SARJANA INGSUN RIFAI

Acara Prosesi Wisuda S-1 Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Pasuruan

Sang Pejuang Keluarga

Pejuang keluarga yang penuh ketangguhan dan keihlasan demi menyongsong masa depan yang cerah

MENATAP MASA DEPAN YANG CERAH

Tampil biasa dan apa adanya walaupun kadang terlihat rendah dari pada yang lainnya

KEGIATAN PROSES PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Penerapan Metode Diskusi Dalam Kegiatan Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Dilakukan Setiap Pertemuan

Eling marang Gusti Pangeran tur ra nglaleke dumateng Kanjeng Guru

Biasa dengan membiasakan diri seperti biasa agar tidak terlihat luar biasa walaupun terkadang hanya impian belaka

Kamis, 29 Maret 2018

Mau Tahu??!! Daun dan Biji Sirsak: Pestisida Alami Untuk Mengendalikan Hama Wereng

Mau Tahu??!!

Daun dan Biji Sirsak: 

Pestisida Alami Untuk Mengendalikan Hama Wereng


Serangan hama wereng pada tanaman padi akhir-akhir ini semakin meningkat. Di beberapa wilayah di Pasuruan, hama wereng telah merusak puluhan bahkan ratusan hektar sawah petani. 
Wereng adalah sebutan umum untuk serangga penghisap cairan tumbuhan. Ukuran tubuhnya  kecil. Terdapat beberapa jenis hama wereng, beberapa diantaranya antara lain wereng hijau dan coklat. Karena hanya bisa  hidup dengan menghisap cairan tumbuhan, wereng menjadi hama penting dalam budidaya tanaman, selain sebagai pemakan langsung, wereng juga menjadi vektor bagi penularan sejumlah penyakit tumbuhan dari kelompok virus.

“Pestisida alami bersifat mengurangi serangan hama, bukan untuk membunuh hama. Oleh karenanya penggunaan pestisida alami tidak akan mematikan predator alami dari hama tersebut. Cara kerjanya adalah mengusir hama dengan bau tertentu ataupun dengan menghilangkan nafsu makan hama,” ungkap Susan.
“Untuk mencegah hama wereng, bahan yang sering digunakan adalah biji mahoni atau biji atau daun sirsak.  Di dalam bahan ini terdapat repellent (penolak serangga) dan antifeedant (penghambat nafsu makan),” tambah Susan.
Berikut ini beberapa tips dari Susan mengenai pembuatan pestisida alami dari daun sirsak:
Untuk membuat pestisida alami dari daun sirsak diperlukan daun sirsak sebanyak 1 genggam, rimpang jeringau sebanyak 1 genggam, bawang putih 20 siung, sabun colek 20 gr dan air sebanyak 20 liter. Daun sirsak berfungsi sebagai penghamabat nafsu makan serangga, sedangkan jeringau dan bawang putih berfungsi untuk pengusir serangga dengan baunya yang khas. Bawang putih juga mengandung alisin yang akan membantu pertumbuhan jaringan yang rusak. Sementara itu sabun colek berfungsi sebagai perekat ketika larutan disemprotkan.
Cara pembuatan: Daun sirsak, rimpang jeringau, dan bawang putih ditumbuk sampai halus, kemudian dicampur dengan sabun colek. Campuran tersebut kemudian direndam dalam air 20 liter selama dua hari. Larutan selanjutnya disaing dengan kain halus dan siap diaplikasikan. Setiap 1 liter air saringan diencerkan dalam 15 liter air, kemudian disemprotkan merata ke bagian bawah tanaman padi.
Cara lainnya yakni menggunakan biji dan daun sirsak yang sudah dicincang halus sebanyak 250 gram, dicampur dengan mikroba (efektif mikroorganisme) sebanyak 50 ml, tetes gula sebanyak 50 ml, dicampur dengan 1 liter air. Keseluruhan bahan dimasukan ke dalam drum plastik, tutup drum rapat-rapat dan simpan ke dalam ruangan yang hangat (20-35 derajat celcius) dan tidak terkena sinar matahari langsung. Aduk secara teratur dengan cara menggoyangkan ember dan tutup drum dibuka sebentar untuk membebaskan gas. Fermentasi akan mulai dan gas akan dibebaskan dalam 2-5 hari. Lalu masukkan ekstrak yang dihasilkan ke dalam botol plastik setelah disaring. Penggunaan Ekstrak dapat dilakukan dengan  disiramkan ke tanah atau tanaman secara merata dalam bentuk larutan dengan dosis 5-10 cc/liter air. Penyemprotan pada tanaman yang dilakukan setelah pertumbuhan tunas, secara kontinyu sebelum hama atau penyakit muncul, penyemprotan dilakukan sore atau pagi hari, di waktu angin tidak bertiup kencang atau setelah hujan.

Rabu, 28 Maret 2018

PEREMPUAN MUSLIMAH SEJATI WAJIB TAHU: 8 (DELAPAN) HAL KEUTAMAAN DALAM BERHIJAB/JILBAB

PEREMPUAN MUSLIMAH SEJATI WAJIB TAHU: 
8 (DELAPAN) HAL KEUTAMAAN DALAM BERHIJAB/JILBAB


Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan kaum wanita untuk menggunakan hijab sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya):
“Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluan-nya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Q.S An-Nur: 31)

1.Hijab Itu Adalah Ketaatan Kepada Allah Dan Rasul
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mewajibkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya): “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak pula bagi perempuan yang mu’minah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Q.S. Al-Ahzab: 36)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan kaum wanita untuk menggunakan hijab sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya): “Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluan-nya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Q.S An-Nur: 31)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah.” (Q.S. Al-Ahzab: 33)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yanga artinya): “Apabila kamu meminta suatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (Q.S. Al-Ahzab: 53)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Wanita itu aurat” maksudnya adalah bahwa ia harus menutupi tubuhnya.

2.Hijab Itu ‘Iffah (Kemuliaan)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kewajiban menggunakan hijab sebagai tanda ‘Iffah (menahan diri dari maksiat). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)
Itu karena mereka menutupi tubuh mereka untuk menghindari dan menahan diri dari perbuatan jelek (dosa), “karena itu mereka tidak diganggu”. Maka orang-orang fasik tidak akan mengganggu mereka. Dan pada firman Allah “karena itu mereka tidak diganggu” sebagai isyarat bahwa mengetahui keindahan tubuh wanita adalah suatu bentuk gangguan berupa fitnah dan kejahatan bagi mereka.

