Rabu, 30 Agustus 2017

Penggunaan Teknik Skramble Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Bahasa Indonesia Pada Siswa Kelas IV A UPT SDN Sunan Giri

ABSTRAK

Abdillah, Muhammad Rifa’i. 2013. Penggunaan Teknik Skramble Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Bahasa Indonesia Pada Siswa Kelas IV A UPT SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014

Kata Kunci: membaca, membaca pemahaman, teknik skramble

Dalam Kurikulum 2013 jenjang SD, mata pelajaran bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat strategis. Peran mata pelajaran bahasa Indonesia menjadi dominan, yaitu sebagai saluran yang mengantarkan kandungan materi dari semua sumber kompetensi kepada siswa. Mata pelajaran bahasa Indonesia ditempatkan sebagai penghela mata pelajaran lain. Dalam konteks persekolahan, bahasa digunakan siswa bukan hanya untuk kepentingan pembelajaran bahasa, melainkan untuk mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan yang dibelajarkan di sekolah.
Sekolah Dasar yang menjadi jenjang terbawah harus mampu mengarahkan program pembelajarannya agar siswa benar-benar menguasai keterampilan-keterampilan dasar yang wajib dimiliki oleh seorang siswa. Upaya tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab seorang guru sebagai tenaga pendidik profesional. Materi membaca pada pembelajaran bahasa Indonesia sangat diperlukan perbendaharaan kosa kata yang menjadi modal dasar dalam kemampuan membaca pemahaman. Perbendaharaan kosa kata anak meningkat dan cara anak-anak menggunakan kata serta kalimat bertambah kompleks menyerupai bahasa orang dewasa.
Pada masa ini anak menjadi kurang terikat dengan tindakan-tindakan dan dimensi-dimensi perseptual yang berkaitan dengan kata-kata, serta pendekatan yang digunakan menjadi lebih analisis terhadap kata-kata. Peningkatan kemampuan anak usia sekolah dasar dalam menganalisis kata-kata, akan membantu dalam memahami kata-kata yang tidak berkaitan langsung dengan pengalaman yang pernah dialami. Kurangnya kemampuan pemahaman yang dimiliki siswa tentu akan berpengaruh pada perolehan kepahaman terhadap suatu materi. Dampak praktisnya adalah rendahnya nilai yang diperoleh siswa.
Dari hasil pengamatan nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia pada hasil ujian tengah semester, terlihat bahwa hampir sebagian besar soal yang memuat pertanyaan pemahaman bacaan tidak dapat dijawab oleh siswa. Hal ini menarik untuk dikaji, sehingga diharapkan ditemukan solusi atau pendekatan yang mungkin bisa diterapkan untuk menanggapi fenomena ini. Pemilihan dan penerapan metode pembelajaran bisa dijadikan salah satu alternatif sebagai upaya untuk meminimalkan potensi yang lebih buruk dari fenomena tersebut. Dalam hal ini, teknik Skramble akan dicoba untuk diterapkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya untuk meningkatkan keterampilan membaca pemahaman.
Membaca merupakan keterampilan berbahasa yang berhubungan dengan keterampilan berbahasa yang lain. Membaca pemahaman merupakan sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma-norma kesastraan, resensi kritis, drama tulis, serta pola-pola fiksi. Teknik “skramble” biasanya dipakai oleh anak-anak sebagai permainan yang pada dasarnya merupakan latihan pengembangan dan peningkatan wawasan pemilikan kosakata-kosakata dan huruf-huruf yang tersedia. Pembelajaran membaca pemahaman dengan teknik skramble skramble adalah salah satu permainan bahasa yang pada hakikatnya merupakan suatu aktivitas untuk memperoleh keterampilan tertentu dengan cara yang menggembirakan
Subjek penelitian adalah siswa kelas IV A UPT SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014. Jumlah siswa 31 siswa, dengan rincian sebagai siswa putra 18 siswa dan siswa putri 13 siswa. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester II pada Tahun Pelajaran 2013/2014.
Kesimpulan penelitian ini adalah (1) Penggunaan teknik skramble dalam proses pembelajaran membaca pemahaman di kelas IV A UPT SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014 dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa. Dalam proses pelaksanaannya yang dinilai dan diamati yaitu aspek kemampuan pemahaman. Dalam pelaksanaan perbaikan pembelajaran membaca pemahaman pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yaitu dengan menggunakan media teks bacaan yang dikacaukan. Kemudian tugas siswa menyusun kata-kata dengan tingkat pemahaman siswa melalui teknik scramble; dan (2) Penggunaan teknik scramble ternyata terbukti dapat meningkatkan kemampuan membaca Bahasa Indonesia pada siswa kelas IV A UPT SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014. Pada akhir siklus I sudah ada peningkatan pada kedua aspek penilaian, tetapi masih ada beberapa siswa yang belum memenuhi kriteria keberhasilan. Pada akhir siklus II seluruh siswa sudah memenuhi kriteria keberhasilan, tetapi ada dua siswa yang belum tuntas dalam perbaikan pembelajaran. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai yang semakin lama semakin baik, yaitu: (a) siklus I : nilai rata-rata sebesar 75,97 dan ketuntasan klasikal sebesar 68 % (21 orang siswa); dan (b) siklus II: nilai rata-rata sebesar 89,84 dan ketuntasan klasikal sebesar 94% (29 orang siswa).

