Legenda
Gatot Kaca
Gatotkaca
mempunyai benih bawaan unggul kombinasi dari Bhima dan Harimbi. Sebagai raja
muda di Pringgadani, Gatotkaca dalam Wayang Kulit
Purwa
digambarkan berujud raksasa, lengkap dengan taringnya. Namun sejak Susuhunan
Paku Buwana II memerintah Kartasura, penampilan peraga wayang Gatotkaca dalam
seni kriya Wayang Kulit Purwa diubah menjadi ksatria tampan dan gagah, dengan
wajah mirip Bima. Penampilan Gatotkaca yang khas adalah kumisnya yang lebat,
sehingga di Jawa seseorang yang berkumis lebat dipuji sebagai ‘keren’ bak
Gatotkaca. Banyak nama Gatot di Jawa, karena orang tua sang anak berharap
puteranya menjadi pahlawan Nusantara. Di tahun enampuluhan seorang anak yang
melakukan sunatan sering diberi pakaian Gatotkaca dengan topi wayang,
baju kotang bergambar bintang delapan, memakai badong,
semacam hiasan punggung dan tentu saja kumis hitam dari bubuk arang.
Konon
nama Kali Serayu sendiri berasal dari Sir Ayu, cinta kepada wanita ayu yaitu
cintanya Bhima kepada Harimbi. Mata Air Kali Serayu berasal dari daerah sekitar
Wonosobo yang bernama Tuk Bimo Lukar, Mata Air Bhima Lepas Pakaian.
Arca Kunto Bimo bahkan ditempatkan di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang
sebagai tanda bahwa Raja pembangun Candi Borobudur yang beragama Buddha pun
menghormati Bhima, idola masyarakat setempat. Arca Bimo atau Kunto Bimo
menggambarkan Bhima duduk bersila dengan sikap tangan dharmacakramudra.
Ini isyarat pergerakan roda dharma. Bhima dalam perjalanan spiritualnya di
Samudera Hindia menemukan jati dirinya setelah bertemu Dewa Ruci yang lidahnya
berupa Acyntia, Yang Tak Dapat Diserupakan, kemudian dirinya
digambarkan berada di dalam stupa dan telah mencapai ke-Buddha-an. Setiap ada
kunjungan tamu negara, selalu ada acara merogoh stupa Kunto Bimo. Merogoh Kunto
Bimo bahkan dianggap sebagai kepercayaan dalam tradisi setempat. Jika wanita
berhasil menyentuh jempol kaki patung Buddha, atau pria menyentuh kelingking
patung Buddha, maka keinginannya akan terkabul.
Di
dataran tinggi Dieng terdapat Candi Bhima, Candi Arjuna dan Candi Gatotkaca,
selain juga ada Candi Semar. Juga terdapat Kawah Candradimuka, konon kawah
tempat Gatotkaca digembleng menjadi ksatria perkasa. Terdapat juga legenda
masyarakat sekitar Banyumas, bahwa kaum Korawa selalu memata-matai kegiatan
Pandawa dalam pengasingannya. Dalam salah satu perkelahian mereka kemudian
berlomba membuat kali sudetan ke Samudera Hindia. Bhima dengan kuku
pancanakanya yang seakan menjadi kapal keruk berhasil menang menyudet kali dari
pusar tanah Jawa ke Samudera Hindia melalui daerah Banyumas dan Cilacap.
Sedangkan Korawa salah arah sehingga sungai yang digalinya malah bermuara di
kali buatan Pandawa. Oleh Resi Bhisma kali Pandawa di sebut Serayu sedangkan kali
Kurawa disebut Klawing. Tempat Bhima melepas pakaian bekerja bakti
disebut Tuk Bimo Lukar.
Kelahiran
Gatotkaca
Kelahiran
Gatotkaca menimbulkan kejadian yang menggemparkan. Tali pusarnya tidak dapat
diputus dengan berbagai macam senjata keris dan panah. Alkisah Arjuna dan Karna
sedang bertapa di tempat berbeda untuk mendapatkan senjata sakti sebagai
persiapan perang di kemudian hari. Bathara Narada pembawa karunia senjata panah
Kuntawijayadanu pun sulit membedakan kedua satria putra Dewi Kunthi tersebut.