3.Hijab Itu Kesucian
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Apabila kamu meminta suatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (Q.S. Al-Ahzab: 53)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati hijab sebagai kesucian bagi hati orang-orang mu’min, laki-laki maupun perempuan. Karena mata bila tidak melihat maka hatipun tidak berhasrat. Pada saat seperti ini, maka hati yang tidak melihat akan lebih suci. Ketiadaan fitnah pada saat itu lebih nampak, karena hijab itu menghancurkan keinginan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (Q.S. Al-Ahzab: 32)

4.Hijab Itu Pelindung
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda (yang artinya): “Sesungguhnya Allah itu Malu dan Melindungi serta Menyukai rasa malu dan perlindungan”
Sabda beliau yang lain (yang artinya): “Siapa saja di antara wanita yang melepaskan pakaiannya di selain rumahnya, maka Allah Azza wa Jalla telah mengoyak perlindungan rumah itu dari padanya.”
Jadi balasannya setimpal dengan perbuatannya.

5.Hijab Itu Taqwa
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman(yang artinya): “Hai anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik.” (Q.S. Al-A’raaf: 26)

6.Hijab Itu Iman
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak berfirman kecuali kepada wanita-wanita beriman (yang artinya):“Dan katakanlah kepada wanita yang beriman.” (Q.S. An-Nur: 31).
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman (yang artinya): “Dan istri-istri orang beriman.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)
Dan ketika wanita-wanita dari Bani Tamim menemui Ummul Mu’minin, Aisyah radhiyallahu anha dengan pakaian tipis, beliau berkata: “Jika kalian wanita-wanita beriman, maka (ketahuilah) bahwa ini bukanlah pakaian wanita-wanita beriman, dan jika kalian bukan wanita beriman, maka silahkan nikmati pakaian itu.”

7.Hijab Itu Haya’ (Rasa Malu)
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda (yang artinya): “Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlak dan akhlak Islam itu adalah rasa malu.”
Sabda beliau yang lain (yang artinya):“Malu itu adalah bagian dari iman dan iman itu di surga.”
Sabda Rasul yang lain (yang artinya): “Malu dan iman itu bergandengan bersama, bila salah satunya di angkat maka yang lainpun akan terangkat.”

8.Hijab Itu Perasaan Cemburu
Hijab itu selaras dengan perasaan cemburu yang merupakan fitrah seorang laki-laki sempurna yang tidak senang dengan pandangan-pandangan khianat yang tertuju kepada istri dan anak wanitanya. Berapa banyak peperangan terjadi pada masa Jahiliyah dan masa Islam akibat cemburu atas seorang wanita dan untuk menjaga kehormatannya. Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu berkata: “Telah sampai kepadaku bahwa wanita-wanita kalian berdesak-desakan dengan laki-laki kafir orang ‘ajam (non Arab) di pasar-pasar, tidakkah kalian merasa cemburu? Sesungguhnya tidak ada kebaikan pada seseorang yang tidak memiliki perasaan cemburu.”

Beberapa Syarat Hijab Yang Harus Terpenuhi:
  1. Menutupi seluruh anggota tubuh wanita -berdasarkan pendapat yang paling kuat.
  2. Hijab itu sendiri pada dasarnya bukan perhiasan.
  3. Tebal dan tidak tipis atau trasparan.
  4. Longgar dan tidak sempit atau ketat.
  5. Tidak memakai wangi-wangian.
  6. Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir.
  7. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.
  8. Tidak bermaksud memamerkannya kepada orang-orang.


Jangan Berhias Terlalu Berlebihan(Tabarruj)
Bila anda memperhatikan syarat-syarat tersebut di atas akan nampak bagi anda bahwa banyak di antara wanita-wanita sekarang ini yang menamakan diri sebagai wanita berjilbab, padahal pada hakekatnya mereka belum berjilbab. Mereka tidak menamakan jilbab dengan nama yang sebenarnya. Mereka menamakan Tabarruj sebagai hijab dan menamakan maksiat sebagai ketaatan.
Musuh-musuh kebangkitan Islam berusaha dengan sekuat tenaga menggelincirkan wanita itu, lalu Allah menggagalkan tipu daya mereka dan meneguhkan orang-orang Mu’min di atas ketaatan kepada Tuhannya. Mereka memanfaatkan wanita itu dengan cara-cara kotor untuk memalingkannya dari jalan Tuhan dengan memproduksi jilbab dalam berbagai bentuk dan menamakannya sebagai “jalan tengah” yang dengan itu ia akan mendapatkan ridha Tuhannya -sebagaimana pengakuan mereka- dan pada saat yang sama ia dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan tetap menjaga kecantikannya.

Kami Dengar Dan Kami Taat
Seorang muslim yang jujur akan menerima perintah Tuhannya dan segera menerjemahkannya dalam amal nyata, karena cinta dan perhomatannya terhadap Islam, bangga dengan syariat-Nya, mendengar dan taat kepada sunnah nabi-Nya dan tidak peduli dengan keadaan orang-orang sesat yang berpaling dari kenyataan yang sebenarnya, serta lalai akan tempat kembali yang ia nantikan. Allah menafikan keimanan orang yang berpaling dari ketaatan kepada-Nya dan kepada rasul-Nya:“Dan mereka berkata: “Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami menaati (keduanya).” Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang.” (Q.S. An-Nur: 47-48)
Firman Allah yang lain (yang artinya): “Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan: “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapatkan kemenangan.” (Q.S. An-Nur: 51-52)
Dari Shofiyah binti Syaibah berkata: “Ketika kami bersama Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata: “Saya teringat akan wanita-wanita Quraisy dan keutamaan mereka.” Aisyah berkata: “Sesungguhnya wanita-wanita Quraisy memiliki keutamaan, dan demi Allah, saya tidak melihat wanita yang lebih percaya kepada kitab Allah dan lebih meyakini ayat-ayat-Nya melebihi wanita-wanita Anshor. Ketika turun kepada mereka ayat: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.” (Q.S. An-Nur: 31) Maka para suami segera mendatangi istri-istri mereka dan membacakan apa yang diturunkan Allah kepada mereka. Mereka membacakan ayat itu kepada istri, anak wanita, saudara wanita dan kaum kerabatnya. Dan tidak seorangpun di antara wanita itu kecuali segera berdiri mengambil kain gorden (tirai) dan menutupi kepala dan wajahnya, karena percaya dan iman kepada apa yang diturunkan Allah dalam kitab-Nya. Sehingga mereka (berjalan) di belakang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dengan kain penutup seakan-akan di atas kepalanya terdapat burung gagak.”

Dikutip dari Kitab “Al Hijab” Departemen Agama Arab Saudi, Penebit: Darul Qosim P.O. Box 6373 Riyadh 11442

Senin, 26 Maret 2018

Tips dan Trik Paling Ampuh Mengatasi Hama Tikus Sawah

Tips dan Trik Paling Ampuh 
Mengatasi Hama Tikus Sawah


Penyakit atau hama sawah dapat diatasi dengan berbagai macam obat. Tentu saja jika hama atau penyakit ini bisa diselesaikan dengan sangat mudah melalui obat. Tetapi lain halnya dengan pemakain obat untuk hama atau penyakit tikus. Karena tikus tidak ada obat secara fisik tersedia ada di toko-toko obat. 

