagian dari syariat Allah, maka
    pasti akan dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
    para sahabatnya, atau minimal beliau sampaikan kepada ummatnya.
    Seandainya beliau dan para sahabat  mengerjakannya atau
    menyampaikannya, maka ajaran tersebut akan sampai kepada kita.

Jadi, tatkala tidak ada sedikitpun dalil tentang hal tersebut,  maka
perayaan Isra’ Mi’raj  bukan bagian dari ajaran Islam. Jika dia bukan
bagian dari agama Islam, maka tidak boleh bagi kita untuk beribadah dan
bertaqarrub kepada Allah Ta’ala dengan perbuatan tersebut. Bahkan
merayakannya termasuk perbuatan bid’ah yang tercela.

Berikut di antara  fatwa ulama dalam masalah ini. Syaikh Muhammad bin
Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya : ”Pertanyaan ini
tentang perayaan malam Isra’ Mi’raj yang terjadi di Sudan. Kami
merayakan malam Isra’ Mi’raj rutin setiap tahun,  Apakah perayaan
tersebut memiliki sumber dari Al Qur’an dan As Sunnah atau pernah
terjadi di masa Khulafaur Rasyidin atau pada zaman tabi’in? Berilah
petunjuk kepadaku karena saya bingung dalam masalah ini. Terimakasih
atas jawaban Anda.”

Jawaban Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah : “Perayaan seperti itu
tidak memiliki dasar dari Al Qur’an dan As Sunnah dan tidak pula pada
zaman Khulafaur Rasyidin . Petunjuk yang ada dalam Al Qur’an  dan sunnah
rasul-Nya justru menolak perbuatn bid’ah tersebut karena Allah
Ta’ala mengingkari orang-orang  yang menjadikan syariat bagi mereka
selain syariat Allah termasuk perbuatan syirik, sebagaimana firman Allah :

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّه

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang
mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (Asy
Syuura:21)

Dan juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد

“ Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya
dari Allah dan rasul-Nya maka amalan tersebut tertolak “.

Perayaan malam Isra’ Mi’raj bukan merupakan perintah Allah dan
rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam memperingatkan ummatnya dalam setiap khutbah Jum’at melalui
sabda beliau :

أما بعد فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها
وكل بدعة ضلالة

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah firman Allah
dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Sejelek-jelek perkara adalah perkara baru dalam agama, dan
setiap bid’ah adalah sesat.”

Semoga paparan ringkas ini dapat menambah ilmu dan wawsan kita, serta
dapat menambah keimanan kita. Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad

0 komentar:

Posting Komentar