Kamis, 19 April 2018

Cerita: Tawadluknya Al Habib Dan Tangis Mbah Romo Kyai Hamid Pasuruan

Tawadluknya Al Habib Dan Tangis 
Mbah Romo Kyai Hamid Pasuruan


Foto Romo Kyai Hamid
Suatu ketika Mbah Hamid memondokkan putranya (Gus Nu'man) di Pesantren Darul Hadis Malang yang di asuh oleh Ulama Besar pakar Hadis Prof Dr al Habib Abdulloh Bilfaqih.

Namanya juga anak muda, pasti ada nakalnya. Begitu juga dengan Nu'man, Nampaknya kenakalannya terdengar sampai ke telinga Habib.

Lalu Nu'man dipanggil oleh sang pengasuh. Dia diberi pengarahan dan nasihat-nasihat agar dia tidak nakal lagi dan tapi tidak sampai di ta'zir.

Satu dua kali dia dipanggil tetap saja belum ada perubahan, ahirnya untuk yang ketiga kalinya dia dihukum langsung oleh sang pengasuh.

Nu'man di pukul berkali-kali dengan penjalin (bambu kuning yang masih muda).

Hingga pada suatu malam al Habib Abdullah di tegur Abahnya (Al Qutb al Habib Abdul Qodir Bilfaqih) lewat sebuah mimpi dengan berkata;

"nak koen ndak wero tah ana'e sopo seng koen tandangi iku?, iku putrone kyai Hamid, kyai seng dadi wali abdal, opo koen gak wedi kualat?"

(nak, kamu tidak tahu? Anak siapa yang kamu pukuli itu?, itu adalah anak kyai Hamid, kyai yang menjadi wali abdal, apa kamu tidak takut kualat?).

Dan selang beberapa hari beliau juga mimpi bertemu dengan kyai Hamid sedang menuju pintu surga, dan sang Habib tersebut berusaha menggapai kyai Hamid tapi tidak bisa. Mimpi itu datang sampai beberapa hari.

Setelah mendapat teguran dari sang ayahanda, dan bermimpi bertemu kyai Hamid, beliau merasa sangat bersalah kepada kyai Hamid. Lalu beliau mendatangi kediaman kyai Hamid untuk meminta maaf atas perilakunya terhadap anak beliau.

Kebetulan waktu itu bertepatan hari Ahad, di mana pengajian umum rutinan di ndalem Kiai Hamid.
Begitu Kiai Hamid melihat kedatangan Al Habib, beliau menyongsong dan mempersilakan al Habib untuk memimpin pengajian rutin tersebut.

Tak di nyana, dalam pengajiannya, Sang Habib justru menceritakan apa yang beliau perbuat kepada Gus Nu'man dan mimpi mimpinya kepada para jamaah pengajian yang puluhan ribu jumlahnya.
Mendengar apa yang dituturkan oleh Sang Habib. Tanpa terasa air mata Mbah Hamid mengalir deras,
Menurut sumber, kyai Hamid tidak pernah menangis sampai parah seperti itu sebelumnya. Beliau malu kalau kelebihan beliau diceritakan di muka umum.

0 komentar:

Posting Komentar