Memang ada sih.,,, toko obat sawah yang menjual obat pembasmi hama tikus tapi di jaman sekarang ini hama tikus sudah sangat meraja lelah dan seperti sudah mempan atau kebal terhadap berbagai macam obat. 
Kali ini saya punya trik dan tips khusus untuk mengatasi masalah hama tikus. Perlu diketahui untuk mengatasi hama tikus ini ada dua macam cara, yaitu obat fisik dan psikis.

Cara yang pertama yaitu melalui obat fisik, yaitu :
  1. Memberikan racun tikus dengan cara mencampurkan racun dengan makanan kesukaan tikus, seperti biji padi yang kering, ikan tuna, dan bangkai yuyu (kepiting air tawar).
  2. Melepaskan ular cobra ke tiap lubang (leng) tikus.
  3. Memelihara burung hantu di dekat sawah dengan membuat bekupon (rumah burung).
  4. Melepaskan kucing liar dalam jumlah besar ke sawah.
  5. Memberikan asap di tiap lubang tikus.


Cara yang kedua yaitu melalui kelakuan (psikis), yaitu :
  1. Memberikan makanan kepada tikus dengan sukarela tanpa diberi obat yang mematikan. Makanan ini berupa apem (makanan yang terbuat dari tepung yang dikukus). Makanan itu disebarkan dengan berjalan dari sebelah kiri jalan pematang sawah memutar mengelilingi sawah dengan membaca Sholawat Nabi Muhammad tiada henti sampai pada tempat semula.
  2. Cara yang paling ekstrim yaitu dengan telanjang  pada malam hari sambil membaca sholawat Nabi Muhammad tiada henti sambil berkeliling mengitari sawah sebanyak tiga kali putaran.
  3. Memasang dan menancapkan rajah (tulisan arab atau wirid-wirid pada kertas) dengan cara ditanam di pojok-pojok sawah tanpa bisa diinjak oleh kaki.  
  4. Menyelenggarakan pagelaran wayang kulit dengan maksud untuk acara selamatan desa dan selamatan tani untuk menghindarkan dari segala marabahaya dan penyakit atau hama sawah.
  5. Mengadakan pengajian atau istighotsah demi kesalamatan dan menolak berbagai macam penyakit atau hama sawah.

Itulah pengalaman saya sebagai penulis dalam rangka mengatasi maupun menolak bencana yang disebabkan oleh hama tikus sawah. Semoga tulisan saya ini berguna bagi pembaca pada umumnya dan bermanfaat khususnya bagi petani. Karena masa depan negara tergantung dari kemakmuran sumber pangan nasional yang dihasilkan oleh para petani negeri.

Salam Redaksi
By: Rifa'i Abdillah 

Kamis, 22 Maret 2018

Belajar Dari Kehidupan Padi: Semakin Berisi Semakin Merunduk

BELAJAR DARI MAKNA KEHIDUPAN PADI: 
SEMAKIN BERISI SEMAKIN MERUNDUK


Padi merupakan tanaman yang sangat digemari oleh para Petani. Dengan menanam padi maka kebutuhan pangan keluarga tercukupi dan terlebih lagi nilai guna untuk negara yaitu sebagai sumber pangan nasional. Sumber pangan nasional ini menjadi bahan makanan pokok yang biasa dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat. Padi menghasilkan beras yang nantinya bisa menjadi nasi. Salah satu makanan pokok dan menjadi cadangan makanan primer bagi masyarakat di Indonesia. 
Bagi petani, padi merupakan tanaman yang memiliki makna filosofi bagi masyarakst Indonesia yaitu: "Semakin Berisi Semakin Merunduk".  Bisa dimaknai, semakin berisi ilmu seseorang, maka seharusnya ia semakin rendah hati dan sabar walaupun sampai sampai mati. Padi hanya sekali berbuah setelah itu mati dan hanya mampu hidup dengan beberapa semi daunnya yang sudah menguning. Karena ketika padi sudah menguning maka daunnya pun akan menguning dan lambat laun akan mati tapi akan digantikan lagi dengan tunas dan biji padi yang baru.
Waktu muda, padi yang belum berisi memang tumbuh mendongak ke atas, Padi itu belumlah cukup berisi, padi itu masih sedikit bulir-bulir padinya. Begitupun manusia, seringkali saat ia tidak memiliki banyak ilmu pengetahuan justru ia sering banyak petentang-petenteng menantang dunia. Atau ia baru saja mencicipi ilmu pengetahuan, ia sudah bergaya seolah memiliki banyak ilmu dan lebih pintar dibandingkan orang lain. Ia merasa lebih wah dibanding orang lain. Merasa bahwa orang lain tak lebih baik dari dirinya. Banyak kita temui orang-orang di sekitar kita seperti itu. Orang yang merasa lebih baik dari orang lain. Padahal baru saja ia memiliki sesuatu yang sebenarnya adalah sesuatu yang terkadang biasa saja. Atau memiliki barang-barang dunia yang tak sepantasnya ia terlalu banggakan.
Kita mungkin sering melihat, ada sekali seseorang yang baru saja memiliki jabatan kecil di masyarakat. Namun gayanya sudah sok-sokan, apa-apa minta dihormati dengan sehormat-hormatnya. Ia minta sangat dihormati bak presdien, serasa ia menjadi manusia yang gila hormat. Membuat orang lain seolah bertanya, kenapa dia baru saja mempunyai jabatan sekecil itu namun minta dilayani dan dihomrati sejadi-jadinya. Mengharap dihormati memang boleh, itu adalah hak semua manusia. Memang semua manusia wajib saling menghormati satu sama lain. Namun berharap dihormati dengan sangat padahal bukanlah siapa-siapa itu adalah sesuatu yang bisa membuat orang lain tak sukda dengan kita. Bukan senang jadinya, justru terkadang hanya menjadi formalitas senyuman kepada kita.
Kita akan dihormati jika memang kita punya kapasitas dihormati. Seseorang akan menghormati kita dengan sendirinya saat kita memang pantas dihormati. Tanpa diminta pun seseorang menjadi hormat kepada kita. Karena mereka tahu bahwa kita pantas dihormati. Namun selayaknya, kita hidup di dunia bukanlah mencari penghormatan dari manusia. Tidak mempunyai cita-cita untuk membuat orang lain hormat kepada kita. Kita hanya berusaha menjadi tehormat, bukan gila hormat. Menjadi terhormat adalah yang lebih membuat kita berbenah diri dan menjadi lebih baik. Sedangkan gila hormat, membuat kita berorientasi untuk mencari penghormatan dari orang lain.
Jadilah seperti padi, yang semain berisi semakin merunduk. Kiranya itulah yang paling utama dan sangat baik. Saat kita sudah memiliki atau mendapatkan kualitas pada diri kita. Entah itu jabatan, entah ilmu pengetahuan, entah itu berbagai kemampuan atau berbagai gelar-gelar tertentu. Hal itu semakin menjadikan kita berendah hati, membuat kita semakin menghormati orang lain bukan sebaliknya minta dihormati. Semakin berisi membuat kita menjadi orang yang berkepribadian sederhana, tak menyombongkan diri dan banyak gaya. Justru saat seseorang menjadi orang yang sederhana dan rendah hati, sosok tersebut justru terlihat sangat mulia.
"Orang yang selalu minta dihormati justru terlihat rendah, orang yang selalu menghormati justru terlihat istimewa derajat wibawanya".