Dewa Surya memberi penerangan kepada tempat Karna bertapa, sehingga Narada
memberikan senjata tersebut kepada Karna. Akan tetapi karena dia melihat
tersirat semacam ketidak baikan dalam diri Karna, maka dia hanya memberikan
Panahnya, sedangkan Sarungnya diberikan kepada Arjuna yang bertapa di tempat
lain. Dengan berbekal sarung senjata Kuntawijayadanu tersebut, Arjuna memotong
tali pusar Gatotkaca, akan tetapi sarung tersebut hilang masuk ke dalam diri
Gatotkaca, sehingga Bayi Gatotkaca menjadi sakti. Setelah dewasa Gatotkaca
tidak lupa kepada kebaikan sang paman, Arjuna dan pada hari ke lima belas
perang Bharatayuda, dia mengorbankan diri untuk melenyapkan senjata Karna, agar
pamannya dapat memenangkan pertarungan.
Setelah
tali pusarnya putus, Gatotkaca dibawa Bathara Narada ke kahyangan untuk melawan
Raksasa Kala Sakipu dan Kala Pracona. Karena Gatotkaca telah menyatu dengan
sarung Kuntawijayadanu, maka Bayi Gatotkaca tidak dapat dibunuh mereka bahkan
sempat menggigit mereka sehingga kedua raksasa itu mati.
Oleh
Bathara Guru, Gatotkaca diberi tiga karunia. Karunia pertama adalah “Kotang
Antakusuma” yang membuat Gatotkaca dapat terbang dengan cepat. Karunia kedua
adalah topi bernama “Caping Basunanda”, yang mempunyai kesaktian apabila kena
panas tidak terasa panas dan apabila kena hujan tidak menjadi basah. Karunia
ketiga, berupa sepatu “Pada Kacarma” yang mempunyai kesaktian tidak akan
terkena pengaruh dari suatu tempat.
Cinta
membuat Gatotkaca lalai
Ketika
menginjak dewasa Gatotkaca jatuh cinta pada Dewi Pergiwa, puteri dari Arjuna
dan adik dari Abimanyu. Gatotkaca adalah seorang tokoh yang tahu balas budi.
Karena Arjuna yang dapat memotong tali pusarnya kala dia masih bayi, maka dia
selalu menghormati keluarga Arjuna, pamannya sendiri.
Sejak
kecil Gatotkaca dirawat Arya Kalabendana, adik ibunya yang paling kecil.
Kalabendana yang berwujud raksasa kunthing, cebol mempunyai
karakter sangat jujur, setia, suka berterus terang dan tidak bisa menyimpan
rahasia. Dia sangat mencintai Gatotkaca keponakannya. Pada suatu hari,
Gatotkaca bepergian bersama Abimanyu, sedangkan Dewi Siti Sundari putri Prabu
Kresna yang menjadi istri Abimanyu ditinggalkan bersama Arya Kalabendana.
Karena perginya berhari-hari tidak kembali, Dewi Siti Sundari meminta Arya
Kalabendana mencari mereka. Dengan membaui keringat keponakannya Gatotkaca,
Arya Kalabendana dapat menemukan Abimayu dan Gatotkaca yang sedang berada di
kerajaan Wirata. Abimanyu sedang berkasih mesra berselingkuh dengan Dewi Utari.
Begitu melihat hal tersebut, Arya Kalabendana berteriak, agar Gatotkaca dan
Abimanyu cepat pulang, Dewi Siti Sundari di rumah amat cemas karena mereka
belum pulang.
Dewi
Utari, paham kalau Abimanyu sudah punya istri, dan sangat kecewa karena telah
mengelabui dirinya. Dewi Utari memberikan laknat sumpah bahwa besok dalam
perang Bharatayuda Abimanyu akan mati mendapatkan luka arang kranjang,
banyak luka bersamaan pada tubuhnya. Gatotkaca marah dan menampar Arya
Kalabendana, dan tanpa sadar tangan dengan kesaktian Bajramusti, Vajra
Shakti, Tangan Geledek nya langsung mematikan pamannya. Sebelum meninggal,
mata Arya Kalabendana berair, berkata lirih, “Dalam perang Bharatayuda kamu pun
akan terbunuh oleh pamanmu sendiri”. Gatotkaca menyesal, akan tetapi dia
menyadari bahwa seserorang yang menanam benih, pada waktunya tentu akan memanen
hasilnya. Gatotkaca sadar paman yang dimaksudkan arya Kalabendana adalah
Adipati Karna, putera Eyang Putri Dewi Kunti lain kakek.
