ABSTRAK
|
Kata Kunci: membaca, membaca
pemahaman, teknik skramble
Dalam Kurikulum 2013 jenjang SD, mata pelajaran bahasa Indonesia
memiliki kedudukan yang sangat strategis. Peran mata pelajaran bahasa Indonesia
menjadi dominan, yaitu sebagai saluran yang mengantarkan kandungan materi dari
semua sumber kompetensi kepada siswa. Mata pelajaran bahasa Indonesia
ditempatkan sebagai penghela mata pelajaran lain. Dalam konteks persekolahan,
bahasa digunakan siswa bukan hanya untuk kepentingan pembelajaran bahasa,
melainkan untuk mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan yang dibelajarkan
di sekolah.
Sekolah Dasar yang menjadi jenjang
terbawah harus mampu mengarahkan program pembelajarannya agar siswa benar-benar
menguasai keterampilan-keterampilan dasar yang wajib dimiliki oleh seorang
siswa. Upaya tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab seorang guru sebagai
tenaga pendidik profesional. Materi membaca pada pembelajaran bahasa Indonesia
sangat diperlukan perbendaharaan kosa kata yang menjadi modal dasar dalam
kemampuan membaca pemahaman. Perbendaharaan kosa kata anak meningkat dan cara
anak-anak menggunakan kata serta kalimat bertambah kompleks menyerupai bahasa
orang dewasa.
Pada masa ini anak menjadi kurang
terikat dengan tindakan-tindakan dan dimensi-dimensi perseptual yang berkaitan
dengan kata-kata, serta pendekatan yang digunakan menjadi lebih analisis
terhadap kata-kata. Peningkatan kemampuan anak usia sekolah dasar dalam
menganalisis kata-kata, akan membantu dalam memahami kata-kata yang tidak
berkaitan langsung dengan pengalaman yang pernah dialami. Kurangnya kemampuan
pemahaman yang dimiliki siswa tentu akan berpengaruh pada perolehan kepahaman
terhadap suatu materi. Dampak praktisnya adalah rendahnya nilai yang diperoleh
siswa.
Dari hasil pengamatan nilai mata
pelajaran Bahasa Indonesia pada hasil ujian tengah semester, terlihat bahwa
hampir sebagian besar soal yang memuat pertanyaan pemahaman bacaan tidak dapat
dijawab oleh siswa. Hal ini menarik untuk dikaji, sehingga diharapkan ditemukan
solusi atau pendekatan yang mungkin bisa diterapkan untuk menanggapi fenomena
ini. Pemilihan dan penerapan metode pembelajaran bisa dijadikan salah satu
alternatif sebagai upaya untuk meminimalkan potensi yang lebih buruk dari
fenomena tersebut. Dalam hal ini, teknik Skramble akan dicoba untuk diterapkan
pada pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya untuk meningkatkan keterampilan
membaca pemahaman.
Membaca merupakan keterampilan
berbahasa yang berhubungan dengan keterampilan berbahasa yang lain. Membaca
pemahaman merupakan sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar
atau norma-norma kesastraan, resensi kritis, drama tulis, serta pola-pola
fiksi. Teknik “skramble” biasanya dipakai oleh anak-anak sebagai permainan yang
pada dasarnya merupakan latihan pengembangan dan peningkatan wawasan pemilikan
kosakata-kosakata dan huruf-huruf yang tersedia. Pembelajaran membaca pemahaman
dengan teknik skramble skramble adalah salah satu permainan bahasa yang pada
hakikatnya merupakan suatu aktivitas untuk memperoleh keterampilan tertentu
dengan cara yang menggembirakan
Subjek penelitian adalah siswa kelas IV
A UPT SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014.
Jumlah siswa 31 siswa, dengan rincian sebagai siswa putra 18 siswa dan siswa
putri 13 siswa. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester II pada Tahun
Pelajaran 2013/2014.