 Saran-saran yang ada dalam penelitian ini adalah (a) Perincian waktu penelitian hendaknya diperhatikan karena sangat berpengaruh pada pelaksanaan dan hasil penelitian; (b) Dalam pelaksanaannya juga dimungkinkan adanya modifikasi prosedur kerja dengan tidak merubah konsep dari pelaksanaan teknik skramble itu sendiri; dan (c) Guru hendaknya memperhatikan respon siswa dalam mengikuti pembelajaran karena salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah minat siswa dalam mengikuti pembelajaran tersebut.





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
1
Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai peranan yang penting dalam dunia pendidikan. Secara umum tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: (a) siswa menghargai dan membangga- kan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa Negara, (b) siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan dan keadaan, (c) siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial. (d) siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis), (e) siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan (f) siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Reformasi pembelajaran merupakan perubahan cara guru dalam memilih strategi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Pelaksanaan pembelajaran selama ini banyak dilakukan di kelas, akibatnya siswa tidak bersentuhan dengan dunia nyata atau lingkungan. Guru sangat fasih berbicara tentang konsep tetapi tidak mengaitkan langsung dengan kehidupan sehari-hari maupun lingkungan belajar siswa. Guru kurang menyadari bahwa pemahaman dari konsep yang diberikan memerlukan gambaran-gambaran bagi siswa yang sebenarnya ada di sekeliling siswa atau pengalaman dari siswa itu sendiri. Guru kurang menggali potensi siswa untuk menenangkan dan mengorganisasikan perolehannya serta pengalamannya dalam pembelajaran.
Dalam Kurikulum 2013 jenjang SD, mata pelajaran bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat strategis. Peran mata pelajaran bahasa Indonesia menjadi dominan, yaitu sebagai saluran yang mengantarkan kandungan materi dari semua sumber kompetensi kepada siswa. Mata pelajaran bahasa Indonesia ditempatkan sebagai penghela mata pelajaran lain. Dengan perkataan lain, kandungan materi mata pelajaran lain dijadikan sebagai konteks dalam penggunaan jenis teks yang sesuai dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Agar lebih jelas, hal ini dapat dicermati pada contoh rumusan KD berikut ini: “menggali informasi dari teks laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas, bunyi dan cahaya”. Dalam rumusan KD ini, tampak jelas bahwa materi IPA dipakai dalam teks laporan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Indonesia lebih bersifat kontekstual jika dibandingkan dengan kurikulum lama. Melalui pembelajaran bahasa Indonesia  yang kontekstual, siswa dilatih untuk menyajikan bermacam kompetensi secara logis dan sistematis.
Dalam kurikulum lama, peran mata pelajaran bahasa Indonesia diakui memang kurang tampak. Mata pelajaran bahasa Indonesia lebih sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri dan bahkan dapat dikatakan tidak memiliki hubungan dengan mata pelajaran lain. Dalam konteks ini, pembelajaran bahasa Indonesia cenderung hanya untuk mata pelajaran bahasa Indonesia itu sendiri, tidak untuk tujuan yang lebih luas dan penting, yakni menghantarkan siswa untuk memahami mata pelajaran-mata pelajaran lain, apalagi untuk suatu tujuan yang lebih luas lagi, yakni menggunakannya untuk berbagai keperluan dalam lapangan kehidupan setiap hari. Sederhananya, siswa belajar penggunaan tanda baca, huruf kapital, kata baku, dan semacamnya dalam bahasa Indonesia hanya untuk lulus ujian bahasa Indonesia