Senin, 12 Maret 2018

Kreasi Tata Boga Wujud Rasa Syukur Siswa Terhadap Prestasi Ilmu

Kreasi Tata Boga 
Wujud Rasa Syukur Siswa Terhadap Prestasi Ilmu



Kreasi tidak hanya berupa suatu pajangan, melainkan juga dapat berupa sebuah rasa untuk bersyukur kepada Allah SWT dan sebagai wujud syukur terhadap ilmu yang diperoleh dari Sang Guru tercinta. Kreasi tata boga yang telah dibuat dengan susah payah namun dengan sebuah arti yang jelas menambah cipta rasa yang berbeda dengan tata boga di tempat lainnya. Tata boga yang demikian sederhana tapi mempunyai kualitas rasa yang teramat mewah menjadikan sesuatu yang sederhana menjadi sempurna. Sungguh sangat nikmat dengan kebersamaan antara guru dengan murid untuk menikmati hidangan tata boga yang penuh dengan jerih payah yang sangat tinggi tapi punya nilai estetika yang tinggi pula.
Tata boga tidak sekadar memasak dan dimakan begitu saja. Tata boga di MTs. Sunan Ampel melalui beberapa macam penilaian yang harus dilampaui. Penilaian ini antara lain mulai dari rasa, bentuk, penyajian, dan variasinya. Setelah melalui beberapa tahapan penilaian giliran acara berbagi rasa kenikmatan bersama dewan guru dan teman-teman murid lainnya. Sungguh sangat haru dan riuhnya acara menikmati makanan-makanan yang disajikan. Banyak gelak canda dan tawa terukir dalam setiap gemericik suara sendok, garpu dan piring yang saling beradu. Tapi nikmat rasanya melihat guru dan murid saling menghormati, mencintai, tertawa, bahagia dan sesekali berbincwng santai setelah merasakan betapa penatnya pikiran setelah pembelajaran di kelas. 












Inilah kreasi Tata Boga kelas IX-A 
MTs. Sunan Ampel tercinta.

Minggu, 11 Maret 2018

Puisi: Aku Cinta Ayah

Puisi: Aku Cinta Ayah

Telah rapuh Tulang-tulangmu
Yang dahulu kau gunakan semangatmu
Untuk memberikan kami sesuap nasi
Untuk menafkahi kami tiada henti

Kini… Kau tak berdaya lagi melakukan semuanya
Kini… Kau hanya mampu memberikan kami nasehat
Kini… Kau hanya mampu mengucapkan do’a yang lurus untuk kami
Untuk… anak yang telah kau besarkan dengan kerja kerasmu

Ayah….
Air mata ini tak mampu membalas semuanya
Semua yang kau lakukan untuk hidup kami
Semua yang kau berikan kepada kami

Ayah…
Kasih sayangmu takkan mampu tergantikan orang lain
Perhatian yang kau berikan kepada kami takkan pernah kami lupakan
Walaupun terkadang kami tidak mengindahkan semua yang kau berikan
Terkadang kami tak pernah menghargai semua yang kau berikan

Ayah….
Kini kamilah yang harus melakukan semuanya
Kamilah yang harus membalas semuanya
Kamilah yang harus memperhatikan mu

Ayah….
Izinkanlah kami menjadi anak yang berbakti kepadamu
Anak yang tak melupakan kasih sayang mu
Izinkanlah kami tuk membahagiakanmu

Ayah…
Meskipun kami sadar
Itu semua tidak bisa membayar semua yang telah kau berikan
Dan kami sadar, Nyawapun tak mampu membalas semuanya

Terimakasih Ayah
Kini kami menjadi orang yang mampu berdiri
Kini kami mampu menjadi orang yang mandiri
Kini kami mampu menapaki hidup dengan do’a dan kasih sayangmu
Aku mencintaimu Ayah.

Ayah
Di setiap tetes keringatmu
Di derai lelah nafasmu
Di penuhi kasih sayang yang luar biasa

Makna Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah Menurut Perspektif Islam

Makna Keluarga Sakinah, 
Mawaddah, Warahmah 
Menurut Perspektif Islam



“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.“ (QS : Ar-Ruum:21)
Dalam ayat diatas, Allah menyampaikan bahwa manusia diciptakan berpasangan antara istri dan suaminya untuk mendapatkan keternangan, keterntraman, dan kasih sayang. Hal tersebut merupakan tanda kuasa Allah dan nikmat yang diberikan bagi mereka yang bisa mengambil pelajarannya.
Keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah adalah istilah sekaligus doa yang sering kali dipanjatkan dan diharapkan oleh para muslim yang telah menikah dan membina keluarga. Keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah tentunya bukan hanya sekedar semboyan belaka dalam ajaran islam. Hal ini menjadi tujuan dari pernikahan sekaligus nikmat yang Allah berikan bagi mereka yang mampu membina keluarganya.
Seperti apakah keluarga sakinah, mawaddah, dan warahmah? Dan apa karaktersitiknya keluarga tersebut menjadi keluarga yang pernuh cinta, berkah dan rahmat-Nya?

Makna Keluarga yang Sakinah
Sakinah berasal dari bahasa arab yang artinya adalah ketenangan, ketentraman, aman atau damai. Lawan kata dari ketentraman atau ketenangan adalah keguncangan, keresahan, kehancuran. Sebagaimana arti kata tersebut, keluarga sakinah berarti keluarga yang didalamnya mengandung ketenangan, ketentraman, keamanan, dan kedamaian antar anggota keluarganya. Keluarga yang sakinah berlawanan dengan keluarga yang penuh keresahan, kecurigaan, dan kehancuran.

Kita bisa melihat keluarga yang tidak sakinah contohnya adalah keluarga yang didalamnya penuh perkelahian, kecurigaan antar pasangan, bahkan berpotensi terhadap adanya konflik yang berujung perceraian. Ketidakpercayaan adalah salah satu aspek yang membuat gagal keluarga sakinah terwujud. Misalnya saja pasangan saling mencurigai, adanya pihak atau orang yang mengguncang rumah tangga atau perlawanan istri terhadap suami. Hukum melawan suami menurut islam tentunya menjadi hal yang harus diketahui pula oleh istri untuk menjaga sakinah dalam keluarga.
Dengan adanya ketenangan, ketentraman, rasa aman, kedamaian maka keguncangan di dalam keluarga tidak akan terjadi. Masing-masing anggota keluarga dapat memikirkan pemecahan masalah secara jernih dan menyentuh intinya. Tanpa ketenangan maka sulit masing-masing bisa berpikir dengan jernih, dan mau bermusyawarah, yang ada justru perdebatan, dan perkelahian yang tidak mampu menyelesaikan masalah. Konflik dalam keluarga akan mudah terjadi tanpa adanya sakinah dalam keluarga.