Kesimpulan penelitian ini adalah (1)
Penggunaan teknik skramble dalam proses pembelajaran membaca pemahaman di kelas
IV A UPT SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran
2013/2014 dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa. Dalam proses
pelaksanaannya yang dinilai dan diamati yaitu aspek kemampuan pemahaman. Dalam
pelaksanaan perbaikan pembelajaran membaca pemahaman pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia yaitu dengan menggunakan media teks bacaan yang dikacaukan. Kemudian
tugas siswa menyusun kata-kata dengan tingkat pemahaman siswa melalui teknik
scramble; dan (2) Penggunaan teknik scramble ternyata terbukti dapat
meningkatkan kemampuan membaca Bahasa Indonesia pada siswa kelas IV A UPT SDN Sunan
Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014. Pada akhir
siklus I sudah ada peningkatan pada kedua aspek penilaian, tetapi masih ada
beberapa siswa yang belum memenuhi kriteria keberhasilan. Pada akhir siklus II
seluruh siswa sudah memenuhi kriteria keberhasilan, tetapi ada dua siswa yang
belum tuntas dalam perbaikan pembelajaran. Hal ini dapat ditunjukkan dengan
adanya peningkatan nilai yang semakin lama semakin baik, yaitu: (a) siklus I :
nilai rata-rata sebesar 75,97 dan ketuntasan klasikal
sebesar 68 % (21 orang siswa);
dan (b) siklus II: nilai rata-rata sebesar 89,84 dan
ketuntasan klasikal sebesar 94% (29 orang siswa).
Saran-saran
yang ada dalam penelitian ini adalah (a) Perincian waktu penelitian hendaknya
diperhatikan karena sangat berpengaruh pada pelaksanaan dan hasil penelitian;
(b) Dalam pelaksanaannya juga dimungkinkan adanya modifikasi prosedur kerja
dengan tidak merubah konsep dari pelaksanaan teknik skramble itu sendiri; dan
(c) Guru hendaknya memperhatikan respon siswa dalam mengikuti pembelajaran
karena salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah minat siswa
dalam mengikuti pembelajaran tersebut.
|
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
1
|
Dalam Kurikulum 2013 jenjang SD, mata pelajaran bahasa
Indonesia memiliki kedudukan yang sangat strategis. Peran mata pelajaran bahasa
Indonesia menjadi dominan, yaitu sebagai saluran yang mengantarkan kandungan
materi dari semua sumber kompetensi kepada siswa. Mata pelajaran bahasa
Indonesia ditempatkan sebagai penghela mata pelajaran lain. Dengan perkataan
lain, kandungan materi mata pelajaran lain dijadikan sebagai konteks dalam
penggunaan jenis teks yang sesuai dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Agar
lebih jelas, hal ini dapat dicermati pada contoh rumusan KD berikut ini: “menggali informasi dari teks laporan hasil
pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas, bunyi dan cahaya”. Dalam
rumusan KD ini, tampak jelas bahwa materi IPA dipakai dalam teks laporan dalam
mata pelajaran bahasa Indonesia. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Indonesia
lebih bersifat kontekstual jika dibandingkan dengan kurikulum lama. Melalui
pembelajaran bahasa Indonesia yang
kontekstual, siswa dilatih untuk menyajikan bermacam kompetensi secara logis
dan sistematis.
