SARJANA INGSUN RIFAI

Acara Prosesi Wisuda S-1 Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Pasuruan

Sang Pejuang Keluarga

Pejuang keluarga yang penuh ketangguhan dan keihlasan demi menyongsong masa depan yang cerah

MENATAP MASA DEPAN YANG CERAH

Tampil biasa dan apa adanya walaupun kadang terlihat rendah dari pada yang lainnya

KEGIATAN PROSES PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Penerapan Metode Diskusi Dalam Kegiatan Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Dilakukan Setiap Pertemuan

Eling marang Gusti Pangeran tur ra nglaleke dumateng Kanjeng Guru

Biasa dengan membiasakan diri seperti biasa agar tidak terlihat luar biasa walaupun terkadang hanya impian belaka

Senin, 20 Februari 2017

Kebiasaan Santri Yang Bikin Kangen Sepanjang Masa

Kebiasaan Santri Yang Bikin Kangen
Sepanjang Masa

1.     Di Pondok pesantren dilarang nonton TV, kalaupun boleh hanya bisa menyaksikan program berita saja. Tapi tak sedikitpun mengurangi semangat belajar mereka.
2.    Nunggu kiriman dari orang atau nunggu giliran setoran hafalan/bacaan kitab sama bikin tegang harap-harap cemas.
3.    Kepatuhan dan keta’dhimam (rasa patuh) santri pada guru/Kiainya memang tak bisa diragukan lagi, bahkan tidak ada tandingannya di muka bumi ini.
4.    Ngaji/belajar sambil duduk itu biasa, tapi ngaji/belajar sambil berdiri sama sekali tidak mengurangi keseriusan para santri. Luar biasa.
5.    Keistiqomahan para santri dalam menimba ilmu benar-benar teruji. Istiqomah nomor satu, mengerti sambil lalu.
6.    Kebersaman adalah segala-galanya, dan di situlah kebahagian terasa meskipun jauh dari orang tua.
7.    Banyak orang bilang cara makan ala santri itu jorok, tapi justru makan bareng-bareng seperti ini tidak hanya mempererat tali persaudaraan antar sesama tapi juga membuat makan terasa lebih nikmat.
8.    Tempat yang terpisah antara santri putra dan putri tidak membuat semangat belajar santri menurun, justru membuat mereka saling menghargai dan memulyakan.
9.    Baca Al Quran, Tahlil dan sholawatan adalah ritual ibadah para santri yang pernah berhenti di senandungkan karena terbukti menyejukkan.
10. Yang paling tidak bisa dilupakan adalah nama Zaid, bagaimana tidak, setiap ustadz mengajar Ilmu Nahwu selalu saja mencontohkan Nama Zaidun seperti Ja’a Zaidun (Datang siapa Zaid), tanpa pernah tahu Zaid itu siapa dan orang mana.

11.  Salut buat para pengurus yang tak kenal lelah dalam mengurus para santri.

Motivasi Pagi

Harga diri adalah awal kekuatan yang sesungguhnya

Hargailah usahamu, hargailah dirimu. Harga diri memunculkan disiplin diri. Ketika anda memiliki keduanya, itulah kekuatan sesungguhnya.
Sudahkah anda memiliki harga diri yang tinggi hari ini? Ketika anda terlambat ke Sekolah hari ini, apakah itu harga diri? Tidak, harga diri bermula ketika kamu menghargai dirimu.
Ketika harga diri kamu tinggi, tidak akan ada pelanggaran yang kamu lakukan. Berusahalah menghargai diri dengan disiplin, disitulah orang akan menghargai anda sebagai individu.


-------------------------------------------------


Satu-satunya sumber pengetahuan adalah pengalaman 

Ya, pengalaman adalah guru yang paling berharga. Pengalaman mengajarkan kamu untuk tidak jatuh pada kesalahan yang sama. Ketika cara yang pertama gagal, kamu tidak akan menggunakannya lagi cara tersebut.
Itulah pengetahuan dari pengalaman. Baik itu pahit ataupun manis, pengalaman tetap berada pada fungsi tertingginya, pengetahuan bagi manusia. 

Tips Menghafal : Cara Belajar Para Ulama

Tips Menghafal : Cara Belajar Para Ulama

Berikut ini ringkaskan tips-tips untuk menghafal dari salah seorang ulama kita masa ini, agar cepat menghafal dan hafalan kita kokoh dan tahan lama, yaitu : (1) Pilihlah waktu yang cocok; (2) Pilihlah tempat yang cocok; (3) Pilihlah kadar kuantitas yang sesuai pada matan yang ingin dihafal atau pada kitab syarah yang ingin dibaca; dan (4) Pilihlah posisi menghafal yang nyaman
Sepatutnya bagi orang yang ingin menghafal untuk memilih waktu, tempat, kuantitas, dan posisi yang cocok untuk diri sendiri. Ada orang yang sukanya menghafal sambil berjalan daripada duduk. Ada yang sukanya menghafal sambil berdiri di tengah malam. Maka jika mau menghafal, jangan mengikuti gaya menghafal seseorang jika memang tidak cocok untuk diri kita, pilihlah posisi senyaman mungkin agar kita mudah menghafal. Sebagian ulama madzhab Syafi’I mengatakan :

القراءة العالية للحفظ, و القراءة الخافية للفهم
“Membaca dengan suara keras itu untuk menghafal, sedangkan membaca dengan suara pelan itu untuk memahami”

فانظر إلى ما ينفعك, و الضابط ذلك : أنت
“Lihatlah mana yang bermanfaat bagimu. Dan patokan hal tersebut adalah : dirimu”

(5)      Membagi hafalan menjadi beberapa bagian
(6)      Gunakan satu cetakan matan saja
(7)      Berilah harokat pada matan yang ingin dihafal
(8)      Buatlah “jembatan keledai” dalam menghafal
(9)      Membiasakan diri untuk menghafal dan tidak mudah mutung
(10)  Mengulang hafalan baik seorang diri maupun dengan orang lain
(11)  Mengamalkan apa yang telah dihafalkan
(12)  Makanan dan minuman yang membantu kita untuk menghafal

(13)  Membaca kitab yang menceritakan perjalanan para huffazh

Arti dan Makna SANTRI

ARTI & MAKNA
SANTRI

 
Kata santri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti (1) orang yg mendalami agama Islam; (2) orang yg beribadat dng sungguh-sungguh; orang yg saleh. Akan tetapi saya punya definisi berbeda arti dari santri tersebut menurut saya, Makna Santri adalah bahasa serapan dari bahasa inggris yang berasal dari dua suku kata yaitu SUN dan THREE yang artinya tiga  matahari.  Matahari adalah titik pusat tata surya berupa bola berisi gas yg mendatangkan terang dan panas pd bumi pd siang hari. seperti kita ketahui matahari adalah sumber energi tanpa batas, matahari pula sumber kehidupan bagi seluruh tumbuhan dan semuanya dilakukan secara ikhlas oleh matahari. namun maksud tiga matahari dalam kata SUNTHREE adalah tiga keharusan yang dipunyai oleh seorang santri yaitu Iman, Islam dan Ihsan.
Semua ilmu tentang Iman, Islam dan Ihsan dipelajari dipesantren menjadi seorang santri yang dapat beriman kepada Allah secara sungguh-sungguh, berpegang teguh kepada aturan islam. serta dapat berbuat ihsan kepada sesama.