itu sendiri; namun kesadaran dan kebiasaan untuk menggunakan apa yang telah dipelajarinya itu ketika mengerjakan tugas pada mata pelajaran lain belum tampak. Adalah hal yang lumrah terjadi bahwa siswa memiliki nilai bahasa Indonesia yang tinggi; namun belum terampil dalam mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Abidin (2012:6) menegaskan bahwa dalam konteks persekolahan, bahasa digunakan siswa bukan hanya untuk kepentingan pembelajaran bahasa, melainkan untuk mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan yang dibelajarkan di sekolah. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa harus harmonis, bermutu, dan bermartabat. Haromonis berarti guru dan siswa bekerja secara efektif sesuai dengan peran masing-masing. Di sini guru berperan sebagai mediator, fasilitator, motivator, dan semacamnya. Siswa berperan sebagai subyek aktif yang membentuk keterampilan dan pengalaman berlandaskan kinerja konstruktivis. Bermutu berarti pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan utama sambil tetap memperhatikan secara cermat dampak pengiring melalui penggunaan prinsip, pendekatan/strategi, metode, dan teknik yang memadai. Bermartabat berarti pembelajaran mencerminkan nilai-nilai sosiokultural yang melingkupi kehidupan siswa.
Dengan mendesain pembelajaran bahasa yang haromonis, bermutu, dan bermartabat seperti diuraikan di atas, sesungguhnya nilai-nilai karakter, pengetahuan, dan keterampilan telah menjadi basis yang kokoh bagi pembelajaran bahasa itu sendiri. Pembelajaran membaca pemahaman, misalnya, jangan lagi didesain sebagai rutinitas kering dan kaku seperti selama ini, yakni siswa diajak membaca lalu setelahnya siswa diminta menjawab sejumlah pertanyaan terkait bacaan. Jika hal seperti ini yang terjadi, sesungguhnya tidak ada pembelajaran, yang ada hanyalah ujian membaca pemahaman.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Sanjaya, 2006).
Sekolah Dasar yang menjadi jenjang terbawah harus mampu mengarahkan program pembelajarannya agar siswa benar-benar menguasai keterampilan-keterampilan dasar yang wajib dimiliki oleh seorang siswa. Upaya tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab seorang guru sebagai tenaga pendidik profesional. Dengan kata lain, guru Sekolah Dasar sudah seharusnya memilki kualifikasi dan kompetensi dalam memahamkan serta mendidik siswa agar dapat menguasai keterampilan membaca dengan baik. Penguasaan keterampilan membaca yang memadai akan memudahkan siswa dalam menempuh jenjang atau kelas yang lebih tinggi. Dalam setiap jenjang bisa dipastikan ada kompetensi yang tidak akan lepas dari keterampilan membaca. Keterampilan membaca untuk memahami bentuk-bentuk tertulis merupakan hal yang mendasar dan sangat diperlukan siswa dalam kegiatan belajarnya. Kemampuan ini tidak hanya untuk mempelajari mata pelajaran yang bersifat eksak, mata pelajaran non eksak pun sangat memerlukannya. Mata pelajaran noneksak pada umumnya disajikan secara ekspositoris dan panjang-panjang. Bila siswa tidak mampu memahaminya secara baik, maka materi yang disajikan terasa berat dan efek lebih jauh muncul adalah perasaan bosan untuk mempelajari materi-materi pelajaran.
Materi membaca pada pembelajaran bahasa Indonesia sangat diperlukan perbendaharaan kosa kata yang menjadi modal dasar dalam kemampuan membaca pemahaman. Perbendaharaan kosa kata anak meningkat dan cara anak-anak menggunakan kata serta kalimat bertambah kompleks menyerupai bahasa orang dewasa. Dari berbagai pelajaran yang diberikan di sekolah, bacaan, pembicaraan dengan anak-anak lain, serta melalui televisi dan radio, anak-anak menambah perbendaharaan kosa kata yang dipergunakan dalam percakapan dan tulisan. Dikemukakan pula oleh Seifert & Hoffnung dalam Desmita (2006:178-179) ketika anak masuk kelas satu sekolah dasar perbendaharaan kosa katanya sekitar 20.000 hingga 24.000 kata. Pada saat anak duduk di kelas enam, perbendaharaan kosa katanya meningkat mejadi sekitar 50.000 kata. Menurut Santrock (dalam Desmita, 2006:179) di samping peningkatan dalam jumlah perbendaharaan kosa kata, perkembangan bahasa anak usia sekolah juga terlihat dalam cara anak berpikir tentang kata-kata.