Dalam kurikulum lama, peran mata pelajaran bahasa
Indonesia diakui memang kurang tampak. Mata pelajaran bahasa Indonesia lebih
sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri dan bahkan dapat dikatakan tidak
memiliki hubungan dengan mata pelajaran lain. Dalam konteks ini, pembelajaran
bahasa Indonesia cenderung hanya untuk mata pelajaran bahasa Indonesia itu
sendiri, tidak untuk tujuan yang lebih luas dan penting, yakni menghantarkan
siswa untuk memahami mata pelajaran-mata pelajaran lain, apalagi untuk suatu
tujuan yang lebih luas lagi, yakni menggunakannya untuk berbagai keperluan
dalam lapangan kehidupan setiap hari. Sederhananya, siswa belajar penggunaan
tanda baca, huruf kapital, kata baku, dan semacamnya dalam bahasa Indonesia hanya
untuk lulus ujian bahasa Indonesia itu sendiri; namun kesadaran dan kebiasaan
untuk menggunakan apa yang telah dipelajarinya itu ketika mengerjakan tugas
pada mata pelajaran lain belum tampak. Adalah hal yang lumrah terjadi bahwa
siswa memiliki nilai bahasa Indonesia yang tinggi; namun belum terampil dalam
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Abidin (2012:6) menegaskan bahwa dalam konteks
persekolahan, bahasa digunakan siswa bukan hanya untuk kepentingan pembelajaran
bahasa, melainkan untuk mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan yang
dibelajarkan di sekolah. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa harus harmonis,
bermutu, dan bermartabat. Haromonis berarti guru dan siswa bekerja secara
efektif sesuai dengan peran masing-masing. Di sini guru berperan sebagai
mediator, fasilitator, motivator, dan semacamnya. Siswa berperan sebagai subyek
aktif yang membentuk keterampilan dan pengalaman berlandaskan kinerja
konstruktivis. Bermutu berarti pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan
utama sambil tetap memperhatikan secara cermat dampak pengiring melalui
penggunaan prinsip, pendekatan/strategi, metode, dan teknik yang memadai.
Bermartabat berarti pembelajaran mencerminkan nilai-nilai sosiokultural yang
melingkupi kehidupan siswa.
Dengan mendesain pembelajaran bahasa yang haromonis,
bermutu, dan bermartabat seperti diuraikan di atas, sesungguhnya nilai-nilai
karakter, pengetahuan, dan keterampilan telah menjadi basis yang kokoh bagi
pembelajaran bahasa itu sendiri. Pembelajaran membaca pemahaman, misalnya,
jangan lagi didesain sebagai rutinitas kering dan kaku seperti selama ini,
yakni siswa diajak membaca lalu setelahnya siswa diminta menjawab sejumlah
pertanyaan terkait bacaan. Jika hal seperti ini yang terjadi, sesungguhnya
tidak ada pembelajaran, yang ada hanyalah ujian membaca pemahaman.
Dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Sanjaya, 2006).
Sekolah
Dasar yang menjadi jenjang terbawah harus mampu mengarahkan program
pembelajarannya agar siswa benar-benar menguasai keterampilan-keterampilan
dasar yang wajib dimiliki oleh seorang siswa. Upaya tersebut merupakan tugas
dan tanggung jawab seorang guru sebagai tenaga pendidik profesional. Dengan
kata lain, guru Sekolah Dasar sudah seharusnya memilki kualifikasi dan
kompetensi dalam memahamkan serta mendidik siswa agar dapat menguasai
keterampilan membaca dengan baik. Penguasaan keterampilan membaca yang memadai
akan memudahkan siswa dalam menempuh jenjang atau kelas yang lebih tinggi.
Dalam setiap jenjang bisa dipastikan ada kompetensi yang tidak akan lepas dari
keterampilan membaca. Keterampilan membaca untuk memahami bentuk-bentuk
tertulis merupakan hal yang mendasar dan sangat diperlukan siswa dalam kegiatan
belajarnya. Kemampuan ini tidak hanya untuk mempelajari mata pelajaran yang
bersifat eksak, mata pelajaran non eksak pun sangat memerlukannya. Mata
pelajaran noneksak pada umumnya disajikan secara ekspositoris dan
panjang-panjang. Bila siswa tidak mampu memahaminya secara baik, maka materi
yang disajikan terasa berat dan efek lebih jauh muncul adalah perasaan bosan
untuk mempelajari materi-materi pelajaran.