Namun para ilmuan tidak sependapat dan saling berbeda tentang pengetian santri. Ada yang menyebut, santri diambil dari bahasa ‘tamil’ yang berarti ‘guru mengaji’, ada juga yang menilai kata santri berasal dari kata india ‘shastri’ yang berarti ‘orang yang memiliki pengetahuan tentang kitab suci’.

Selain itu, pendapat lainya meyakini bahwa kata santri berasal dari kata ‘Cantrik’ (bahasa sansekerta atau jawa), yang berarti orang yang selalu mengikuti guru. Sedang versi yang lainya menganggap kata ‘santri’ sebagai gabungan antara kata ‘saint’ (manusia baik) dan kata ‘tra’ (suka menolong). Sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
Dalam praktik bahasa sehari-hari, istilah ‘santri’ pun memiliki devariasi yang banyak. Artinya, pengertian atau penyebutan kata santri masih suka-suka alias menyisakan pertanyaan yang lebih jauh. Santri apa, yang mana dan bagaimana? Ada santri profesi, ada santri kultur. ‘Santri Profesi’ adalah mereka yang menempuh pendidikan atau setidaknya memiliki hubungan darah dengan pesantren. Sedangkan ‘Santri Kultur’ adalah gelar santri yang disandangkan berdasarkan budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.
Dengan kata lain, bisa saja orang yang sudah mondok di pesantren tidak disebut santri, karena prilakunya buruk. Dan sebaliknya, orang yang tidak pernah mondok di pesantren bisa disebut santri karena prilakunya yang baik. Dari segi metode dan materi pendidikan, kata ‘santri’ pun dapat dibagi menjadi dua. Ada ‘Santri Modern’ dan ada ’Santri Tradisional’ – Seperti juga ada pondok modern dan ada juga pondok tradisional. Sedang dari segi tempat belajarnya, ada istilah ‘santri kalong’ dan ‘santri tetap. Santri kalong adalah orang yang berada di sekitar pesantren yang ingin menumpang belajar di pondok pada waktu-waktu tertentu.

Walapun ketika kembali kemasyarakat santri tidak semuanya berprofesi jadi kyai maupun ustadz, ada yang berprofesi sebagai karyawan, pengusaha, pedagang dan banyak lainya, namun diharapkan santri tetap menjadi santri walaupun hanya berprofesi sebagai pedagang, jadilah pedagang yang benar ala santri. Saya punya satu lagi definisi kata santri yaitu serapan dari bahasa jawa / melayu yang bersal dari kata ngantri, memang tak dapat dipungkiri bahwa dikehidupan sehari-harinya seorang santri tidak luput dari ngantri entah itu mandi, makan, BAB, nyuci dan lain sebagainya.

Akibat Durhaka Kepada Orang Tua

Akibat Durhaka Kepada Orang Tua
Setiap manusia mendambakan kebahagiaan dan kesuksesan, terhindar dari kesengsaraan dan kegagalan di dunia dan akhirat. Di sinilah pentingnya kita mengenal secara baik akibat-akibat durhaka kepada orang tua, selain mempersiapkan bekal dan perangkat yang profesional untuk menggapai cita-cita.
Tidak jarang kita saksikan anak yang durhaka pada orang tuanya, ia harus menghadapi kendala-kendala yang berat, sulit meraih kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidupnya. Belum lagi ia harus dan pasti menghadapi penderitaan yang berat saat sakratul maut, dan ini pernah terjadi di zaman Rasulullah saw. Beliau sendiri tak sanggup membimbingnya untuk mempertahankan keimanannya kecuali setelah ibunya memaafkan.
Tidak sedikit juga anak yang durhaka, ia sangat sulit menemukan dan merasakan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidupnya sekalipun ia memiliki kemampuan profesional dan berkecukupan dalam materi. Bahkan tidak jarang di antara mereka hampir-hampir putus asa dalam hidupnya akibat kedurhakaannya terhadap kedua orang tuanya. Fakta dan kenyataan yang kita jumpai dalam kehidupan keseharian bahwa dalam kehidupan ini penuh dengan energi, yang positif dan negatif, yang dapat menolong kita atau sebaliknya menghantam kekuatan kita. Sehingga kita kehilangan kendali, gelap dan tak mampu melihat rambu-rambu kebahagian dan kesuksesan yang sejati.
Kenyataan inilah yang rambu-rambunya sering diungkapkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta Ahlul baitnya (sa). Kita mesti menyadari bahwa mata lahir kita, bahkan pikiran kita, punya keterbatan untuk menyoroti rambu-rambu itu. Karena rambu-rambu itu jauh berada di atas kemampuan sorot mata lahir dan analisa pikiran. Yang mengetahui semua itu secara sempurna hanya Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang suci dari Ahlul bait Nabi saw.
Tolok Ukur durhaka kepada orang tua Allah swt berfirman: “Jika salah seorang di antara mereka telah berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali jangan kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka, ucapkan kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al-Isra’: 23).
Salah seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah saw: Apakah ukuran durhaka kepada kedua orang tua? Rasulullah saw menjawab: “Ketika mereka menyuruh ia tidak mematuhi mereka, ketika mereka meminta ia tidak memberi mereka, jika memandang mereka ia tidak hormat kepada mereka sebagaimana hak yang telah diwajibkan bagi mereka.” (Mustadrak Al-Wasâil 15: 195)
Rasulullah saw pernah bersabda kepada Ali bin Abi Thalib (sa): “Wahai Ali, barangsiapa yang membuat sedih kedua orang tuanya, maka ia telah durhaka kepada mereka.” (Al-Wasail 21: 389; Al-Faqîh 4: 371)

A.    Tingkatan Dosa durhaka pada orang tua
Rasulullah saw bersabda: “Dosa besar yang paling besar adalah syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua…” (Al-Mustadrak 17: 416)
Rasulullah saw bersabda: “Ada tiga macam dosa yang akibatnya disegerakan, tidak ditunda pada hari kiamat: durhaka kepada orang tua, menzalimi manusia, dan ingkar terhadap kebajikan.” (Al-Mustadrak 12: 360)
Rasulullah saw bersabda: “…Di atas setiap durhaka ada durhaka yang lain kecuali durhaka kepada orang tua. Jika seorang anak membunuh di antara kedua orang tuanya, maka tidak ada lagi kedurhakaan yang lain di atasnya.” (At-Tahdzib 6: 122)

B.     Akibat-akibat durhaka kepada orang tua
Durhaka kepada orang tua memiliki dampak dan akibat yang luar bisa dalam kehidupan di dunia, saat sakratul maut, di alam Barzakh, dan di akhirat. Akibat itu antara lain:
1.      Dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla
Dalam hadis Qudsi Allah swt berfirman: “Sesungguhnya yang pertama kali dicatat oleh Allah di Lawhil mahfuzh adalah kalimat: ‘Aku adalah Allah, tiada Tuhan kecuali Aku, barangsiapa yang diridhai oleh kedua orang tuanya, maka Aku meri¬dhainya; dan barangsiapa yang dimurkai oleh keduanya, maka Aku murka kepadanya.” (Jâmi’us Sa’adât, penghimpun kebahagiaan, 2: 263).