Makna Keluarga yang Mawaddah
Mawaddah berasal pula dari bahasa Arab yang artinya adalah perasaan kasih sayang, cinta yang membara, dan menggebu. Mawaddah ini khususnya digunakan untuk istilah perasaan cinta yang menggebu pada pasangannya. Dalam islam, mawaddah ini adalah fitrah yang pasti dimiliki oleh manusia. Muncul perasan cinta yang menggebu ini karena hal-hal yang sebabnya bisa dari aspek kecantikan atau ketampanan pasangannya, moralitas, kedudukan dan hal-hal lain yang melekat pada pasangannya atau manusia ciptaan Allah. Kriteria calon istri menurut islam dan kriteria calon suami menurut islam bisa menjadi aspek yang perlu dipertimbangkan untuk memunculkan cinta pada pasangan nantinya.
Adanya perasaan mawaddah pastinya mampu membuat rumah tangga penuh cinta dan sayang. Tanpa adanya cinta tentunya keluarga menjadi hambar. Adanya cinta membuat pasangan suami istri serta anak-anak mau berkorban, mau memberikan sesuatu yang lebih untuk keluarganya. Perasaan cinta mampu memberikan perasaan saling memiliki dan saling menjaga.
Keluarga yang ada perasaan mawaddah tentunya memunculkan nafsu yang positif (nafsu yang halal dalam aspek pernikahan). Kita bisa melihat, keluarga yang tidak ada mawaddah tentunya tidak akan saling memberikan dukungan, hambar, yang membuat rumah tangga pun seperti sepi. Perselingkuhan dalam rumah tangga bisa saja terjadi jika mawaddah tidak ada dalam keluarga. Masing-masing pasangan akan mencari cinta lain dari orang lain.

Keluarga yang penuh mawaddah bukan terbentuk hanya karena jalan yang instan saja. Perasaan cinta dalam keluarga tumbuh dan berkembang karena proses dipupuknya lewat cinta suami istri serta anak-anak. Keindahan keluarga mawaddah tentunya sangat didambakan bagi setiap manusia, karena hal tersebut fitrah dari setiap makhluk.

Makna Keluarga yang Rahmah
Kata Rahmah berasal dari bahasa arab yang artinya adalah ampunan, rahmat, rezeki, dan karunia. Rahmah terbesar tentu berasal dari Allah SWT yang diberikan pada keluarga yang terjaga rasa cinta, kasih sayang, dan juga kepercayaan. Keluarga yang rahmah tidak mungkin muncul hanya sekejap melainkan muncul karena proses adanya saling membutuhkan, saling menutupi kekurangan, saling memahami, dan memberikan pengertian.
Rahmah atau karunia dan rezeki dalam keluarga adalah karena proses dan kesabaran suami istri dalam membina rumah tangganya, serta melewati pengorbanan juga kekuatan jiwa. Dengan prosesnya yang penuh kesabaran, karunia itu pun juga akan diberikan oleh Allah sebagai bentuk cinta tertinggi dalam keluarga.
Rahmah tidak terwujud jika suami dan istri saling mendurhakai. Untuk itu perlu memahami pula mengenai ciri-ciri suami durhaka terhadap istri dan ciri-ciri istri durhaka terhadap suami.

Karakteristik Keluarga  Sakinah, Mawaddah dan Warahmah
Setelah mengetahui makna keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, pada intinya masing-masing dalam rumah tangga mampu mengetahui cara menjaga keharmonisan dalam rumah tangga menurut islam, sehingga tidak terjadi kekacuan. Berikut merupakan ciri-ciri atau karakterstik yang bisa menggambarkan seperti apakah keluarga tersebut.

Terdapat cinta, kasih sayang, dan rasa saling memiliki yang terjaga satu sama lain
Terdapat ketenangan dan ketentraman yang terjaga, bukan konflik atau mengarah pada perceraian
Keikhlasan dan ketulusan peran yang diberikan masing-masing anggota keluarga, baik peran dari suami sebagai kepala rumah tangga, istri sebagai ibu juga megelola amanah suami, serta anak anak yang menjadi amanah dari Allah untuk diberikan pendidikan yang baik .
Kecintaan yang mengarahkan kepada cinta Illahiah dan Nilai Agama, bukan hanya kecintaan terhadap makhluk atau hawa nafsu semata
Jauh dari ketidakpercayaan, kecurigaan, dan perasaan was-was antar pasangan
Mampu menjaga satu sama lain dalam aspek keimanan dan ibadah, bukan saling menjerumuskan atau saling menghancurkan satu sama lain
Mampu menjaga pergaulan dalam islam, tidak melakukan penyelewengan apalagi pengkhianatan sesama pasangan
Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam keluarga mulai dari rezeki, kebutuhan dorongan sexual, dan rasa memiliki satu sama lain
Mendukung karir, profesi satu sama lain yang diwujudkan untuk sama-sama membangun keluarga dan membangun ummat sebagai amanah dari Allah SWT.

Tujuan dan Manfaat Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah
Keluarga adalah unit terkecil dalam sebuah masyarakat. Keluarga bukan hanya sekedar hubungan formal antara suami, istri, dan anak-anak namun juga memiliki fungsi dan tugas tersendiri dalam masyarakat. Allah tidak pernah memberikan sebuah aturan dan menciptakan sesuatu tanpa ada alasan dan manfaat yang akan diperoleh. Semua aturan yang diberikan Allah senantiasa dikembalikan kepada misi dan penciptaan manusia di muka bumi ini.
Keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah adalah perintah Allah yang juga diberikan kepada keluarga untuk diwujudkan bersama. Dengan adanya keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah hal ini akan mampu membantu misi dan tujuan dalam keluarga yang islami bisa terwujud.

Menunjang Misi Kekhalifahan Manusia di Muka Bumi
”Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku” (QS Adzariyat : 54)

Manusia diciptakan oleh Allah di muka bumi semata-mata untuk beribadah kepada Allah. Dengan adanya keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah maka tujuan beribadah kepada Allah sebagai satu-satunya Illah mampu dibentuk, dikondisikan, dan saling didukung dari keluarga. Keluarga sakinah mawaddah dan rahmah anggotanya, baik suami, istri, dan anak-anak akan saling mengarahkan untuk menjalankan misi ibadah kepada Allah. Keluarga sakinah mawaddah rahmah bukan hanya cinta manusia belaka, namun lebih jauh cinta kepada keillahiahan.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. . . . ” (QS Al-Baqarah : 30)
Allah pun menciptakan manusia untuk menjadi khalifah fil ard. Khalifah fil ard artinya adalah manusia melaksanakan pembangunan dan memberikan manfaat sebanyak-banyaknya untuk kemakmuran di muka bumi lewat jalan apapun. Bisa menjadi ibu rumah tangga, profesi, memberdayakan ummat, dsb.
Dengan adanya keluarga sakinah yang penuh cinta dan rahmah, maka misi kekhalifahan ini bisa dilakukan dengan penuh semangat, dukungan dan juga saling membantu untuk menutupi kekurangan. Adanya profesi atau karir dari masing-masing suami, istri justru bukan malah menjauh dan saling tidak bertatap wajah. Adanya hal tersebut justru membuat mereka saling mendukung agar masing-masing juga banyak berkarya untuk agama dan bangsa, karena keluarga bagian dari pembangunan ummat.