Materi
membaca pada pembelajaran bahasa Indonesia sangat diperlukan perbendaharaan
kosa kata yang menjadi modal dasar dalam kemampuan membaca pemahaman. Perbendaharaan
kosa kata anak meningkat dan cara anak-anak menggunakan kata serta kalimat
bertambah kompleks menyerupai bahasa orang dewasa. Dari berbagai pelajaran yang
diberikan di sekolah, bacaan, pembicaraan dengan anak-anak lain, serta melalui
televisi dan radio, anak-anak menambah perbendaharaan kosa kata yang
dipergunakan dalam percakapan dan tulisan. Dikemukakan pula oleh Seifert &
Hoffnung dalam Desmita (2006:178-179) ketika anak masuk kelas satu sekolah
dasar perbendaharaan kosa katanya sekitar 20.000 hingga 24.000 kata. Pada saat
anak duduk di kelas enam, perbendaharaan kosa katanya meningkat mejadi sekitar
50.000 kata. Menurut Santrock (dalam Desmita, 2006:179) di samping peningkatan
dalam jumlah perbendaharaan kosa kata, perkembangan bahasa anak usia sekolah
juga terlihat dalam cara anak berpikir tentang kata-kata.
Pada
masa ini anak menjadi kurang terikat dengan tindakan-tindakan dan dimensi-dimensi
perseptual yang berkaitan dengan kata-kata, serta pendekatan yang digunakan
menjadi lebih analisis terhadap kata-kata. Peningkatan kemampuan anak usia
sekolah dasar dalam menganalisis kata-kata, akan membantu dalam memahami
kata-kata yang tidak berkaitan langsung dengan pengalaman yang pernah dialami.
Hal ini memungkinkan anak menambah jumlah kosa kata yang lebih abstrak ke dalam
perbendaharaan kata yang dikuasai. Dikatakan Desmita (2006:179), bahwa
peningkatan kemampuan analistis terhadap kata-kata juga disertai dengan
kemajuan dalam tata bahasa. Anak usia 6 tahun sudah menguasai hampir semua
jenis struktur kalimat. Dari usia 6 hingga 9 atau 10 tahun, panjang kalimat
semakin bertambah. Setelah usia 9 tahun, secara bertahap anak mulai menggunakan
kalimat yang lebih singkat dan padat, serta dapat menerapkan berbagai aturan
tata bahasa dengan tepat.
Pembinaan
dan pengembangan keterampilan berbahasa yang berawal di kelas rendah tentunya
akan terus berlanjut. Di kelas lanjut dan kelas tinggi fungsi dari keterampilan
berbahasa tersebut akan semakin kompleks. Fungsi keterampilan dasar akan
bergeser pada fungsi keterampilan terapan yang mendukung proses pembelajaran
karena tuntutan materi atau bahan ajar yang semakin kompleks pula. Di kelas
tinggi materi pelajaran baik yang eksak maupun noneksak pada umumnya hanya
disampaikan secara ekspositoris dan bahasa penyampaian yang digunakan juga
panjang-panjang sehingga sulit dipahami. Ketidakmampuan siswa dalam memahami
teks materi yang tersaji akan membuat siswa cenderung tidak menyukai pelajaran
itu. Hal ini tentu akan berdampak pada perolehan nilai serta pemahaman tentang
materi yang disajikan.
Di
kelas tinggi, kemampuan siswa dalam membaca teks, materi soal ataupun
pertanyaan-pertanyaan idealnya sudah berpredikat lancar. Pada umumnya tidak
akan ditemui siswa yang masih kesulitan membaca di kelas tinggi. Namun,
kemampuan membaca yang berpredikat lancar itu tidak akan berdampak lebih bila
tidak didukung dengan kemampuan untuk memahami teks, materi, wacana, dan atau
pertanyaan-pertanyaan yang dibaca.
Kurangnya
kemampuan pemahaman yang dimiliki siswa tentu akan berpengaruh pada perolehan
kepahaman terhadap suatu materi. Dampak praktisnya adalah rendahnya nilai yang
diperoleh siswa. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditetapkan pun
akan sulit untuk dicapai, bahkan mungkin berada jauh di bawahnya. Hal ini akan
bertambah buruk bila metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru juga kurang
tepat dan cenderung menempatkan siswa sebagai obyek belajar bukan sebagai subyek
belajar.