2.      Menghalangi doa dan Menggelapi kehidupan
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “…Dosa yang mempercepat kematian adalah memutuskan silaturrahmi, dosa yang menghalangi doa dan menggelapi kehidupan adalah durhaka kepada kedua orang tua.” (Al-Kafi 2: 447)

3.      Celaka di dunia dan akhirat
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Durhaka kepada kedua orang tua termasuk dosa besar karena Allah Azza wa Jalla menjadikan dalam firman-Nya sebagai anak yang durhaka sebagai orang yang sombong dan celaka: “Berbakti kepada ibuku serta Dia tidak menjadikanku orang yang sombong dan celaka, (Surat Maryam: 32)” (Man lâ yahdhurul Faqîh 3: 563)

4.      Dilaknat oleh Allah swt
Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib (sa): “Wahai Ali, Allah melaknat kedua orang tua yang melahirkan anak yang durhaka kepada mereka. Wahai Ali, Allah menetapkan akibat pada kedua orang tuanya karena kedurhakaan anaknya sebagaimana akibat yang pasti menimpa pada anaknya karena kedurhakaannya…” (Al-Faqîh 4: 371)
Ya Allah, jangan jadikan daku orang yang menyebabkan kedua orang tuaku dilaknat oleh-Mu karena kedurhakanku pada mereka. Ya Allah, jadikan daku anak yang berbakti kepada kedua orang tuaku sehingga Engkau sayangi mereka karena kebarbaktianku pada mereka.”
Duhai saudaraku, di sinilah letak hubungan erat yang tak terpisahkan antara kita dan kedua orang tua kita. Betapa pentingnya menanamkan pendidikan akhlak yang mulia pada anak-anak kita, sehingga kita meninggalkan warisan yang paling berharga yaitu anak-anak yang saleh, yang dapat mengalirkan kebahagiaan dan kedamaian pada kita bukan hanya di dunia tetapi juga di alam Barzakh dan akhirat.

5.      Dikeluarkan dari keagungan Allah swt
Imam Ali Ar-Ridha (sa) berkata: “Allah mengharamkan durhaka kepada kedua orang tua karena durhaka pada mereka telah keluar dari pengagungan terhadap Allah swt dan penghormatan terhadap kedua orang tua.” (Al-Faqih 3: 565)

6.      Amal kebajikannya tidak diterima oleh Allah swt
Dalam hadis Qudsi Allah swt berfirman: “Demi Ketinggian-Ku, keagungan-Ku dan kemuliaan kedudukan-Ku, sekiranya anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya mengamalkan amalan semua para Nabi, niscaya Aku tidak akan menerimanya.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 263).

7.      Shalatnya tidak diterima oleh Allah swt
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Barangsiapa yang memandang kedua orang tuanya dengan pandangan benci ketika keduanya berbuat zalim kepadanya, maka shalatnya tidak diterima.” (Al-Kafi 2: 349).

8.      Tidak melihat Rasulullah saw pada hari kiamat
Rasulullah saw bersabda: “Semua muslimin akan melihatku pada hari kiamat kecuali orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, peminum khamer, dan orang yang disebutkan nama¬ku lalu ia tidak bershalawat kepadaku.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 263).
Na’udzubillâh, semoga kita tidak tergolong kepada mereka yang tidak diizinkan untuk berjumpa dengan Rasulullah saw dan Ahlul baitnya (sa), karena hal ini harapan dan idaman bagi setiap muslimin dan mukminin. Sudah tidak berjumpa di dunia, tidak berjumpa pula di akhirat. Na’udzubillâh, semoga kita semua dijauhkan dari akibat ini.

9.      Diancam dimasukkan ke dalam dua pintu neraka
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang membuat kedua orang tuanya murka, maka baginya akan dibukakan dua pintu neraka.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 262).

10.  Tidak akan mencium aroma surga
Rasulullah saw bersabda: “Takutlah kamu berbuat durhaka kepada kedua orang tuamu, karena bau harum surga yang tercium dalam jarak perjalanan seribu tahun, tidak akan tercium oleh orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, memutuskan silaturahmi, dan orang lanjut usia yang berzina…” (Al-Wasâil 21: 501)

11.  Menderita saat Saktatul maut
Penderitaan anak yang durhaka kepada orang tuanya saat sakratul mautnya pernah menimpa pada salah seorang sahabat Nabi saw. Berikut ini kisahnya:
Kisah nyata di zaman Nabi saw
Pada suatu hari Rasulullah saw mendatangi seorang pemuda saat menjelang kematiannya. Beliau membimbingnya agar membaca kalimat tauhid, Lâilâha illallâh, tapi pemuda itu lisannya terkunci.
Rasulullah saw bertanya kepada seorang ibu yang berada di dekat kepala sang pemuda sedang menghadapi sakratul maut: Apakah pemuda ini masih punya ibu?
Sang ibu menjawab: Ya, saya ibunya, ya Rasulullah.
Rasulullah saw bertanya lagi: Apakah Anda murka padanya?
Sang ibu menjawab: Ya, saya tidak berbicara dengannya selama 6 tahun.
Rasulullah saw bersabda: Ridhai dia!
Sang ibu berkata: Saya ridha padanya karena ridhamu padanya.
Kemudian Rasulullah saw membimbing kembali kalimat tauhid, yaitu Lâilâha illallâh.
Kini sang pemuda dapat mengucapkan kalimat Lâilâha illallâh.
Rasulullah saw bertanya pemuda itu: Apa yang kamu lihat tadi?
Sang pemuda menjawab: Aku melihat seorang laki-laki yang berwajah hitam, pandangannya menakutkan, pakaiannya kotor, baunya busuk, ia mendekatiku sehingga membuatku marah padanya.
Lalu Nabi saw membimbinnya untuk mengucapkan doa:
يَا مَنْ يَقْبَلُ الْيَسِيْرَ وَيَعْفُو عَنِ الْكَثِيْرِ، اِقْبَلْ مِنِّى الْيَسِيْرَ وَاعْفُ عَنِّي الْكَثِيْرَ، اِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
“Wahai Yang Menerima amal yang sedikit dan Mengampuni dosa yang banyak, terimalah amalku yang sedikit, dan ampuni dosaku yang banyak, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”
Sang pemuda kini dapat mengucapkannya.
Nabi saw bertanya lagi: Sekarang lihatlah, apa yang kamu lihat?
Sang pemuda menjawab: sekarang aku melihat seorang laki-laki yang berwajah putih, indah wajahnya, harum dan bagus pakaiannya, ia mendekatiku, dan aku melihat orang yang berwajah hitam itu telah berpaling dariku.
Nabi saw bersabda: Perhatikan lagi. Sang pemuda pun memperhatikannya. Kemudian beliau bertanya: sekarang apa yang kamu lihat?
Sang pemuda menjawab: Aku tidak melihat lagi orang yang berwajah hitam itu, aku melihat orang yang berwajah putih, dan cahayanya meliputi keadaanku. (Bihârul Anwâr 75: 456).