Pada masa ini anak menjadi kurang terikat dengan tindakan-tindakan dan dimensi-dimensi perseptual yang berkaitan dengan kata-kata, serta pendekatan yang digunakan menjadi lebih analisis terhadap kata-kata. Peningkatan kemampuan anak usia sekolah dasar dalam menganalisis kata-kata, akan membantu dalam memahami kata-kata yang tidak berkaitan langsung dengan pengalaman yang pernah dialami. Hal ini memungkinkan anak menambah jumlah kosa kata yang lebih abstrak ke dalam perbendaharaan kata yang dikuasai. Dikatakan Desmita (2006:179), bahwa peningkatan kemampuan analistis terhadap kata-kata juga disertai dengan kemajuan dalam tata bahasa. Anak usia 6 tahun sudah menguasai hampir semua jenis struktur kalimat. Dari usia 6 hingga 9 atau 10 tahun, panjang kalimat semakin bertambah. Setelah usia 9 tahun, secara bertahap anak mulai menggunakan kalimat yang lebih singkat dan padat, serta dapat menerapkan berbagai aturan tata bahasa dengan tepat.
Pembinaan dan pengembangan keterampilan berbahasa yang berawal di kelas rendah tentunya akan terus berlanjut. Di kelas lanjut dan kelas tinggi fungsi dari keterampilan berbahasa tersebut akan semakin kompleks. Fungsi keterampilan dasar akan bergeser pada fungsi keterampilan terapan yang mendukung proses pembelajaran karena tuntutan materi atau bahan ajar yang semakin kompleks pula. Di kelas tinggi materi pelajaran baik yang eksak maupun noneksak pada umumnya hanya disampaikan secara ekspositoris dan bahasa penyampaian yang digunakan juga panjang-panjang sehingga sulit dipahami. Ketidakmampuan siswa dalam memahami teks materi yang tersaji akan membuat siswa cenderung tidak menyukai pelajaran itu. Hal ini tentu akan berdampak pada perolehan nilai serta pemahaman tentang materi yang disajikan.
Di kelas tinggi, kemampuan siswa dalam membaca teks, materi soal ataupun pertanyaan-pertanyaan idealnya sudah berpredikat lancar. Pada umumnya tidak akan ditemui siswa yang masih kesulitan membaca di kelas tinggi. Namun, kemampuan membaca yang berpredikat lancar itu tidak akan berdampak lebih bila tidak didukung dengan kemampuan untuk memahami teks, materi, wacana, dan atau pertanyaan-pertanyaan yang dibaca.
Kurangnya kemampuan pemahaman yang dimiliki siswa tentu akan berpengaruh pada perolehan kepahaman terhadap suatu materi. Dampak praktisnya adalah rendahnya nilai yang diperoleh siswa. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditetapkan pun akan sulit untuk dicapai, bahkan mungkin berada jauh di bawahnya. Hal ini akan bertambah buruk bila metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru juga kurang tepat dan cenderung menempatkan siswa sebagai obyek belajar bukan sebagai subyek belajar.
Secara umum, tujuan membaca menurut Nurhadi (1987:11) adalah: (a) mendapatkan informasi, (b) memperoleh pemahaman, (c) memperoleh kesenangan. Secara khusus, tujuan membaca adalah: (a) memperoleh informasi faktual, (b) memperoleh keterangan tentang sesuatu yang khusus dan problematis, (c) memberikan penilaian kritis terhadap karya tulis seseorang, (d) memperoleh kenikmatan emosi, dan (e) mengisi waktu luang.