Menjadi Ladang Ibadah dan Beramal Shalih
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS : At Tahrim: 6)
Allah memerintahkan kepada manusia untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka. Artinya, untuk menjauhi api neraka manusia diperintahkan untuk memperbanyak ibadah dan amalan yang shaleh. Hal ini belum tentu mudah jika dijalankan sendirian. Untuk itu, adanya keluarga yang baik dan sesuai harapan Allah tentunya keluarga pun bisa menjadi ladang ibadah dan amal shalih karena banyak yang bisa dilakukan dalam sebuah keluarga.
Seorang ayah yang bekerja mencari nafkah halal demi menghidupi keluarga dan anak anaknya tentu menjadi pahala dan amal ibadah sendiri dalam keluarga. Begitupun seorang ibu yang mengurus rumah tangga atau membantu suami untuk menghidupi keluarga adalah ladang ibadah dan amal shalih tersendiri. Kewajiban istri terhadap suami dalam islam bisa menjadi ladang ibadah tersendiri. Begitupun Kewajiban suami terhadap istri adalah pahala tersendiri bagi suami dalam keluarga. Mendidik anak dalam islam juga merupakan bagian dari
Ladang ibadah dan amal shalih hanya akan bisa dilakukan secara kondusif oleh keluarga yang terjaga rasa cinta, sayang, dan penuh dengan ketulusan dalam menjalankannya. Untuk itu diperlukan keluarga dalam sakinah, mawaddah, wa rahmah yang bisa menjalankan ibadah dan amal shalih dengan semaksimalnya.

Tempat menuai cinta, kasih, sayang dan memenuhi kebutuhan
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?” (QS An-Nahl : 72)
Allah memberikan rezeki yang baik-baik salah satunya memberikan nikmat keluarga dan keturunan. Hal tersebut tentunya hal yang mahal dalam sebuah ikatan keluarga. Karena tidak semuanya dapat menikmati hal tersebut. Padahal, keluarga dan perasaan kenyamanan cinta adalah fitrah yang menjadi kebutuhan setiap manusia. Wanita shalehah idaman pria shaleh adalah salah satu bentuk kebahagiaan tersendiri dalam keluarga.
Dengan adanya keluarga sakinah mawaddah wa rahman, tentunya kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan manusia bisa dipenuhi dalam keluarga. Kebutuhan tersebut mulai dari rasa aman, tentram, rezeki berupa harta, cinta, sexual dari pasangan, kehormatan, dan tentunya bentuk-bentuk ibadah yang bisa dilakukan dalam amal salih berkeluarga.
Istri adalah amanah dari suami begitupun sebaliknya. Membangun rumah tangga dalam islam buka hanya amanah suami dan istri, namun lebih jauh dari itu adalah amanah dari Allah karena pernikahan dalam islam dibentuk atas dasar nama Allah. Keluarga dan Rumah tangga bukanlah tanpa ada kegoncangan dan ujian, namun atas dasar dan nilai-nilai agama semua itu mampu diselesaikan hingga redamnya kegoncangan. Keluarga Sakinah, Mawaddah dan warahmah bukan hanya tujuan, melainkan proses untuk menggapai kebahagiaan lebih dari dunia, yaitu kebahagiaan di akhirat.

Rabu, 07 Maret 2018

Jalan Thariqoh Rifa'iyah

Jalan Thariqoh Rifa'iyah


A. Pendiri dan Perkembangan Tarekat Rifa’iyah
Tarekat Rifa'iyah pertama kali muncul dan berkembang luas di wilayah Irak bagian selatan, didirikan oleh Abul Abbas Ahmad bin Ali ar-Rifa'i. Beliau lahir di Qaryah Hasan, dekat Basrah pada tahun 500 H / 1106 M. Sumber lain ada juga yang menyebukan beliau lahir pada tahun 512 H / 1118 M. Abu Bakar Aceh dalam bukunya Pengantar Ilmu Tarekat menulis bahwa Abul Abbas Ahmad bin Ali ar-Rifa'i menghabiskan hampir seluruh hidupnya di wilayah Irak bagian selatan. Ketika berusia tujuh tahun ayahnya meninggal dunia, kemudia beliau diasuh oleh pamannya Mansur al-Bathaihi, seorang syekh tarekat.
Selain berguru kepada pamannya Mansur al-Bathaihi beliau juga belajar pada pamannya Abu al-Fadl Ali al-Wasiti, terutama tentang mazhab fikih Imam Syafi'i, sehingga pada usia 21 tahun beliau telah berhasil memperoleh ijazah dan khirqah sembilan dari pamannya, sebagai pertanda telah mendapat wewenang untuk mengajar pula.
John L Esposito dalam Ensiklopedia Oxford Dunia Islam Modern menuliskan bahwa garis keturunan ar-Rifa'i sampai kepada Junaid al-Baghdadi (wafat 910 M) dan Sahl al-Tustari (wafat 896 M).
Pada tahun 1145 ar-Rifa'i menjadi syekh tarekat ini, ketika pamannya (syekhnya juga) menunjuk ar-Rifa'i sebagai penggantinya. Kemudian beliau mendirikan pusat tarekat sendiri di Umm Abidah, sebuah desa di Distrik Wasit, tempat beliau wafat.
Tarekat Rifa'iyah berbeda dengan Organisasi Kemasyarakatan Rifa'iyah yang ada di Indonesia. Ormas Rifa'iyah didirikan oleh Syekh Haji Ahmad ar-Rifa'i al-Jawi bin Muhammad bin Abi Sujak bin Sutjowijoyo, yang lahir pada 9 Muharam 1200 H / 1786 M di Desa Tempuran Kabupaten Kendal, terakhir dianugerahi Pahlawan Nasional oleh Pemerintahan SBY.
Tarekat Rifa'iyah yang juga merupakan tarekat sufi Sunni ini memainkan peran penting dalam pelembangan sufisme. Di bawah bimbingan ar-Rifa'i tarekat ini tumbuh subur, sehingga dalam tempo yang tidak terlalu lama tarekat ini berkembangan luas keluar Irak, di antaranya ke Mesir dan Suriah. Hal ini disebabkan murid-murid tarekat ini menyebar ke seluruh kawasan Timur Tengah.
Perkembangan berikutnya Tarekat Rifa'iyah sampai ke kawasan Anatolia di Turki, Eropa Timur, Kaukasus dan wilayah Amerika Utara. Para murid Rifa'iyah membentuk cabang-cabang baru di tempat-tempat tersebut, alhasil jumlah cabang Tarekat Rifa'iyah meningkat dengan sistem syekh turun-temurun.
Tarekat Rifa'iyah juga sampai tersebar ke Indonesia, seperti di Aceh (terutama di bagian barat dan utara), di Jawa, Sumatera Barat dan Sulawesi. Namun di daerah Aceh tarekat ini lebih dikenal dengan sebutan Rafai, yang berarti "tabuhan rebana" berasal dari perkataan pendiri dan penyiar tarekat Rifa'iyah sendiri.
Walaupun Tarekat Rifa'iyah terdapat di tempat-tempat lain, namun menurut Esposito tarekat ini paling signifikan berada di Turki, Eropa Tenggara, Mesir, Palestina, Suriah, Irak dan Amerika Serikat.
Pada akhir masa kekuasaan Turki Usmaniyah (Ottoman), Rifa'iyah merupakan tarekat penting, keanggotaannya meliputi tujuh persen dari jumlah orang yang masuk tarekat sufi di Istanbul.