Sabtu, 18 Februari 2017

Sejarah : Napak Tilas Sejarah Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang

NAPAK TILAS SEJARAH PONDOK PESANTREN
 DARUL ULUM REJOSO PETERONGAN JOMBANG



A.    Sejarah Klasik (antara tahun 1885 - 1937 M) 
Periode ini merupakan masa - masa pembibitan dan penanaman dasar-dasar berdirinya pondok pesantren. Pemimpin pertama yang mendirikan pendidikan ini, yaitu KH. Tamim Irsyad dibantu KH. Cholil sebagai mitra kerja dan sekaligus menjadi menantunya.Beliau menanamkan jiwa Islam yang diaktualkan dalam bentuk sikap dan juga perbuatan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Berdirinya Pondok Pesantren Darul 'Ulum bermula dari kedatangan KH. Tamim Irsyad yang berasal dari Bangkalan Madura ke Rejoso. Beliau adalah murid KH. Cholil Bangkalan. Ketika beliau datang ke Jombang. demi memperbaiki keadaan Ekonomi keluarga KH. Tamim yang memiliki Hikmah besar dalam meneruskan tradisi pengajaran yang pernah ia terima, ditemukanlah Desa Rejoso, tempat secara naluriah Keagamaan KH. Tamim yang amat Representatif sebagai lahan perjuangan menegakkan Islam.
Alasan lain dipilihnya Desa Rejoso sebagai lahan perjuangan menegakkan Islam oleh beliau pondok pesantren yang direncanakan dan merupakan hutan itu, merupakan wadah yang dihuni masyarakat hitam dan jauh dari praktik-praktik sehat menurut norma ajaran Islam. Mereka adalah manusia jahat dalam arti sering melakukan keonaran tanpa memperhitungkan hak manusia tetangganya. Mereka adalah manusia yang tidak memperhatikan tata krama pergaulan hidup dalam kebersamaan. Untuk itulah dua Kyai ini sangat membutuhkan modal yang kuat demi terlaksananya cita - cita membangun masyarakat yang berbeda sama sekali dengan bentuk masyarakat yang ada di situ. Modal tersebut memang telah dimiliki olehnya.
KH. Tamim Irsyad adalah ahli dalam syariat Islam disamping memiliki ilmu kanuragan kelas tinggi. Demikian pula KH. Cholil merupakan pengamal ilmu tasawuf disamping memiliki bekal ilmu syariat Islam pada umumnya. Beliau waktu itu telah dipercaya oleh gurunya untuk mewariskan ilmu tharekat qodiriyah wannaqsyabandiyah-Nya kepada yang berhak menerimanya, dengan kata lain beliau berhak sebagai Al-Mursyid (guru petunjuk dalam dunia tharekat).
Pada periode ini sistem pengajaran ilmu pengetahuan dilaksanakan oleh kedua beliau dengan sistem ceramah dan praktikum langsung melalui saluran sarana yang ada pada masyarakat. KH. Tamim Irsyad memberikan pengajian ilmu Al-Qur'an dan Ilmu Fiqih atau hukum syariat Islam, sedangkan KH. Cholil memberikan pengajian ilmu tasawuf dalam bentuk pengamalan thareqat qodiriyah wan naqsyabandiyah disamping tuntunan ilmu tauhid. Sehingga dengan demikian para murid tidak berat menjalankan syariat Islam.
Oleh kiai Tamim para murid diberikan syariatnya dan oleh kyai Cholil dilatih mencintai yang punya syariat Islam. Adapun sarana untuk kegiatan tersebut ada dua yang masing - masing dibangun tahun 1898 dan tahun 1911, surau itu sendiri sampai sekarang masih terawat baik, dipakai balai pertemuan dan pengajian. Siswa yang tercatat pada periode ini antara lain dari daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah, terutama dari Jombang. Mojokerto, Surabaya serta Madura. Jumlahnya sekitar da ratus orang (200 siswa) yang tinggal mondok. Potensi alumnus cukup memadai, sehingga dengannya Darul Ulum pada periode berikutnya berkembang dengan cukup membanggakan.
Sekitar akhir abad sembilan belas (XIX), ketika pondok pesantren ini berkembang cukum meyakinkan. didatangkanlah kiai Syafawi adik kyai Cholil dari Demak Jawa Tengah untuk membantu kelancaran pengajian. terutama bidang studi Ilmu Tafsir dan Ilmu Alat. Namun sayang, KH. Syafawi tidak bertahan lama, karena pada tahun 1904M beliau meninggalkan dunia fana ini. 20 tahun berikutnya (1930) Kyai Haji Tamim Irsyad menyusul Innalillah Wainna Ilaihirojiuun. Namun. sebelum beliau wafat telah mengkader putranya yang kedua yaitu KH. Romli Tamim, sebagai figur Pimpinan Darul Ulum periode kedua. Sepeninggal kedua beliau diatas, Kyai Cholil tinggal sendiri mengemban amanat kelangsungan hidup sarana pendidikan yang dibina. Dalam kesendiriannya inilah Kyai Haji Cholil mengalami Jadzab (menurut istilah Pondok Pesantren), atau barangkali terserang depresi psychis (menurut istilah Psychologi).
Setelah Kyai Cholil dapat memecahkan problem pribadinya tersebut barulah beliau bangkit mengemban amanatnya yang semakin komplek. la sekarang yang memegang semua bidang studi, yang dulu dipegang berdua.Tugas-tugas tersebut akhirnya oleh Kiai Cholil dapat didelegasikan kepada Generasi Penerus tanpa menimbulkan goncangan sosial berarti yaitu dengan datangnya KH. Romly Tamim putra kedua KH. Tamim Irsyad atau adik ipar KH. Cholil dari Studi di Pondok Pesantren Tebuireng pada tahun 1927 M.
KH. Romli Tamim pulang ke Rejoso dibekali oleh gurunya beberapa santri  antara lain yaitu: KH. Akhmad Jufri (Karangkates Kediri) dan KH. Zaid Buntet (Cirebon). Dengan kata lain Kiai satu ini dapat menyelesaikan regenerasi dengan mulus tanpa menimbulkan kesenjangan antar generasi sebelum dengan generasi sesudahnya melalui lantaran lahirnya KH. Romli sebagai tokoh. Tongkat estafet kepemimpinan tersebut akhirnya dapat diselesaikan kyai cholil dengan bukti munculnya tokoh-tokoh baru Pondok Pesantren peninggalan beliau tahun 1937 M. (wafat 1937M). Tokoh tersebut antara lin Kyai Haji Romli putra Kyai Haji Tamim Irsyad dan Kyai Haji Dahlan Cholil putra Kyai Haji Cholil. Dua tokoh inilah yang memimpin perkembangan pondok pesantren ini pada periode pertengahan.