Sedangkan menurut Tarigan (1979:9), tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikemukakan bahwa salah satu tujuan pokok dari kegiatan membaca adalah memperoleh kepahaman dari apa yang dibaca. Dengan kata lain, kegiatan membaca yang dilakukan tidak akan bermakna bila tidak disertai dengan pemahaman tentang substansi atau materi yang dibaca. Membaca bukan hanya sekadar kegiatan membunyikan lambang-lambang bahasa tulis, mulai dari huruf-huruf sehingga menjadi kata, kemudian frasa kalimat, dan seterusnya. Aspek pemahaman tentang makna dan substansi dari apa yang dibaca juga penting untuk diperhatikan. Bila aspek pemahaman ini diabaikan, bisa dikatakan bahwa mambaca merupakan suatu hal yang bersifat pasif.
Kenyataan yang terjadi di lapangan, khususnya di kelas IV A UPT SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014, sangat bertolak belakang. Kemampuan pemahaman siswa sangat rendah, jauh di bawah rata-rata. Mayoritas siswa kelas IV A cenderung tidak menyukai kegiatan membaca pemahaman. Padahal sebagian besar materi yang ada merupakan materi yang membutuhkan pemahaman. Dari hasil pengamatan nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia pada hasil ujian tengah semester, terlihat bahwa hampir sebagian besar soal yang memuat pertanyaan pemahaman bacaan tidak dapat dijawab oleh sisiwa. Hal ini menarik untuk dikaji, sehingga diharapkan ditemukan solusi atau pendekatan yang mungkin bisa diterapkan untuk menanggapi fenomena ini. Pemilihan dan penerapan metode pembelajaran bisa dijadikan salah satu alternatif sebagai upaya untuk meminimalkan potensi yang lebih buruk dari fenomena tersebut. Dalam hal ini, teknik Skramble akan dicoba untuk diterapkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya untuk meningkatkan keterampilan membaca pemahaman.
Teknik skramble merupakan teknik permainan yang berupa aktivitas menyusun kembali atau pengurutan suatu struktur bahasa yang sebelumnya telah dikacau balaukan. Beberapa macam teknik skramble yang dikenal menurut pendapat Suparno (1998: 76) yaitu: (a) skramble kata (b) skramble kalimat (c) skramble paragraf, dan (d) skramble wacana. Mengaplikasikan prinsip dari sejenis permainan sederhana kemudian konsepnya digunakan untuk kepentingan pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya membaca. Serangkaian aktivitas diarahkan agar siswa aktif berlatih untuk menyusun sesuatu sehingga memiliki makna tertentu. Dalam kaitannya dengan pengajaran membaca, siswa diarahkan untuk berlatih menyusun suatu organisasi tulisan, kata, dan atau kalimat yang sengaja dikacaukan agar menjadi kata atau kalimat yang utuh dan bermakna. Hal ini memungkinkan siswa untuk berkreasi menebak bentuk yang sebenarnya atau justru menemukan susuna baru yang lebih baik dari bentuk yang sudah ada.
Berdasarkan pemaparan konsep pelaksanaan tersebut, maka aplikasi teknik skramble dalam upaya peningkatan kemampuan membaca pemahaman dengan prinsip bermain sambil belajar, bukan belajar sambil bermain. Mengingat dalam aktivitasnya, siswa akan condong pada bermain. Prinsip tersebut juga memungkinkan adanya unsur rekreasi bagi siswa, selain proses belajar dan berpikir yang menjadi fokusnya.
Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas, maka dalam kesempatan kali ini penulis membuat laporan hasil penelitian tindakan kelas dengan mengangkat sebuah judul: “Penggunaan Teknik Skramble Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Bahasa Indonesia Pada Siswa Kelas IV A UPT SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat disusun rumusan masalah, sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah penggunaan teknik skramble dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca Bahasa Indonesia pada siswa kelas IV A UPT SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014?
2.      Adakah peningkatan kemampuan membaca Bahasa Indonesia setelah diterapkannya teknik skramble pada siswa kelas IV A UPT SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014 ?