Tarekat Rifa'iyah di Turki
Perkembangan Tareka Rifa'iyah di Turki dimasa pemerintahan Turki Usmaniyah terbilang sangat pesat. Sejarah mencatat beberapa nama mursyid Tarekat Rifa'iyah di Turki, salah satunya Syekh al-Huda Muhammad al-Shayyadi (1850-1909), kemudian Syekh Shayyadi mendirikan salah satu cabang penting Tarekat Rifa'iyah. Karena pengaruh Syekh Shayyadi terhadap Sultan Abdul Hamid II, Tarekat Rifa'i menjadi tarekat resmi Kesultanan Ottoman.
Selanjutnya, sebagaimana yang ditulis John L Esposito dalam Ensiklopedia Oxford Dunia Islam Modern, di Turki dikenal sosok yang bernama Kenan Rifa'i (wafat 1950). Syekh Kenan tinggal di lingkungan kebanyakan bangsa Turki yang berbudaya dan berpendidikan tinggi, termasuk kaum perempuan dan orang-orang yang beragama Kristen.
Syekh Kenan mengajarkan sufisme sebagai cinta universal. Kemudian kecenderungan ini dimodifikasi Samiha Ayyerdi (membimbing orang-orang yang setia kepada ajaran Syari'ati setelag Syekh Kenan wafat) dengan karya politiknya yang tajam di Istanbul pada tahun 1979 dengan judul Let Us Be Not Slaves but Masters.


Tarekat Rifa'iyah di Timur Tengah
Di tanah Arab Tarekat Rifa'iyah hadir secara signifikan di Mesir, Palestina, Lebanon, Suriah dan tempat kelahirannya Irak. Pada awal abad ke-19 di Mesir tidak terdapat otoritas pusat di kalangan Rifa'iyah, namun sejak tahun 1970 pemimpin tertinggi Tarekat Rifa'iyah di Mesir adalah Mahmud Kamal Ya Sin, yang merupakan ketua cabang Amriyah dari Tarekat Rifa'iyah.
Kaum Rifa'iyah Mesir seperti kebanyakan kaum sufi Mesir, merasa bahwa salah satu faktor yang membedakan kaum sufi dari muslim lainnya adalah kesetiaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW dan keturunnya. Di Palestina pada tahun 1981 syekh Tarekat Rifa'iyah aktif yang utama adalah Kamil al-Jabari dari Hebron dan Nazhmi Aukal dari Nablus. Kaum Rifa'iyah di Tripoli Lebanon mulai aktif sejak tahun 1984. Pada saat itu terdapat lima zawiyah terkenal yang masih mempraktikkan ritual dzikir. Di Suriah setelah Naqsyabandiyah, Tarekat Rifa'iyah merupakan tarekat yang paling tersebar luas dan dinamis. Sejak awal tahun 1980-an cabang Suriah yang paling signifikan adalah cabang Abdul al-Hakim Abdul al-Basith al-Saqbani. Dia dan orang-orang yang berkaitan dengannya telah menerbitkan banyak tulisan para syekh Tarekat Rifa'iyah.
Cabang utama Tarekat Rifa'iyah di Irak telah dipimpin oleh keluarga al-Rawi. Beberapa tahun terakhir di bawah arahan Syekh Khasyi al-Rawi dari Baghdad, kaum Rifa'iyah Irak (seperti halnya di Suriah) menerbitkan sejumlah naskah Rifa'iyah lama.

Tarekat Rifa'iyah di Amerika Serikat
Di Negeri Paman Sam setidaknya terdapat tiga cabang Rifa'iyah. Syekh Taner Vargonen yang berbasis di California Utara, memiliki garis keturunan Qadiriyah-Rifa'iyah yang berasal dari Muhammad Anshari (wafat 1978) dari Istanbul.
Sejak tahun 1992, seorang Rifa'iyah Turki Mehmet Catalkaya (Serif Baba), telah mengawasi pendirian fewcedi Chapel Hill. North Carolina dan di Manhattan. Syekh dari Serif Baba adalah Burhan Efendi dari Izmir.
Cabang Rifa'iyah ketiga terletak di negara bagian New York. Dr.Muhyiddin Shakoor, seorang psikolog konseling, menulis keterlibatannya dengan dengan kaum Rifa'iyah dalam bukunya The Writting on the Water. Dia menghubungkan para syekh Tarekat Rifa'iyah cabang New York ini secara garis keturunan dengan kaum Rifa'iyah di Kosovo.