B. Periode Pertengahan (antara tahun 1937 - 1958 M) 
Pondok pesantren yang telah berdiri bagai batu karang di laut, tetap tegar walau ombak menghempas datang. Ditengah-tengah gelombang juang bangsa Indonesia meneriakkan kata merdeka pada saat itulah generasi muda meledakkan dadanya dalam bentuk koperasi, gerakan politik, maupun bentuk yang lain. Mereka hanya mempunyai satu tujuan, Indonesia harus merdeka.
Generasi Pondok Pesantren ini pun tidak pernah ketinggalan meski dalam bentuk gerakan yang lain. Sepeninggal tokoh-tokoh tua, muncul Kyai Romli Tamim dan Kyai Dahlan Cholil sebagai tokoh muda yang baru saja menyelesaikan studinya di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang yang di asuh Kyai Haji Hasyim Asy'ari serta mengembangkan Ilmi Pengetahuan yang diperolehnya dari studi beliau di Mekkah Saudi Arabia. Kyai Haji Dahlan Cholil pulang ke Rejoso tahun 1932 dan kemudian disusul oleh adiknya yang bernama Kyai Haji Ma'sum Cholil tahun 1937 merupakan tokoh-tokoh muda yang selalu menyingsingkan lengan dengan ikut bersama bangsa dalam bentuk mencerdaskan bangsa lewat sarana pendidikan yang dibinanya. Pada periode inilah Pondok Pesantren ini menunjukan identitas yang sebenarnya. Hal ini dapat dilihat dari nama Pondok Pesantren yang diberikan oleh Beliau yaitu DARUL 'ULUM (Gudang Ilmu) pada tahun 1933 M.
Tokoh tersebut menekankan bahwa penanaman Darul Ulum buka hanya sekedar mengambil nama besar Madrasah Darul Ulum yang ada di Makkah Saudi Arabia yang secara kebetulan beliau juga merupakan tokoh Madrasah tersebut waktu masih berdomisili di sana. Namun lebih dari itu ingin mengambil contoh sebagai wadah sarana pendidikan yang mempunyai corak khas diantara sarana pendidikan yang ada waktu itu. Yaitu untuk mencetak manusia-manusia muslim yang tahan cuaca.tidak mudah tergoncang bergantinya masa dan model.Hati tetap erat merapat disisi Alloh walau bagaimanapun keadaanya.Badan kuat menahan godaan hidup. Inilah baru Muslim.
Waktu siang maupun pagi siswanya diajak langsung oleh beiau bertanam, berdagang menanti rezeki. Jika malam mereka bersujud khusu' menanti hidayat Alloh, dan jika fajar telah datang menyambutnya, mereka tersenyum cerah berkat telah datang, mereka masih diberi kesempatan memandang alam.Pendidikan semacam inilah, hasilnya ternyata cukup mengagumkan dan ini telah dirasakan oleh Pondok Pesantren Darul Ulum.
Pengkajian ilmu pengetahuan pada periode ini semakin mekar di daerah lain pada umumnya, bukan lagi hanya berliku-liku di daerah ilmu pengetahuan agama saja. Disamping itu pembagian tugas antara tokoh-tokoh yang ada semakin jelas. Kyai Romli Tamim memegang kebijakan umum Pondok Pesantren serta ilmu thasawuf dan thareqat qodiriyah wan naqsyabandiyahnya, KH. Dahlan Cholil memegang kebijakan khusus siasah (manajemen) dan pengajian syariat plus Al-Qur'an. Sedang Kyai Ma'soem Cholil mengemban organisasi sekolah dan managementnya. Sementara itu Kyai Umar Tamim adik Kyai Romli Tamim sebagai pembantu aktif di bidang kethareqatan. Semua tugas tersebut masing-masing dibantu oleh santri-santri se­nior, seperti KH. Ustman Al Isyaqi yang berasal dari Surabaya dalam praktikum qodiriyah wannaqsyabandiyah.
Ciri khas alumni pada periode ini seakan dapat dijabarkan melalui dua bentuk, antara lain sebagai berikut:    
Bentuk salikin atau ahli praktikum thareqat qodiriyah wan naqsyabandiyah. Mereka ini adalah lulusan amalan thareqat di bawah asuhan KH. Romli Tamim Irsyad. Sebagian mereka telah menjadi Al-Mursyid sejak zaman KH. Romli Tamim.
Bentuk huffadz atau penghafal Al-Qur'an, yang merupakn huffadz andalan di masing-masing daerahnya. Mereka ini adalah lulusan madrasah huffadz Al-Qur'an di asuh langsung oleh KH. Dahlan Cholil. 
Dalam perjuangan fisk membela negara peran ponpes tidak tanggung-tanggung. sebut Pondok Pesantren ini memang letaknya diperbatasan garis Demarkasi tentara pejuang dengan tentara penjajah. Apabila belanda telah menguasai Mojokerto, bukan main sibuknya penghubung dan penghuni pondok pesantren ini,tidak terkecuali kyai-kyainya. Ishomudin - putra KH. Romli Tarnim tertembak jatuh menghadap Alloh langsung oleh tembakan peluru Belanda pada tahun 1949 M.
Demikian pula KH. Romli Tamim sempat menginap di rumah KNIL Mojoagung karena tertangkap Belanda. Ini semua merupakan ikistrasi keterlibatan Pondok Pesantren Darul Ulum dalam perjuangan filsik memperjuangkan tanah Indonesia merdeka. Merdeka kata pejuang , merdeka pula para kyai. Kebenaran hams di perjuangkan sampai tubuh ini memat dimakan tanah. Karena tekad demikian itulah KH. Romli dan KH. Dahlan sebagai tokoh utama membiarkan santri serta simpatisannya menjadikan pondok pesantren ini sebagai markas tentara Hisbulloh pada kelas D menghajar tenlara Belanda. Kereta api sempat diledakkan oleh pejuang Hisbulloh di muka pondok pesantren yang dekat dengan rel kereta api ini.

Pada tahun 1938 didirikanlah sekolah klasikal yang pertama di Darul 'Ulum yang di beri nama Madrasah Ibtidaiyyah Darul TJlum. Sebagai tindak lanjut sekolah tersebut pada tahun 1949 M didirikan arena belajar untuk para calon pendidik dan da'wah. dengan nama Madrasah Muallimin (untuk siswa putra) dan pada tahun 1954 M berdirilah sekolah yang sama untuk kaum putri. Sekolah tersebut di huni sekitar 3000 siswa.
Pada bagian lain keluarga besar Darul 'Ulum yaitu Jam'iyah thareqat qadiriyah wan naqsyabandiyah. Anggota latihnya meliputi Jombang dan menembus daerah-daerah kabupaten lainya di Jawa Timur. Jawa Tengah dan Jawa Barat. bahkan ada Sulawesi selatan. Jumlah anggotanya puluhan ribu, dapat disaksikan di pusat latihan Rejoso jika Jam'iyah ini mengadakan perayaan khusus bagibagi warganya. Yang lazim adalah tiga kali dalam satu tahun, yaitu pada bulan sya'ban, bulan Muharrom dan bulan Rabi'ul akhir.
Periode ini di tutup pada tahun 1958, yang di tandai dengan kematian dua tokohnya, yaitu KH. Dahlan Cholil pada bulan sya'ban, disusul oleh KH. Romli Tamim pada bulan Raomadlon. Innalillah wa innailaihi raji'un.