Secara
umum, tujuan membaca menurut Nurhadi (1987:11) adalah: (a) mendapatkan
informasi, (b) memperoleh pemahaman, (c) memperoleh kesenangan. Secara khusus,
tujuan membaca adalah: (a) memperoleh informasi faktual, (b) memperoleh
keterangan tentang sesuatu yang khusus dan problematis, (c) memberikan
penilaian kritis terhadap karya tulis seseorang, (d) memperoleh kenikmatan
emosi, dan (e) mengisi waktu luang.
Sedangkan
menurut Tarigan (1979:9), tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta
memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Berdasarkan uraian
tersebut, dapat dikemukakan bahwa salah satu tujuan pokok dari kegiatan membaca
adalah memperoleh kepahaman dari apa yang dibaca. Dengan kata lain, kegiatan
membaca yang dilakukan tidak akan bermakna bila tidak disertai dengan pemahaman
tentang substansi atau materi yang dibaca. Membaca bukan hanya sekadar kegiatan
membunyikan lambang-lambang bahasa tulis, mulai dari huruf-huruf sehingga
menjadi kata, kemudian frasa kalimat, dan seterusnya. Aspek pemahaman tentang makna
dan substansi dari apa yang dibaca juga penting untuk diperhatikan. Bila aspek
pemahaman ini diabaikan, bisa dikatakan bahwa mambaca merupakan suatu hal yang
bersifat pasif.
Kenyataan
yang terjadi di lapangan, khususnya di kelas IV A UPT SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso
Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014, sangat bertolak belakang. Kemampuan
pemahaman siswa sangat rendah, jauh di bawah rata-rata. Mayoritas siswa kelas IV
A cenderung tidak menyukai kegiatan membaca pemahaman. Padahal sebagian besar
materi yang ada merupakan materi yang membutuhkan pemahaman. Dari hasil
pengamatan nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia pada hasil ujian tengah
semester, terlihat bahwa hampir sebagian besar soal yang memuat pertanyaan
pemahaman bacaan tidak dapat dijawab oleh sisiwa. Hal ini menarik untuk dikaji,
sehingga diharapkan ditemukan solusi atau pendekatan yang mungkin bisa
diterapkan untuk menanggapi fenomena ini. Pemilihan dan penerapan metode
pembelajaran bisa dijadikan salah satu alternatif sebagai upaya untuk
meminimalkan potensi yang lebih buruk dari fenomena tersebut. Dalam hal ini,
teknik Skramble akan dicoba untuk diterapkan pada pembelajaran Bahasa
Indonesia, khususnya untuk meningkatkan keterampilan membaca pemahaman.
Teknik
skramble merupakan teknik permainan yang berupa aktivitas menyusun kembali atau
pengurutan suatu struktur bahasa yang sebelumnya telah dikacau balaukan.
Beberapa macam teknik skramble yang dikenal menurut pendapat Suparno (1998: 76)
yaitu: (a) skramble kata (b) skramble kalimat (c) skramble paragraf, dan (d) skramble
wacana. Mengaplikasikan prinsip dari sejenis permainan sederhana kemudian
konsepnya digunakan untuk kepentingan pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya
membaca. Serangkaian aktivitas diarahkan agar siswa aktif berlatih untuk
menyusun sesuatu sehingga memiliki makna tertentu. Dalam kaitannya dengan
pengajaran membaca, siswa diarahkan untuk berlatih menyusun suatu organisasi
tulisan, kata, dan atau kalimat yang sengaja dikacaukan agar menjadi kata atau
kalimat yang utuh dan bermakna. Hal ini memungkinkan siswa untuk berkreasi
menebak bentuk yang sebenarnya atau justru menemukan susuna baru yang lebih
baik dari bentuk yang sudah ada.