B. Ajaran Tarekat Rifa'iyah
Dalam beberapa cabang, pengikut Rifa'iyah harus mengasingkan diri dan melakukan penyendirian spiritual (khalwat). Praktik ini biasanya dilakukan paling sedikit selama satu minggu pada awal Muharam.
Menurut Sayyid Mahmud Abul al-Faidl al-Manufi, Tarekat Rifa'iyah mempunyai tiga ajaran dasar, yaitu :
1. Tidak meminta sesuatu.
2. Tidak menolak.
3. Tidak menunggu.
Sementara menurut asy-Syarani, tarekat ini menekankan pada ajaran asketisme (zuhud) dan ma'rifat (puncak tertinggi dalam ajaran tasawuf).
Dalam pandangan Syekh ar-Rifa'i, sebagaimana diriwayatkan asy-Syarani, asketisme merupakan landasan keadaan-keadaan yang diridhai dan tingkatan-tingkatan yang disunahkan. Asketisme adalah langkah pertama seseorang menuju kepada Allah, mendapat ridha dari Allah dan bertawakkal kepada Allah. Menurut Syekh ar-Rifa'i "Barang siapa belum menguasai landasan kezuhudan, langkah selanjutnya belum lagi benar".
Mengenai ma'rifat Syekh ar-Rifa'i berpendapat bahwa penyaksian adalah kehadiran dalam makna kedekatan kepada Allah disertai ilmu yakin dan terbukanya hakikat realitas-realitas secara benar-benar yakin. Menurutnya, cinta mengantar rindu dendam, sedangkan ma'rifat menuju kefanaan ataupun ketiadaan diri.
Irhamni,MA dalam tulisannya mengenai Syekh ar-Rifa'i mengungkapkan bahwa pendiri Tarekat Rifa'iyah ini semasa hidupnya pernah mengubah sebuah puisi bertema "Cinta Ilahi" yang bunyinya : "Andaikan malam menjelang, begitu gairah kalbuku mengingat-Mu. Bagai merpati terbelenggu atau meratap tanpa jemu. Di atasku awan menghujani derita dan putus asa. Di bawahku lautan menggelora/kecewa. Tanyalah atau biarkanlah mereka bernyawa. Bagaimana tawanan-Nya bebaskan tawanan lainnya, sementara dia dipercaya tanpa-Nya dan dia tidak terbunuh, kematian itu istirah baginya. Bahkan dia tidak dapat mati sampai bebas karenanya".
Syair di atas merupakan salah satu bentuk asketisme yang dilakukan oleh Syekh Ahmad Rifa'i dalam mencapai hakikat tertinggi mengenal Allah, yaitu tingkat ma'rifat.

Wirid dan Amalan Tarekat Rifa'iyah
Ciri khas Tarekat Rifa'iyah terletak pada dzikirnya yang disebut dengan darwis melolong, karena dilakukan bersama-sama dengan diiringi suara gendang bertalu-talu. Dzikir itu dilakukan sampai mencapai suatu keadaan dimana mereka dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang menakjubkan, seperti berguling-guling dalam bara api, tetapi mereka tidak terbakar sedikit pun.
Menurut John L Esposito, sebagian kaum Rifa'iyah terkenal karena mengikuti praktik upacara, seperti menusuk kulit dengan pedang dan makan kaca. Hal ini menyebar bersama Tarekat Rifa'iyah sampai ke Kepulauan Melayu. Namun saat ini praktik seperti itu tidak lagi dilakukan, karena dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Di Sumatera para pengikut Rifa'iyah ini memainkan dabus, yaitu menikam diri dengan senjata tajam, diiringi dengan dzikir-dzikir tertentu. Dalam bahasa Arab Dabus artinya "besi yang tajam".
Christian Snouck Hurgronye dalam De Acehers mengatakan bahwa dabus dan rabana yang sering dimainkan di Sumatera ini sangat erat hubungannya dengan Tarekat Rifa'iyah.
Dabus ini juga berkembang di daerah Sunda, seperti diungkapkan C.Poensen dalam bukunya Het Daboes van Santri Soenda.
Di Sumatera Barat kesenian dabus ini dikenal dengan sebutan TABUIK, tepatnya di daerah Padang Pariaman.
Dalam Encyklopedia van Nederlandsch Oost India, disebutkan bahwa perkembangan Tarekat Rifa'iyah ini bersama-sama dengan permainan dabus.

Selasa, 06 Maret 2018

USAHA DAN DOA

USAHA DAN DOA


Suatu saat jika doa sudah tidak bisa terkabQqpulkan... maka jalan satu2nya adalah tidak perlu berdoa melainkan mohon ampunlah.... barangkali dengan adanya perasaan paling baik sendiri membuat hati menjadi sombong akan kebenaran... lupa dengan kesalahan... sehingga menghalangi terkabulnya doa...

By : RI. Pelopor 

Kisah Seorang Penjual Koran

Kisah Seorang Penjual Koran


Di ufuk timur, matahari belum tampak. Udara pada pagi hari terasa dingin. Alam pun masih diselimuti embun pagi. Seorang anak mengayuh sepedanya di tengah jalan yang masih lengang. Siapakah gerangan anak itu? Ia adalah seorang penjual Koran, yang bernama Abdi.
Menjelang pukul lima pagi, ia telah sampai di tempat agen koran dari beberapa penerbit. “Ambil berapa Abdi?” tanya Bang Amir. “Biasa saja.”jawab Abdi. Bang Amir mengambil sejumlah koran dan majalah yang biasa dibawa Abdi untuk langganannya. Setelah selesai, ia pun berangkat.
Ia mendatangi pelanggan-pelanggan setianya. Dari satu rumah ke rumah lainnya. Begitulah pekerjaan Abdi setiap harinya. Menyampaikan koran kepada para pelanggannya. Semua itu dikerjakannya dengan gembira, ikhlas dan rasa penuh tanggung jawab.
Ketika Abdi sedang mengacu sepedanya, tiba-tiba ia dikejutkan dengan sebuah benda. Benda tersebut adalah sebuah bungkusan plastik berwarna hitam. Abdi jadi gemetaran. Benda apakah itu? Ia ragu-ragu dan merasa ketakutan karena akhir-akhir ini sering terjadi peledakan bom dimana-mana. Abdi khawatir benda itu adalah bungkusan bom. Namun pada akhirnya, ia mencoba membuka bungkusan tersebut. Tampak di dalam bungkusan itu terdapat sebuah kardus.
“Wah, apa isinya ini?’’tanyanya dalam hati. Abdi segera membuka bungkusan dengan hati-hati. Alangkah terkejutnya ia, karena di dalamnya terdapat kalung emas dan perhiasan lainnya. “Wah apa ini?”tanyanya dalam hati. “Milik siapa, ya?” Abdi membolak-balik cincin dan kalung yang ada di dalam kardus. Ia makin terperanjat lagi karena ada kartu kredit di dalamnya. “Lho,…ini kan milik Pak Mansur. Kasihan sekali Pak Mansur , rupanya ia telah kecurian.”gumamnya dalam hati.
Apa yang diperkirakan Abdi itu memamg benar. Rumah Pak Mansur telah kemasukan maling tadi malam. Karena pencuri tersebut terburu-buru, bungkusan perhiasan yang telah dikumpulkannya terjatuh. Abdi dengan segera memberitahukan Pak Mansur. Ia menceritakan apa yang terjadi dan ia temukan. Betapa senangnya Pak Mansur karena perhiasan milik istrinya telah kembali. Ia sangat bersyukur, perhiasan itu jatuh ke tangan orang yang jujur.
Sebagai ucapan terima kasihnya, Pak Mansur memberikan modal kepada Abdi untuk membuka kios di rumahnya. Kini Abdi tidak lagi harus mengayuh sepedanya untuk menjajakan koran. Ia cukup menunggu pembeli datang untuk berbelanja. Sedangkan untuk mengirim koran dan majalah kepada pelanggannya, Abdi digantikan oleh saudaranya yang kebetulan belum mempunyai pekerjaan. Itulah akhir dari sebuah kejujuran yang akan mendatangkan kebahagiaan di kehidupan kelak.