C. Pembatasan Masalah
            Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dibuat, agar pembahasan dalam penelitian tidak meluas, maka dibuatlah batasan masalah untuk memfokuskan penelitian. Adapun batasan masalah tersebut yaitu sebagai berikut:
1.      Materi pokok yang dibahasa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ini adalah mengenai membaca teks cerita tentang lingkungan sosial secara kritis.
2.      Teknik yang digunakan dalam proses pembelajaran di kelas adalah dengan menggunakan teknik skramble.
3.      Penelitian ini dilakukan pada siswa Kelas IV A semester I UPT SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014.

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun di atas, maka dapat diketahui bahwa penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui proses penggunaan teknik skramble dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca Bahasa Indonesia pada siswa kelas IV A UPT SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014.
2.      Untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca Bahasa Indonesia pada siswa kelas IV A UPT SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014 setelah digunakan teknik skramble.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktis dan teoritis.
1)  Manfaat Praktis
Hasil penelitian secara langsung dapat bermanfaat bagi guru dan siswa. Manfaat tersebut yaitu: (a) bagi Guru, dapat meningkatkan prestasi mengajar dengan menampilkan metode menyampaikan materi yang bervariasi, serta menghilangkan kejenuhan dalam mendampingi dan membimbing siswa dalam upaya penguasaan bahan ajar, dan (b) bagi Siswa, yaitu mendapatkan masukan dan cara baru dalam upaya memahami suatu bahan ajar dengan teknik yang efektif.
Di samping manfaat di atas, penggunaan teknik skrambel ternyata mampu mengubah perilaku siswa. Dengan cara ini, sikap positif siswa dalam proses belajar mengajar dapat ditumbuhkembangkan secara optimal. Sedangkan sikap negatif, acuh tak acuh, atau bahkan sikap malas dan masa bodoh terhadap pelajaran dapat ditekan sekecil mngkin dengan harapan akan terjadi peningkatan kualitas pembelajaran berbahasa Indonesia di sekolah dapat direalisasikan.

2)  Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dan acuan bagi peneliti lain di tempat dan pelajaran yang berbeda, agar dapat mengembangkan model-model atau teknik baru yang lebih inovatif atas dasar penelitian ini, sampai ditemukannya teknik yang paling efektif diterapkan dalam pembelajaran membaca pemahaman pada khususnya.

Anda butuh file lengkap??!! Silahkan Klik Link ini!!!

0 komentar:

Posting Komentar