C.   Periode Baru Fase Pertama (1958 - 1985)
Sepeninggalan kedua tokoh tersebut, pondok pesantren Darul 'Ulum mengalami kesenjangan kepemimpinan, terutama dalam bidang thareqat dan pengajian ilmu Al-Qur'an dengan segala ilmu bantuanya. Kejadian ini dapat dimaklumi karena dua tokoh yang telah tiada tersebut merupakan tokoh besar, serta piawai dalam bidangnya.
KH. Romli, mempunyai reputasi pasca sarjana dalam kehidupan thareqat di daerah Jombang maupun di kalangan Nasional, demikian pula halnya KH. Dahlan, reputasi dalam bidang ke Al-Qur'anan cukup di kenal Ulama semasanya. Ia terkenal sebagai ulama beraliran keras karena itu terkadang tampak kaku tetapi konsisten dengan ilmunya. Alhamdulillah, pada masa transisi antara tahun 1958 - 1961 ini adalah tokoh pendamping kedua almarhum, yaitu KH. Ma'soem Kholil yang selama ini berdomisili di Jagalan Jombang.
KH. Ma'soem selama kepemimpinanya Darul 'Ulum cukup memuaskan berkat ditemukanya tokoh yang sebelumnya terpendam Kyai Ma'soem sendiri belum sempat menikmati upaya tersebut tclah wafat pada tahun 1961 M. Tokoh baru yang di maksud adalah lahirnya Kyai Bishri Cholil dan KH. Musta'in Romly sebagai pemimpin utama pada ketokohan periode baru fase pertama ini. Masa ketokohan KH. Musta'in dan KH. Bishri. antara tahun 1962 sampai 1985 Darul 'Ulum banyak mengalami pembaharuan dalam bidang Struktur organisasi. bidang bentuk pendidikan maupun dalam bidang sarana fisik, perubahan tersebut antara lain bisa dilihat di bawah ini.
D.   Bidang Struktur Organisasi.
Pondok Pesantren Darul 'Ulum sejak tahun ajaran 1962 Struktur organisasinya berubah. Distribusi tugas secara terperinci dijelaskan melalui buku panduan dan papan Struktur. Ini merupakan kemajuan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Struktur tersebut dijabarkan dalam bentuk tiga dewan.
Dewan Kyai : Merupakan badan tertinggi. Beranggotakan para sesepuh Pondok Pesantren. Badan ini di pimpin oleh KH. Bishri Colil dan KH. Musta'in Romli. Badan ini merupakan dewan penentu kebijaksanaan prinsipil di Darul 'Ulum.
Dewan Guru : Merupakan badan pelaksana kebijaksanaan dewan kyai dalam bidang kontinuitas pendidikan. Badan ini beranggotakan guru-guru yarig dipimpin oleh KH. Musta'in Romli.
Dewan Harian: Merupakan dewan pelaksana harian dewan Kyai dalam bidang Administrasi Management dan kegiatan sosial. Badan ini beranggotakan santri-santri, guru-guru yunior dipimpin oleh Kyai Aehmad Badawi Cholil, tokoh motor pembaharuan managemen organisasi periode ini.
Dewan Keuangan: Pada tahun 1968 M untuk lebih menerbitkan administrasi keuangan. dibentuklah dewan keuangan yang ditangani oleh Kyai Muh. As'ad Umar.

E.   Bidang Pendidikan
Berbicara mengenai masalah pendidikan. ini merupakan misi utama pondok pesantren Darul 'Ulum yang setiap jengkal langkahnya selalu tidak bisa lepas dari suatu upaya peningkatan kualitas bidang ini. Materi pendidikan yang di berikan pada periode ini hampir semua macam bidang study lelah dimasukkan dalam program yang ada. Berbeda dengan sebelumnya hanya terbatas bidang agama ditambah umum yang diberikan. Ini dilakukan oleh pengasuh untuk menyediakan fasilitas yang sempurna bagi siswa-siswa pondok pesantren apabila kelak harus terjun ke masyarakat. Dan merupakan kelanjutan Pondok Pesantren atas tantangan masyarakat lingkunganya.
Dengan masuknya beragam bidang studi umum tersebut, bukan berarti menelantarkan jam-jam kegiatan studi agama dan sakral agama yang telah mapan. Malah keduanya disejajarkan, diselaraskan dan diberinya ruang gerak berjalan secara smooth dalam wadah yang sama. Pada tahun 1965 di Darul Ulum dibukalah Universitas Darul 'Ulum sebagai kelanjutan wadah pendidikan yang perkembangannya antara tahun 1965 - 1969 M.

Universitas tersebut memiliki Fakultas Alim Ulama, fakultas Hukum, fakultas Sosial Politik dan fakultas Pertanian. Pada tahun ini (1989) setelah mengalami pasang surut, Universitas Darul 'Ulum telah memiliki enam Fakultas, antara lain :
Fakultas Hukum
Fakultas Sosial Politik
Fakultas Ushuluddin (Sebagai ganti fak. Alim Ulama)
Fakultas Ilmu Pendidikan
Fakultas Ekonomi
Pada tahun 1967 sekolah dan madrasah yang berada di naungan Darul Ulum dibagi dalam dua program studi. Program studi yang beralifiliasi dengan Departemen Agama dan Program studi yang mengikuti program studi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tentu masing-masing program studi tetap dinaungi oleh warna kepondokan pesantren Darul Ulum sebagaimana semula, yang akurat dan tradisional itu. Selanjutnya sekolah-sekolah tersebut pada tahun berikutnya (1968) yang beralifiliasi dengan DEPAG dinegerikan melalui Surat Keputusan Menteri Agama No : 67 tahun 1968.
Bidang Sarana Fisik:
Penyediaan sarana fisik mutlak dibutuhkan bagi terwujudnya mekanisme pendidikan. Disamping memanfaatkan bangunan gedung yang ada, Darul 'Ulum juga menambahkan lagi beberapa gedung untuk asrama dan gedung sekolah. Di pihak lain penyediaan fasilitas pendidikan juga bertambah, seperti yang terlihat di bawah ini.
1.      Pada tahun 1954 dibukalah Madrasah Mu'alimat atas, satu bentuk sekolah setingkat SMA Khusus bagi siswa putri.
2.      Pada tahun 1960 Pimpinan Darul 'Ulum bersama alumni yang telah meyebar di perguruan tinggi maupun di arena pejuangan sosial di daerah Surabaya, Malang dan Yogyakarta menciptakan wadah gerak yang disebut HESDU (Himpunan Eks Santri Darul 'Ulum). Organisasi ini pada kongresnya I Di Malang mengubah namanya dengan IKAPPDAR (Ikatan Keluarga Pondok Pesantren Darul 'Ulum).
3.      Pada tahun 1965 mempunyai tanah milik di Jombang sebagai lokasi berdirinya Universitas Darul 'Ulum.
4.      Antara tahun 1959 - 1982 telah pula disempurnakan fasilitas belajar, ibadah maupun asrama tempat tinggal.
Demikianlah pembaharuan dan perubahan yang terjadi pada periode ini. Sementra itu kepemimpinanya juga terjadi tambal sulam. Seperti yang terjadi pada tahun 1969 sepeninggalan KH. Bishri yang wafat, kedudukan beliau diambil alih oleh adiknya yaitu KH. Sofyan Cholil sebagai patner utama KH. Musta'in Romly. Pada tahun 1978 M KH. Sofyan Cholil wafat, kedudukanya di ganti oleh KH. Muh. As'ad Umar. Periode Baru Fase Kedua (1985 - 1993)
Perkembangan Kelembagaan Darul 'Ulum pada fase ini mengalami perubahan dan kemajuan sesuai dengan tuntutan mana­gerial yang dikehendaki oleh kemajuan kelembagaan Darul 'Ulum Perkembangan itu bisa dilihat di bawah ini.
Perkembangan Kelembagaan.
Pada fase ini pembagian tugas kelembagaan lebih rinci dan disesuaikan dengan Profesi perseorangan yang duduk di personalia lembaga. Ada Yayasan Darul 'Ulum, Yayasan Universitas Darul 'Ulum dan ada Yayasan thareqat qodiriyah wan naqsyabandiyah yang berpusat di Darul 'Ulum. Masing-masing Yayasan / lernbaga terikat oleh nilai dan norma misi kelembagaan Darul 'Ulum yang termuat garis besar Khittkhah Trisula, yaitu suatu rangkuman nilai dan norma menjadi misi pendidikan Darul 'Ulum. Nilai tersebut bersumber dari nilai-nilai yang berada di lembaga pendidikan Pondok Pesantren Darul 'Uium, Universitas Darul 'Ulum dan thareqat qodiriyah wan naqsyabandiyah. Jadi, pada periode ini lembaga pendidikan.