Berdasarkan
pemaparan konsep pelaksanaan tersebut, maka aplikasi teknik skramble dalam upaya
peningkatan kemampuan membaca pemahaman dengan prinsip bermain sambil belajar,
bukan belajar sambil bermain. Mengingat dalam aktivitasnya, siswa akan condong
pada bermain. Prinsip tersebut juga memungkinkan adanya unsur rekreasi bagi
siswa, selain proses belajar dan berpikir yang menjadi fokusnya.
Berdasarkan
dari latar belakang masalah di atas, maka dalam kesempatan kali ini penulis
membuat laporan hasil penelitian tindakan kelas dengan mengangkat sebuah judul:
“Penggunaan
Teknik Skramble Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan
Membaca Bahasa Indonesia Pada Siswa Kelas IV A UPT SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten
Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat disusun rumusan masalah, sebagai
berikut :
1.
Bagaimanakah penggunaan teknik skramble dalam upaya meningkatkan
kemampuan membaca Bahasa Indonesia pada siswa kelas IV A UPT SDN Sunan Giri
Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014?
2.
Adakah peningkatan kemampuan membaca Bahasa Indonesia setelah
diterapkannya teknik skramble pada siswa kelas IV A UPT SDN Sunan Giri
Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014 ?
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan rumusan
masalah yang sudah dibuat, agar pembahasan dalam penelitian tidak meluas, maka dibuatlah
batasan masalah untuk memfokuskan penelitian. Adapun batasan masalah tersebut
yaitu sebagai berikut:
1.
Materi pokok yang dibahasa
dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ini adalah mengenai membaca teks cerita tentang lingkungan sosial
secara kritis.
2.
Teknik yang digunakan dalam
proses pembelajaran di kelas adalah dengan menggunakan teknik skramble.
3.
Penelitian ini dilakukan pada
siswa Kelas IV A semester I UPT SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten
Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah yang telah disusun di atas, maka dapat diketahui bahwa penelitian
ini memiliki beberapa tujuan yaitu sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui proses penggunaan teknik skramble dalam
upaya meningkatkan kemampuan membaca Bahasa Indonesia pada siswa kelas IV A UPT
SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014.
2.
Untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca Bahasa
Indonesia pada siswa kelas IV A UPT SDN Sunan Giri Kecamatan Rejoso Kabupaten
Pasuruan Tahun Pelajaran 2013/2014 setelah digunakan teknik skramble.
E. Manfaat Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktis dan teoritis.
1) Manfaat Praktis
1) Manfaat Praktis
Hasil
penelitian secara langsung dapat bermanfaat bagi guru dan siswa. Manfaat
tersebut yaitu: (a) bagi Guru, dapat meningkatkan prestasi mengajar dengan
menampilkan metode menyampaikan materi yang bervariasi, serta menghilangkan
kejenuhan dalam mendampingi dan membimbing siswa dalam upaya penguasaan bahan
ajar, dan (b) bagi Siswa, yaitu mendapatkan masukan dan cara baru dalam upaya
memahami suatu bahan ajar dengan teknik yang efektif.
Di
samping manfaat di atas, penggunaan teknik skrambel ternyata mampu mengubah
perilaku siswa. Dengan cara ini, sikap positif siswa dalam proses belajar
mengajar dapat ditumbuhkembangkan secara optimal. Sedangkan sikap negatif, acuh
tak acuh, atau bahkan sikap malas dan masa bodoh terhadap pelajaran dapat
ditekan sekecil mngkin dengan harapan akan terjadi peningkatan kualitas
pembelajaran berbahasa Indonesia di sekolah dapat direalisasikan.
2) Manfaat Teoretis
Hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dan acuan bagi peneliti lain di
tempat dan pelajaran yang berbeda, agar dapat mengembangkan model-model atau
teknik baru yang lebih inovatif atas dasar penelitian ini, sampai ditemukannya
teknik yang paling efektif diterapkan dalam pembelajaran membaca pemahaman pada
khususnya.
Anda butuh file lengkap??!! Silahkan Klik Link ini!!!
0 komentar:
Posting Komentar