Alam
kembali menorehkan catatannya, tidak ada hal baru di dunia ini. Catatan lama
berulang dengan berganti “setting”. Delapan ribuan tahun sebelumnya
dalam zaman Prabu Arjuna Sasrabahu, Raden Sumantri tanpa sengaja membunuh
adiknya Raden Sukrasana yang amat sayang kepadanya, sehingga dia pun mati di
tangan Rahwana. Kali ini, Gatotkaca tanpa sengaja membunuh pamannya yang sangat
sayang kepadanya, dan dia pun akan mati dalam perang Bharatayuda oleh Adipati
Karna. Bukan secara kebetulan , kalau gambaran Raden Sukrasana dan Arya
Kalabendana tidak banyak berbeda, seorang raksasa cebol dengan lidah celat
sakti dan penuh kasih sayang. Jangan menyepelekan orang yang berjasa walau
bagaimanapun penampilannya.
Pahlawan dalam perang Bharatayuda
Bagi
Raden Gatotkaca: “Bagiku dharma-ku adalah sebagai perajurit untuk
maju berperang, sangha-ku adalah Pandawa, persaudaraan pembela
kebenaran, Kendra-ku, pusat tujuanku adalah Prabu Kresna”.
Dalam
perang Baratayuda Gatotkaca diangkat menjadi senapati dan gugur pada hari ke-15
oleh senjata Kuntawijayadanu yang dipanahkan oleh Adipati Karna. Senjata Kunta
Wijayadanu itu melesat menembus perut Gatotkaca melalui pusarnya dan masuk ke
dalam sarungnya yang menyatu di perut Gatotkaca. Saat berhadapan dengan Adipati
Karna sebenarnya Gatotkaca sudah tahu akan bahaya yang akan mengancam jiwanya.
Dia ingat hutang nyawanya terhadap pamannya yang akan segera dilunasinya.
Ketika Adipati Karna memanahkan senjata Kuntawijayadanu, dia terbang amat
tinggi. Namun senjata sakti itu terus saja memburunya, bak peluru kendali, seakan
dibantu ruh paman Kalabendana yang pernah dizaliminya, sehingga akhirnya
Gatotkaca gugur. Gatotkaca ingat pelajaran dari Kumbakarna yang sebelum matipun
perlu memusnahkan musuhnya sebanyak mungkin. Ketika jatuh ke bumi, Gatotkaca
berusaha agar jatuh epat pada tubuh Adipati Karna, tetapi senapati Kurawa itu
waspada dan cepat melompat menghindar sehingga kereta perangnya hancur
berkeping-keping dan semua senjata yang berada di dalam keretanya meledak dan
membunuh banyak pasukan Kurawa.
Sebenarnya,
sewaktu berhadapan dengan Gatotkaca, Adipati Karna enggan menggunakan senjata
Kuntawijayadanu. Ia merencanakan hanya akan menggunakan senjata sakti itu bila
berhadapan dengan Arjuna. Namun ketika Raja Duryudana menyaksikan betapa
Gatotkaca telah menimbulkan banyak korban dan kerusakan di pihak Kurawa, ia
mendesak agar Karna menggunakan senjata pamungkas itu. Hal itu tidak lepas dari
strategi Prabu Kresna untuk melenyapkan Senjata Kuntawijayadanu yang hanya
dapat digunakan sekali saja, sehingga Arjuna dapat memenangkan pertempuran.
Pada
waktu perang Bharatayuda, Gatotkaca sudah mempunyai tingkat spiritual yang
tinggi akibat didikan Harimbi dan Bhima serta ajaran dari Prabu Kresna.
Gatotkaca sudah sadar bahwa sebagai abdi, sebagai hamba, yang yakin akan
keilahian Prabu Kresna, maka dia wajib patuh terhadap apapun perintah Kendra-nya,
Prabu Kresna. Di Nusantara,
0 komentar:
Posting Komentar