Sumber: darululum.net


Amplop Duit Mbah Syakur

Amplop Duit Mbah Syakur

Kyai Syakur dan Kyai Jauhari — dua di antara tiang-tiang penyangga Pamotan dan Rembang — barengan menghadiri undangan hajatan di tempat yang agak jauh. Seorang santri mengantarkan mereka dengan mobil pinjaman. Usai acara, shohibul hajat menyalam-tempelkan amplop untuk keduanya. Yang untuk Mbah Syakur terlihat lebih tebal karena beliau lebih tua baik umur maupun ilmunya. Itu pun masih ditambahi dua slop rokok.

Di dalam mobil menuju pulang, Mbah Syakur menimang-nimang amplop bagiannya. “Kayaknya kok terlalu banyak ini, Dik…”, Mbah Syakur bergumam serius — beliau memanggil Mbah Jauhari dengan “Dik”, sebutan untuk yang lebih muda — masih menimang-nimang amplopnya, “… Apa baiknya kukembalikan saja ya…?”
Mbah Jauhari memicing-micingkan mata dalam keremangan, berusaha mengamati raut muka Mbah Syakur. Tak ia temukan sama-sekali tanda-tanda bercanda. Mbah Syakur memang nyaris senantiasa serius secara istiqomah. Begitu pun saat itu.
“Menurutmu gimana, Dik?” Mbah Syakur mengulangi pertanyaannya karena tidak segera dijawab.
Mbah Jauhari menghela napas dan menghembuskannya seperti orang sial yang tak berdaya.
“Kalau njenengan kembalikan, itu namanya nyiksa kyai-kyai sekelas saya ini, Yi!” katanya.
“Kok bisa?” Mbah Syakur tak mengerti.
“Lha iya… Kalau njenengan kembalikan, lantas orang-orang menjadikannya pedoman gimana?”
“Pedoman apa?”
“Bisa-bisa mereka menganggap bahwa ngasih amplop kepada kyai itu tidak baik, wong njenengan nggak mau”.
“Memangnya kalau gitu kenapa?”
“Buat njenengan sih nggak apa-apa… wong njenengan sudah kelas kyai tajrid,” (tajrid itu artinya melepaskan diri dari ketergantungan duniawi) “lha kayak saya ini masih kelas kyai njerit je!”
Mbah Syakur cuma mesem, tapi setuju membawa pulang amplopnya.
Sampai di rumah, saat turun dari mobil, Mbah Syakur tampak kerepotan membawa rokok yang dua slop itu.
“Lha rokok ini buat apa?” katanya, “wong aku nggak doyan rokok…”
Beliau mikir-mikir sejurus,
“Ya sudah! Buat kamu saja, Dik!” beliau mengangsurkan rokok kepada Mbah Jauhari. Yang menerima tersenyum lebar sekali,
“Lha mbok gitu! Kan ya tetap manfaat to, Yi!”




Jumat, 17 Februari 2017

Festival Al Banjari : MTs. Sunan Ampel Karanganyar Kraton - Pasuruan

Festival Al Banjari
MTs. Sunan Ampel Karanganyar Kraton - Pasuruan

Gerakan unjuk kemampuan Banjari dalam acara festival Al Banjari yang dilaksanakan oleh Prodi Pendidikan Agama Islam di STKIP PGRI Pasuruan Tahun 2017. Meski belum diberikan kesempatan sebagai pemenang, tetapi semangat juang untuk terus berlatih mengasah kemampuan tetap berjalan. Tidak ada satu  guratan raut wajah kekecewaan. Mereka selalu antusias dan semangat apapun hasilnya. Kemenangan bukanlah tujuan akhir, melainkan pembuktian bahwa SEMANGAT untuk mengubah dari yang tidak bisa menjadi bisa. Dari tidak JUARA menjadi JUARA!!! Mereka tidak hanya butuh terima kasih tapi Prestasi. Mereka tidak letih tapi mereka berkobar bagaikan api. Tetaplah semangat dan berikanlah dukungan semangat bagi kami untuk menghidupkan Madrasah kami MTs. Sunan Ampel yang kita cintai dan sayangi.


Salam Juang, 
Peraih Prestasi

 Inilah hasil kami, prestasi kami, keinginan kami, cita-cita kami, dan inilah dedikasi kami!




Kamis, 09 Februari 2017

Makna Rahasia Dibalik Kata “IQRA”

Makna Rahasia Dibalik Kata
“IQRA”


IQRA (bacalah) dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari Alaq. IQRA (bacalah) dan Tuhanmulah yang Maha Akram. Yang mengajar dengan perantaraan qalam.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Alaq: 1-5)

IQRA adalah kata perintah pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw ketika menerima wahyu yang pertama.

IQRA, sebuah kata yang terdengar begitu biasa, namun dibalik kata yang biasa itu, ternyata tersimpan sebuah perintah yang sedemikian penting dan sedemikian luar biasa pengaruhnya terhadap eksistensi dan perkembangan peradaban umat manusia.

IQRA (bacalah)”, kata Jibril.

Dengan hati bergetar dan pikiran yang saat itu tidak bisa digambarkan dengan kata-kata, Muhammad lantas menjawab, “Ma anaa bi qari (aku tidak bisa membaca)” dan seketika itu pula Muhammad langsung merasakan ada rasa dingin yang begitu tajam menusuk dan menjalar di sekujur tubuhnya.

IQRA (bacalah)”, Jibril kembali mengulangi kata-katanya.

Dan Muhammad pun kembali menjawab dengan lirih, “Ma anaa bi qari (aku tidak bisa membaca)”. Lantas Jibril memeluknya, kemudian melepaskannya seraya mengatakan kalimat yang sama, IQRA (bacalah)”. Dan lagi-lagi Muhammad hanya bisa menjawab, “Ma anaa bi qari (aku tidak bisa membaca)”.
Apa yang sesungguhnya terjadi saat itu dan apa pula yang harus dibaca oleh Nabi Muhammad saw? Apakah wahyu yang muncul saat itu seperti layaknya tulisan yang terdapat dalam sebuah lembaran kertas? Ataukah wahyu yang ada saat itu bagaikan tulisan yang muncul dalam sebuah layar komputer? Lantas bagaimana bentuknya? Bukankah saat itu Al-Quran sama sekali belum benar-benar diturunkan?
Sungguh ini merupakan sebuah perintah yang mengherankan dan membingungkan yang ditujukan justru kepada seseorang yang tidak pernah membaca suatu tulisan apapun sebelumnya, seseorang yang bahkan tidak tahu apa itu menulis dan apa itu membaca. Lalu apa makna sebenarnya yang hendak disampaikan dari pembacaan perintah IQRA” tersebut?

Saudara, mari kita bertafakur sejenak untuk merenungi dan mengkaji kembali arti dan makna penting dari perintah IQRA”  tersebut.

Kata IQRA” merupakan bentuk fi’il amar (kalimat perintah) yang artinya: “bacalah”.

Kata IQRA” secara harfiah berasal dari kata qara’a yang memiliki arti “menghimpun”. Seseorang dikatakan menghimpun, apabila ia mampu merangkaikan huruf demi huruf, kata demi kata serta kalimat demi kalimat dan kemudian mengucapkannya.

Inilah yang disebut oleh Al-Quran sebagai qara’tahu qiratan. Arti asal kata ini menunjukkan bahwa kata IQRA” yang diterjemahkan sebagai “bacalah”, sebenarnya tidaklah mengharuskan adanya suatu teks tertulis yang dibaca dan tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain. Dan karena kita tidak menemukan penjelasan tentang adanya objek dari perintah membaca dalam redaksi wahyu pertama IQRA”, maka sudah tentu pasti Anda akan menjumpai beraneka ragam arti dan makna dari kata IQRA, yakni diantaranya: membaca, menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-cirinya, dan lain sebagainya, yang kesemuanya dapat dikembalikan kepada arti dan makna sebenarnya dari kata IQRA” yang secara harfiah berasal dari kata qara’a yang berarti “menghimpun”.
Inilah tafsir yang sebenarnya dari perintah IQRA, wahyu pertama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw melalui perantara Malaikat Jibril di Gua Hira, yang eksistensinya perlu disadari bahwa ia tidaklah hanya ditujukan kepada pribadi Nabi Muhammad saw semata, namun juga ditujukan kepada setiap pribadi manusia. Karena pada hakikatnya, dibalik perintah IQRA” ternyata tersimpan sebuah rahasia yang maha dahsyat, sebuah kunci pembuka perbendaharaan langit dan bumi, sebuah kunci perbendaharaan dunia dan akhirat yang hanya diketahui oleh Allah swt semata.

“Kepunyaan-Nyalah perbendaharaan langit dan bumi.” (QS. Asy-Syuuraa: 12)

Atau bahkan tidak menutup kemungkinan pula jika sekiranya Allah menghendaki, kunci tersebut juga diketahui oleh Nabi Muhammad saw untuk kemudian disampaikan kepada umatnya sebagai sebuah risalah kehidupan.

“Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidaklah memahami.” (QS. Al-Munaafiqun: 7)

Dengan demikian, Allah pun menegaskan bahwa kita sebagai umat Nabi Muhammad saw juga diberikan isyarat untuk mampu memahami, menghimpun atau mengumpulkan huruf-huruf atau tanda-tanda Ilahi yang terdapat pada kata IQRA” untuk kemudian disusun dan dirangkai menjadi sebuah kalimat berharga yang mampu mengungkap rahasia perbendaharaan langit dan bumi serta rahasia perbendaharaan dunia dan akhirat.
Lantas, isyarat apa yang hendak Allah berikan kepada kita dengan diturunkannya perintah IQRA” sebagai wahyu pertama?

RAHASIA “IQRA”

Jadi yang dimaksud dengan perintah IQRA” bukanlah sekedar “membaca” dalam arti menggoyang lidah untuk melantunkan huruf demi huruf, kata demi kata dan kalimat demi kalimat, namun perintah IQRA” secara luas justru mengandung tiga pengertian dasar. Pertamayaitu membaca ayat-ayat Allah (tanda-tanda Ilahi) yang tertulis dalam Al-Quran; Keduayaitu membaca ayat-ayat Allah (tanda-tanda Ialhi) yang tercipta dan terdapat di alam semesta; dan yang Ketigamembaca ayat-ayat Allah (tanda-tanda Ilahi) yang terdapat pada diri pribadi setiap manusia.

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami di segenap wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar.” (QS. Fushilat: 53)

Kata IQRA” sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perintah IQRA, pada dasarnya merupakan himpunan dari huruf Aliif – Qaaf – Raa – Aliif, yang jika diringkas merupakan himpunan ketiga huruf Aliif, Qaaf dan Raa. Pada huruf-huruf tersebut seakan-akan ada isyarat dan hakikat yang perlu kita pahami sehingga pada akhirnya kita akan mampu mengungkap rahasia yang tersimpan dibalik perintah IQRA”. Rahasia tersebut baru akan benar-benar terungkap jika saja kita mampu menghimpun rangkaian huruf demi huruf yang menyusun kata IQRA” secara sempurna ke dalam tiga pengertian dasar perintah IQRA” itu sendiri.
Pertamarangkaian huruf Aliif, Qaaf dan Raa yang menyusun kata IQRA dalam konteks pengertian membaca ayat-ayat Allah yang tertulis di dalam Al-Quran, maka ia dapat diartikan sebagai berikut:

Aliif = “Allah”.
Qaaf = “Quran”.
Raa = “Rahmat

Dalam konteks ini, kata IQRA” diartikan bahwa Allah swt menurunkan Al-Quran kepada Nabi Muhammad saw untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.

Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta.” 
(QS. Al-Anbiya: 107)

Keduarangkaian huruf Aliif, Qaaf dan Raa yang menyusun kata IQRA dalam konteks pengertian membaca ayat-ayat Allah yang terdapat dan tercipta di alam semesta, maka ia dapat diartikan sebagai berikut:

Aliif = “alamin” (alam semesta)
Qaaf = “qalam” (gejala alam)
Raa = “ra’a” (membaca dengan mata)

Dalam konteks ini, kata IQRA” diartikan bahwa alam semesta merupakan al-qalam (tanda-tanda) yang dianugerahkan Allah untuk dipahami secara visual (dibaca dengan mata) oleh manusia untuk selanjutnya dijadikan sebagai dasar sebuah ilmu pengetahuan. Nah, al-qalam yang dimaksud disini janganlah diartikan sebagai “pena”, melainkan sebagai “gejala alam” yang terdapat di sekeliling kita, karena pada hakikatnya alam merupakan kamus budaya manusia. Padanya sangat banyak sekali terdapat al-qalam yang mengakibatkan manusia memiliki pengetahuan darinya.
Pada tumbuhan rambat misalnya, terdapat spiral seperti per baja yang dibuat manusia sekarang ini. Atau bentuk baling-baling, telah lengkap ada pada buah pohon mahoni. Atau bentuk ceret (tempat air), telah ada pada bunga ceret. Begitu juga kantong, telah ada pada hewan kanguru. Kemudian terbang memakai radar, sudah dilakukan oleh kelelawar. Atau memancarkan dan menangkap gelombang telah digunakan oleh ngengat pada musim kawinnya. Atau mendeteksi dengan infra merah, telah dilakukan oleh ular derik berlian, dan masih banyak lagi al-qalam lainnya yang terdapat di alam ini.
Dan yang ketigarangkaian huruf Aliif, Qaaf dan Raa yang menyusun kata IQRA dalam konteks pengertian membaca ayat-ayat Allah yang terdapat pada diri pribadi setiap manusia, maka ia dapat diartikan sebagai berikut:

Aliif = “aqlu” (pikiran).
Qaaf = “qalbu” (perasaan).
Raa = “ruuh” (jiwa).

Dalam konteks ini, kata IQRA” ditafsirkan sebagai sebuah sistem yang terdapat di dalam setiap diri pribadi manusia yang harus bekerja secara bersinergi, selaras dan seimbang. Ketiga komponen inilah (yakni pikiran, perasaan dan jiwa) yang disebut oleh sains modern sebagai realitas quantum diri manusia, sebuah realitas yang tidak kasat mata, namun menyimpan sebuah kekuatan dahsyat yang keberadaannya mampu merubah nasib manusia.
Demikianlah sekilas kajian tentang perintah IQRA”, sebuah perintah Allah yang paling penting yang diberikan kepada umat manusia, karena pada hakikatnya, dengan IQRA” manusia mampu mencapai tataran derajat manusia yang sempurna dan menyempurnakan (kamil mukamil).